KEINDAHAN AKHLAQ NABAWI
DALAM PRIBADI WALI
Mengenal Kehidupan Kekasih Alloh
Melarutkan Kepayahan Jiwa
Dalam Kesejukan Mata Air Ruhani
MUKADIMAH
Segala pujian yang indah-indah hanyalah milik
Alloh, Raja semesta sesungguhnya. Dialah yang menampakkan sinyal-sinyal
kehadiran-Nya bagi mereka yang terpilih untuk hadir jiwanya untuk beri’tikaf di
majlis munajat dan doa-doa. Dialah Alloh. Sebuah keindahan nan sempurna.
Keindahan tanpa warna, tanpa bentuk, tanpa rupa. Dapat dirasa tak dapat diraba.
Menggelamkan tanpa kedalaman. Menggoncangkan tanpa getaran. Keindahan-Nya
mutlak nan mematikan melenyapkan. Keagungan dan wibawa-Nya menghidupkan
menguatkan meneguhkan. Pengharapan kepada-Nya memberikan rasa aman dan
berkecukupan. Putus hubungan dengan-Nya
berarti kebinasaan, kesengsaraan, kesusahan dan kesedihan tak berkesudahan.
Semoga Dzat pemilik kedermawanan itu
melimpahkan kasih sayang dan keagungan kepada kekasih-Nya. Muhammad, makhluk
yang diciptakan sebagai pintu rahmat bagi seluruh alam. Insan termulia yang
berbicara dengan idzin-Nya : Innamallohul
mu’ti wa anal qosim (sungguh hanya Allohlah
yang memberikan dan aku adalah yang membagi pemberian itu). Semoga keselamatan
dan rahmat keagungan itu terlimpah pula kepada seluruh ahli bait, para sahabat,
dan orang-orang yang mengikuti hal-ihwal mereka dengan baik hingga besok
datangnya hari pembalasan.
Jalan agama yang ditempuh para ulama
shufiyah adalah jalan yang berlandaskan
Al Qur’an, berpagar Sunnah, bersendi
perilaku hidup para sahabat, dan bernafas adab tata karma akhlak mulia.
Rasululloh membimbing umat dengan tiga metode tauladan. Yaitu nasehat dengan
kata-kata lisan, amalan ilmu dengan perbuatan, dan kekuatan akhlak qur’ani yang
tercermin dalam hal-ihwal beliau. Ada
hikmah besar di sini bahwa ibadah (penghambaan) seorang muslim hendaknya berupa
tiga hal yang tidak terpisah-pisah. pertama dengan lisan, kedua dengan amalan
perbuatan anggota tubuh, dan dengan hal-ahwal yang merupakan cerminan perasaan
yang tersimpan dalam hati.
Namun di zaman akhir kita…Pengajaran beragama
telah berubah jauh dari metode itu, menjadi sekedar pemindahan kata-kata
berbentuk tulisan namun miskin tauladan pengamalan dan tak memiliki ruh
penghayatan. Banyak sekali amalan ibadah yang sebenarnya merupakan rasa yang tertancap
dalam jiwa, seperti takut (khouf,
taqwa, khosyah), cinta (mahabbah),
berharap (roja’), mengintip kehadiran Alloh (muroqobah), dan
amalan-amalan hati lain yang difaham hanya dengan melihat bentuk penampakannya
dalam anggota lahir. Sebagaimana telah umum difaham orang ketika mereka ditanya
: “Kapankah anda dapat disebut orang yang takut (taqwa) kepada Alloh ?” Mereka
akan menjawab bahwa taqwa adalah menjalankan apapun yang menjadi perintah-Nya
dan menjauhi apapun yang menjadi larangan-Nya. Jawaban ini bukannya tidak
benar. Namun karena kedangkalan pemahaman kita, akhirnya ditangkap bahwa
perintah dan larangan Alloh yang dimaksud itu hanyalah ibadah lahir. Mereka
akan mengatakan bahwa ketika saya telah menjalankan sholat lima waktu, berpuasa, berzakat bersedekah,
dan pergi haji, bergaul dengan baik, maka saya adalah orang yang bertaqwa.
Ibadah-ibadah lahiriyah adalah jasad.
Sedangkan ruhnya adalah amalan-amalan hati. Sholat tanpa kekhusu’an hanya akan
menggugurkan tuntutan hukum di dunia karena Syari’at menetapkan bahwa orang
yang terbukti meninggalkan sholat dan tidak mau bertobat lebih dari tiga hari
terkena hukuman pancung leher. Orang berpuasa romadlon tanpa memasung
kebiasaan-kebiasaan nafsu hanya akan menyelamatkan dari hukuman ta’zir.
Orang bersedekah berzakat tanpa perasaan gembira memberi karena Alloh hanya
akan menyelamatkan dirinya dari perampasan harta itu secara paksa. Karena
Khalifah Rasululloh, Abu Bakar as-Shidiq menetapkan bahwa orang yang mencegah
pembayaran zakatnya boleh di paksa dengan kekuatan senjata. Berhaji tanpa
persiapan rohani yang bersih dan harta yang halal hanya akan menyelamatan dari
celaan manusia. Bergaul dengan baik tanpa dilandasi rasa gembira menjalankan
perintah Alloh dan Rasul-Nya hanya akan berbuah popularitas dan nama baik di
masyarakat manusia. Ibadah badaniyah tanpa ruh berupa amalan hati hanya akan
mendapatkan balasan dunia, tak ada harga
dan manfaatnya di akhirat atau di hadapan Alloh. Amalan-amalan seperti ini
hanya akan memunculkan orang-orang yang membanggakan kebaikannya, dan melupakan
cacat serta aib dirinya. Inilah mereka yang tersesat dalam amal hidup dunianya,
namun mereka berperasaan bahwa mereka telah menjalankan tugas
sebaik-baiknya. Alloh menegaskan dalam
Al Qur’an :”Yauma la
yanfa’u malun wa la banuun. Illa ma atalloha bi qolbin saliim”.[1] (Hari Kebangkitan itu
adalah hari yang harta dan anak keturunan tidak ada manfaatnya. Kecuali orang
yang menghadap Alloh dengan hati yang selamat (dari berbagai ahlaq tercela)).
Rasululloh pun tidak di utus oleh Alloh melainkan untuk menuntun menuju
kesempurnaan akhlaq. Sementara akhlaq itu bersemayam dalam hati yang
menampakkan wujud dalam perbuatan baik.
Perbuatan baik yang tidak bersumber dari mata air akhlaqul karimah adalah kemunafikan. Sementara menyimpan keinginan baik tanpa
menampakkan wujud nyata adalah kecacatan dan kesesatan. Karena ini Rasululloh
bersabda “li utammima
makarimal akhlaq” (untuk menyempurnakan
ahklaq-akhlaq mulia). Beliau tidak berkata :”Aku di utus dengan membawa
akhlaq-akhlaq mulia”. Karena keinginan mulia tanpa wujud nyata sama saja ilmu
tanpa amal. Bagaikan pohon tanpa buah.
Alloh mengajarkan kepada para sahabat melalui
Malaikat Jibril yang datang bertanya kepada Nabi bahwa agama ini bersendi tiga
yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Iman berisikan amalan-amalan hati, berupa
keyakinan dan wujud-wujud ketundukan jiwa. Islam berisikan amalan-amalan lahir
sebagai penampakan dari ketundukan hati pada perintah Rajanya. Ihsan adalah
penyempurnaan yang merupakan buah dari pengamalan iman dan islam. Hingga dalam
setiap gerakan dan diam seorang hamba dalam beribadah akan mendapat satu dari
dua hal yaitu “seolah bisa melihat Alloh”
atau “merasa dilihat diperhatikan oleh Alloh”.
Para ulama kemudian memberikan keterangan yang
mempermudah dan semakna dengan itu bahwa agama bersendikan tiga pasak. Yaitu Syari’at, Thoriqoh, dan Haqiqot. Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’iy memberikan
ilustrasi sedikit berbeda dengan istilah Al-Fiqhu, At-Tasahowuf, dan Al-Haqiqoh. Beliau menyampaikan :”Man
tafaqqoha wa la tashowafa tafassaqo, wa man tashowwafa wa la tafaqqoha
tazandaqo, wa man tafaqqoha wa tashowwafa tahaqqoqo” (Barangsiapa beramal Al Fiqh tanpa bertasawwuf maka
menjadi fasiq. Barang siapa beramal tasawwuf tanpa Al-Fiqh maka jadi kafir zindiq.
Dan barang siapa beramal Al
Fiqh dan bertasawuf maka akan
menemukan Al Haqiqoh).
Orang mempelajari ilmu syari’at kemudian
bertasawuf akan memperkenalkannya dengan kehidupan dan perilaku para wali.
Karena memang merekalah guru-guru tauladan dari urusan ini. Oleh karena itu jika
akan melihat tasawuf dengan wajah yang bersih dan bercahaya maka mendekatlah
kepada para wali. Mereka yang tetap hidup setelah kematian fisiknya. Hidup
dengan kehidupan yang sebenar-benarnya, hanya saja kita tidak mampu
merasakannya karena indera ruhani kita mengalami sakit parah yang muncul dari
banyaknya dosa dan lupa kepada Dzat yang hidup dan menjadi sumber segala
kehidupan. Karena itulah saya tuliskan apa yang Alloh jatuhkan dalam hati saya
demi rasa cinta saya kepada mereka para auliya’ dan keinginan saya agar barokah
mereka menyebar kepada kaum dan saudara muslim saya.
Dengan memohon pertolongan Alloh dan hanya
kepada-Nya saya meminta..semoga kitab ini menjadi amal yang bersih dan menarik
kerelaan dan ampunan-Nya, bermanfaat untuk membuka hati saudara-saudara
saya..dan menarik cahaya penerang dalam jiwa mereka..sebagai berkah dari
bibit-bibit cinta kepada para auliya’ yang bersemi di dalamnya..dan semoga
menjadi amal jariyah yang berbuah kenikmatan sejati hingga besok berdirinya
hari pembalasan…Amin...
جعل الله هذا الكتاب جارية نفع به المسلمين الى يوم الدين ببركة اوليائه
المكرمين. و صلى الله على الهادى محمد سيد المرسلين و على اله وصحبه المنتخبين و
هو حسبى و نعم الوكيل لا حول ولا قوة الا بالله العلى العظيم و الحمد لله رب
العالمين
Jepara, April 2012
(Syifa’ul Fuad Al Ghoffar) Ditulis
ulang Oleh : Bambang Kiswanto,Cht,CNLP
Majlis Ta’lim
NURUL HUDA
SUBULASSALAM
Sendangsari Banjaran
Bangsri Jepara
WALIYULLOH ..?
Sungguh Rasululloh Muhammad saw adalah makhluq yang
menjadi tumpuan pandangan rahmat Alloh di seluruh alam semesta ini, baik di
dunia maupun akhirat. Demikian pula para ulama pewaris-pewaris beliau juga
mendapat kemuliaan sebagaimana kemuliaan beliau. Mereka itulah para wali-wali
kekasih Alloh. hamba-hamba yang menjadi tumpuan pandangan kasih sayang Alloh
dari seluruh perwujudan jagad raya. Merekalah pintu-pintu dari gedung-gedung
yang penuh berisi simpanan-simpanan Alloh yang berupa berbagai pemberian yang
indah-indah. Merekalah sungai-sungai yang mengalirkan air cahaya ilmu,
ma’rifat, dan akhlaq-akhlaq terpuji yang bersumber dari mata air ruhani yang
menyemburkan isi nan berlimpah tak pernah kering dalam semua zaman, bahkan
hingga ketika zaman telah tak berlaku lagi. Merekalah yang menjadi
cabang-cabang, dan ranting-ranting Al wasa’ith dari dahan pokok kayu Iman,
Islam, dan Ihsan.
Kumpulan para auliya adalah ibarat
sebuah pohon besar menjulang tinggi di langit penuh kerimbunan daun dan buah
beraneka warna serta memiliki pokok kayu yang menancapkan akarnya jauh ke dalam
bumi. Pokok pohon dengan akarnya yang kuat yang menjadi sumber dan penopang
dari seluruh bangunan pohon itu adalah Rasulullah Muhammad saw. Buminya adalah
Ilmu Alloh dan ahlaq ilahiyyah yang menampakkan dirinya dalam hamparan
ayat-ayat Al Qur’an dan Sunnah Nabi.
Mereka, para wali-wali itu adalah
tempat terbaik untuk singgah dan meminum air yang dalam perjalanan hidup dunia
yang penuh kepayahan ini. Agar kita mendapat penyegar ruhani yang kehausan dan
membutuhkan kesegaran kekuatan untuk menempuh jalan menuju Alloh Dzat Al
Maqsudul ‘a’dzom Dzat yang menjadi tujuan seluruh hidup dan kehidupan.
Merekalah pendekar-pendekar Alloh, yang diberikan
keahlian bela diri dan siasat memerangi hawa nafsu dan musuh yang sejati yaitu
syaitan dan seluruh bala tentara kegelapannya.
Mereka disebut dengan panggilan ‘Alamul anfas.
Panggilan ini bermakna meliputi seluruh waliyulloh. Mereka menduduki tempat
yang berbeda-beda di sisi Alloh dan memiliki hal-ahwal[2]
yang bermacam-macam. Sebagian ada yang mengumpulkan lebih dari satu derajat dan
hal bahkan keseluruhan itu. Ada
pula yang hanya mendapatkan satu derajat dan hal.
Sebagian dari mereka ada yang jumlahnya diketahui secara
terbatas tiap periode zaman, dan ada yang tidak diketahui secara pasti, bisa
banyak bisa pula sedikit. Masing masing dari mereka memiliki gelar dan
panggilan tersendiri yang membedakan tingkat kedudukan dan keistimewaan mereka
di sisi Alloh.
KEAGUNGAN
PARA WALIYULLOH
Para
wali, kekasih-kekasih Alloh adalah maksud tujuan dari penciptaan Alam semesta
beserta segala isinya. Artinya hanya hamba-hamba yang beriman, bertaqwa, dan
beramal sholih yang memiliki harga di hadapan Alloh, hanya merekalah yang ada
nilainya dalam pandangan Alloh. Selain mereka kedudukannya sama dengan
debu-debu yang beterbangan, sama nilainya dengan batu-batu yang berserakan, dan
tiada bedanya dengan kotoran-kotoran hewan dan sampah yang bergeletakan. Tidak
mendapat perhatian lebih, tidak terlintas khusus dalam ingatan. Sebab hanya
mereka para kekasih Allohlah yang mendapat karunia ilmu dan mengamalkannya
dengan sebenar-benarnya.
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah r.a[3]. :
Rasulullah shollallohu alaihi wasallam bersabda : Sungguh Alloh ta’ala
berfirman : “Siapapun yang memusuhi wali-Ku, maka benar-benar Aku akan
mengumumkan perang kepadanya. Tiadalah hambaku mendekatkan diri kepada-Ku
dengan sesuatu yang lebih aku cintai dibandingkan dengan perkara yang Aku
wajibkan padanya. Dan hamba-Ku tiada putus mendekatkan diri kepada-Ku dengan
amalan-amalan sunnah hingga aku mencintainya. Ketika Aku telah mencintainya,
maka jadilah Aku pendengaran, yang hamba itu akan mendengar dengannya, jadilah
Aku penglihatan, yang hamba itu akan melihat dengannya, jadilah Aku tangan,
yang hamba itu akan memukul dengannya, dan jadilah Aku kaki, yang hamba itu
akan berjalan dengannya. Sungguh jika hamba itu meminta kepada-Ku maka pasti
akan aku beri, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku maka pasti akan aku
lindungi. Dan tidaklah Aku banyak menimbang-nimbang sesuatu yang akan Aku
lakukan, lebih dari keinginan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang
membenci kematian padahal aku benci akan kejelekannya (jika terus hidup dengan
banyak maksiat)”. Hadis diriwayatkan oleh Imam Al Bukhori.
Dari Anas bin Malik dari
Nabi Muhammad SAW dari Jibril dari Penguasa Jibril yang Maha Mulia dan Maha
Agung, Dia berfirman : ”Siapapun yang merendahkan wali-Ku maka sungguh telah
berani berhadapan perang dengan-Ku. Dan tidaklah Aku berbalik-balik pikir
terhadap sesuatu yang akan aku lakukan lebih banyak dari keinginanku segera
mencabut nyawa seorang mukmin yang aku benci kejelekannya (bertambah banyak)
padahal kematian itu pasti akan mendatanginya. Sungguh ada sebagian
hamba-hambaku yang menginginkan suatu ibadah namun aku cegah darinya agar tidak
ada perasaan berbangga diri dalam dirinya, yang malah akan merusak seluruh
ibadahnya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang
bisa menyamai melakukan hal-hal yang aku fardhukan. Hamba-Ku akan terus-menerus
mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya.
Dan siapapun yang Aku cintai, maka jadilah Aku pendengaran, penglihatan,
tangan, dan yang menguatkannya. Dia memanggil, pasti Aku jawab. Memohon, pasti
Aku beri. Dia menginginkan kebaikan karena-Ku, pasti Aku akan menginginkan
kebaikan karenanya. Sungguh ada sebagian
dari hamba-Ku yang beriman, yang tidak bisa memperbaiki keimanannya kecuali
kefakiran, jika Aku luaskan keadaan hidupnya, maka rusaklah imannya. Ada pula sebagian hamba-Ku
yang tidak bisa memperbaiki keimanannya kecuali kekayaan, jika Aku jadikan dia
fakir, maka rusaklah imannya. Ada
pula sebagian hamba-Ku yang beriman, mereka ini imannya tidak akan bertambah
baik kecuali dengan penyakit, jika Aku sehatkan badannya, maka rusaklah imannya.
Ada pula
sebagian hambaku yang beriman, mereka ini imannya tidak akan baik kecuali
dengan kesehatan. Jika Aku berikan penyakit maka akan rusak imannya. Sungguh
Aku mengatur hamba-hamba-Ku berdasarkan pengetahuan-Ku pada hati-hati mereka.
Sungguh Aku ini Dzat yang Maha Mengetahui yang besar-besar dan Maha mengetahui yang
lembut-lembut[4].”
Imam Abdul Karim Al jazairiy
juga meriwayatkan hadis di atas secara lebih ringkas, dan di dalamnya terdapat
kata-kata :”Sungguh aku ini akan sangat cepat menolong wali-wali-Ku. Sungguh
Aku akan sangat murka karena mereka terhina, dengan kemarahan yang lebih ganas
dibandingkan harimau yang mengamuk.[5]”
Dari Anas bin Malik bahwa
Rasulullah SAW bersabda : “Sungguh ada sebagian dari hamba-hamba Alloh yang
jika bersumpah atas nama Alloh maka Alloh akan meluluskan sumpahnya.[6]”
Dari Atho’ bin Yasar, beliau
berkata : “Musa ‘alaihis salam berkata : “Ya Tuhanku. Siapakah
orang-orang terdekat-Mu yang engkau berikan keteduhan dalam keagungan Arsy-Mu
?” Alloh menjawab : “Mereka adalah orang-orang yang tangannya bebas dari segala
kedzaliman, hatinya bersih dari ahlaq tercela. Mereka adalah orang-orang yang
saling mencintai karena keagungan-Ku. Merekalah orang-orang yang ketika nama-Ku
disebut-sebut maka nama mereka turut disebutkan. Dan ketika nama mereka
disebut-sebut, Aku turut pula disebutkan. Aku selalu mengingat mereka.
Orang-orang yang menyempurnakan wudlu pada waktu-waktu yang teramat dingin.
Mereka kembali menuju tempat untuk
berdzikir kepadaku seperti keadaan burung-burung Nazar kembali ke sarangnya.
Orang-orang yang hidupnya diberi kecukupan dengan adanya ikatan kecintaan
kepada-ku, sebagaimana halnya bayi yang berkecukupan dengan adanya ikatan cinta
antar manusia. Mereka marah karena dirusaknya larangan-larangan-Ku seperti halnya
kemarahan seekor harimau ketika diganggu dan dimusuhi. [7]”
Dari Wahab bin Munabbih
berkata, ketika Alloh mengutus Musa dan saudaranya, Harun, kepada Fir’aun,
Alloh berfirman :”Janganlah engkau berdua ta’jub melihat harta perhiasan
Fir’aun dan keindahan yang diberikan kepadanya ! Janganlah mata kalian melihat
kepada semua itu, karena itu hanyalah kembang kehidupan dunia, perhiasan orang
yang berlebih-lebihan. Seandainya Aku berkehendak menghias kalian dengan
kehidupan dunia, agar Fir’aun mengetahui ketika melihatnya, bahwa segala
miliknya tidak mampu menandingi yang Aku berikan pada kalian, maka pasti akan
Aku lakukan. Namun Aku tidak menyukai yang demikian itu pada kalian, dan aku
akan menyempitkan dunia ini bagi kalian. Demikian pula yang akan aku lakukan
pada wali-wali-Ku, dan telah Aku pilih itu sejak dahulu (sebelum aku ciptakan
mereka). Sungguh Aku akan menggiring mereka menjauh dari kenikmatan-kenikmatan
dunia itu sebagaimana penggembala yang teramat menyayangi kambing-kambingnya
menggiring mereka menjauh dari tempat-tempat yang berbahaya. Sungguh Aku akan
menjauhkan mereka dari manis lezatnya kehidupan dunia sebagaimana penggembala
yang teramat menyayangi unta-untanya menjauhkan mereka dari tempat-tempat yang
menjerumuskan. Dan tidaklah yang demikian itu karena mereka termasuk
orang-orang yang remeh dan hina di sisi-Ku, namun agar mereka mendapat bagian
sempurna dari karomah-karomah-Ku, tetap utuh, tidak dipotong-potong oleh nikmat
di dunia dan tidak dikotori oleh kenikmatan-kenikmatan hawa nafsu. Dan
ketahuilah bahwasanya tidak ada seorangpun hamba yang memakai perhiasan lebih
indah dengan perhiasan-perhiasan dari sisi-Ku selain zuhud di dunia. Karena
zuhud di dunia adalah perhiasan orang-orang yang takut kepada-Ku. Mereka akan
dikenal dengan pakaian-pakaian pada jiwa mereka, berupa ketenangan dan khusyu’. Tanda-tanda mereka terlihat jelas
memancar dalam wajah-wajah mereka karena pengaruh dari sujud (kepada-Ku).
Mereka itulah wali-wali-Ku yang sesungguhnya dan sebenar-benarnya. Jika Engkau
bertemu mereka maka bentangkanlah kedua tanganmu, merendahlah pada mereka dengan hati dan
perkataan lisanmu, dan ketahuilah ! siapa saja yang meremehkan wali-Ku atau
menakut-nakuti mereka, maka sungguh telah menampakkan diri kepada-Ku dengan
perang, memutuskan hubungan dengan-Ku, menghadangkan dirinya di hadapan-Ku dan
memanggil diri-Ku untuk mencelakainya.
Padahal Aku ini teramat cepat dalam urusan menolong wali-Ku. Apakah orang yang
berhadapan perang dengan-Ku menyangka akan dapat menandingi Aku ? Apakah orang
yang bermusuhan dengan-Ku menyangka akan dapat melemahkan Aku? Apakah orang
yang berhadapan tanding dengan-Ku menyangkan akan dapat mendahului Aku atau
menghentikan Aku? Dan bagaimana (mereka dapat mencelakai wali-Ku?)…Padahal
Akulah yang menjadi pembela mereka di dunia dan akhirat. Tidak sekalipun aku
pasrahkan urusan ini kepada selain diri-Ku."[8]
Dari
Wahab bin Munabbih rahimahulloh beliau berkata : "Para
sahabat Al Hawariyyun bertanya :"Wahai Isa siapakah auliya'illah yang tidak ada ketakutan atas mereka dan tidaklah
mereka bersusah hati ?"
Isa
‘alaihis salam
menjawab : "Mereka adalah orang-orang
yang melihat kepada keadaan batin dunia[9] ketika orang-orang semua
melihat dzahir dunia[10] itu. Mereka adalah
orang-orang yang melihat kepada kesudahan dunia[11] ketika orang-orang hanya
memperhatikan ke-kini-an dunia[12] itu. Mereka membunuh
(keinginan akan hal-hal) dunia yang mereka khawatirkan hal-hal itu akan
mematikan (hati) mereka. Mereka meninggalkan hal-hal dunia yang mereka yakini
akan dapat meninggalkan mereka (dalam kerugian di akhirat). Maka kekosongan
tangan dari harta dunia itu bagi mereka adalah kekayaan. Dan (hanya karena)
mengingat akan harta dunia bagi mereka adalah rasa kehilangan. Dan kegembiraan
ketika memperoleh perhiasan dunia bagi mereka adalah kesusahan. Maka apapun yang ditawarkan kepada mereka
dari orang-orang yang memiliki harta-harta dunia itu akan mereka buang. Atau
ketinggian derajat dunia tanpa haq akan mereka rendahkan dan letakkan. Dunia
diciptakan di samping mereka, dan mereka tidak memperbaharuinya. Dunia runtuh
roboh di sisi mereka, dan mereka tidak membangunnya kembali. Dunia telah mati
dalam hati mereka dan tidak mereka hidupkan lagi. Memang mereka merobohkan
dunia itu dalam hati mereka untuk membangun di atas reruntuhan itu istana akhirat
mereka. Mereka menjual dunia mereka ditukar dengan kenikmatan yang abadi.
Mereka membuang (harta dan kenikmatan) dunia dan mereka bergembira karenanya.
Mereka menjual dunia dengan akhirat mereka dan mereka dengan perniagaan ini
mendapat keuntungan. Mereka melihat kepada ahli-ahli dunia, semuanya dalam
keadaan mabuk dan pingsan, sungguh telah tertimpa musibah besar. Hingga kemudian mereka hidup-hidupkan
mengingat kematian dan mereka mati-matikan mengingat-ingat kehidupan. Mereka
mencintai Alloh dan sangat menyukai berdzikir kepada-Nya. Mereka mencari
penerang dengan cahaya dzikir itu (dalam kegelapan dunia ini). Mereka memiliki
kebaikan yang teramat mengherankan. Dan di sisi mereka terdapat kebaikan yang
mengherankan. Dengan adanya merekalah Kitab (Alloh) tetap tegak, dan dengan
Kitab (Alloh)-lah mereka menegakkan hidup. Dengan (melukiskan) merekalah Kitab
(Alloh) membicarakan, dan dengan Kitab (Alloh)-lah mereka berbicara. Dengan
adanya merekalah Kitab (Alloh) diajarkan, dengan Kitab (Alloh)-lah mereka mendapatkan
ilmu. Mereka sama sekali tidak meyakini
telah memperoleh sesuatu dengan kemuliaan di sisi Alloh yang mereka peroleh
itu. Mereka sama sekali tidak meyakini rasa aman selain pengharapan mereka (akan belas kasihan Alloh). Dan tidak sama
sekali meyakini ada kekhawatiran selain dari perkara yang mereka takuti (akan
kejatuhan mereka dalam pandangan Alloh). Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad
bin Hanbal.[13]
GELAR PARA
AULIYA
SECARA UMUM
Alloh mengatur keteraturan makhluk di alam semesta ini
sebagai sebuah kerajaan, karena Alloh menyebut Dzatnya sendiri dengan Raja dari
sebuah kerajaan (al malikul mulki) dan Raja (al malik). Dan Alloh
menjadikan kesesuaian antara yang lahir dan batin. Sebagaimana halnya raja
sebuah kerajaan memiliki pembesar-pembesar, menteri-menteri, panglima perang,
prajurit, dan pegawai-pegawai yang diserahi tugas-tugas dalam kerajaan itu.
Demikianlah gambaran dari derajat-derajat auliya’ di sisi Alloh, sekedar
gambaran bukan keadaan sesungguhnya. Karena Alloh adalah Raja yang memiliki
kekuasaan mutlak, kemampuan sempurna, dan kemandirian mutlak. Alloh tidak
membutuhkan bantuan dari siapapun untuk menjalankan dan mengatur seluruh
kerajaan-Nya. Alloh memperlihatkan kedudukan para wali sedemikian rupa untuk
memperlihatkan kepada seluruh makhluk-Nya akan ketinggian derajat mereka di
sisi-Nya.
Anbiya’
Anbiya adalah
jama’ dari Nabi. Mereka adalah hamba-hamba pilihan yang diangkat
untuk menerima jabatan kenabian. Mereka adalah orang-orang yang dipingit oleh
Alloh untuk mengabdi pada-Nya. Mereka
terpilih untuk berkhidmah di hadirat-Nya. Mereka diistimewakan atas sekalian
hamba-hamba Alloh untuk senantiasa menghadirkan hati di hadrat ilahiyah.
Alloh
memberikan mereka syari’at untuk peribadatan mereka masing-masing kepada Alloh.
Namun mereka tidak diperintah secara wajib untuk menularkan kaifiyah ibadah itu kepada orang lain. Derajat kenabiyah (nubuwwah) adalah maqom khusus dan istimewa dalam derajat-derajat kewalian
(wilayah).
Nabi-nabi
itu menginjakkan kaki di atas jalan syari’at masing-masing yang diperintahkan
oleh Alloh. Alloh menghalalkan perkara-perkara bagi mereka, dan mengharamkan
perkara lain. Bagi sebagian nabi dihalalkan dan untuk nabi yang lain
diharamkan. Urusan halal dan haram ini khusus berlaku hanya pada mereka tidak
bagi yang lain. Karena memang demikianlah sifat dunia. Tempat kehidupan dan
kematian serta bala’ cobaan. Alloh berfirman alladzi kholaqol mauta wal hayata liyabluwakum ayyukum
ahsanu ‘amalan[14] (Alloh adalah Dzat yang mencipta kematian dan kehidupan
untuk menjatuhkan bala’ cobaan pada kalian, manakah di antara kalian yang lebih
baik amalannya.) di mana taklif atau beban
syari’at itulah yang dimaksud dengan bala’ atau coba’an dalam ayat di atas.
Rasul
Termasuk dalam golongan wali-wali adalah para
rasul. Mereka adalah hamba-hamba yang diangkat untuk menerima risalah (jabatan rasul). Mereka adalah Nabi-nabi yang di
utus kepada sekelompok kaum saja, atau kepada seluruh manusia. Dan yang kedua
ini hanya ada pada Muhammad saw.
Mereka
menyampaikan dari Alloh apapun yang diperintahkan untuk disampaikan. Alloh
berfirman : ya
ayyuhar rosulu balligh ma unzila ilaika min robbika[15] (wahai rasul sampaikanlah apa yang diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu) wa
ma ‘alar rosuli illal ballagh[16] (dan tidaklah terbeban kepada rasul selain banyak
menyampaikan). Derajat menyampaikan perintah dari Alloh inilah yang sebenarnya
ditekankan dari risalah
(kerasulan).
Menurut
Syaikh Muhyidin Ibnul Arobi pembicaraan mengenai derajat nubuwah dan risalah ini hanya berhak terpulang kepada Nabi atau Rasul
saja. Sebab tak ada pengetahuan dzauqiyah bagi seorang walipun mengenai maqom ini. Karena Alloh telah menutup pintu menuju ke sana dengan kemunculan Rasululloh dan Nabiyulloh Muhammad saw Nabi dan Rasul terakhir yang diutus
ke dunia.
Sebagai
gambaran keagungan ilmu para Nabi dan Rasul itu adalah sebuah riwayat yang
mengatakan bahwa seandainya keluasan ilmu-ilmu Alloh adalah lautan yang tak
bertepi, maka yang diberikan kepada Rasululloh Muhammad saw adalah satu kendi.
Dan yang beliau tablighkan serta ajarkan baik berupa makna ataupun lafadz barulah satu tetes dari air di dalam kendi
tersebut. Dan satu tetes itu terbagi ke dalam hati seluruh sahabat, ulama, dan
wali-wali dari umat beliau mulai derajat terendah hingga yang tertinggi. Subhanalloh.
As-Shiddiqin
Adalah hamba pilihan Alloh yang di angkat menerima
derajat Shidiqiyah. Alloh berfirman walladzina amanu billahi wa rusulihi ula’ika humus
shiddiquna[17] (orang-orang yang beriman kepada Alloh dan
rasul-rasul-Nya mereka itulah para wali shiddiqin).
Seorang
hamba Alloh disebut Shiddiq jika beriman kuat kepada Alloh dan Rasul-rasul-Nya
dari keterangan khabar yang sampai kepadanya mengenai itu. Kuatnya kepercayaan
dan keimanan itu tidak butuh dalil dan petunjuk lain kecuali cahaya iman yang
dicampakkan Alloh dalam hati mereka. Cahaya inilah yang mencegahnya dari
keragu-raguan mengenai kebenaran khabar si pembawa keterangan berita mengenai
Alloh dan rasul itu.
Ketika
mereka mendengar keterangan mengenai Alloh dan rasul-Nya, seketika itu pula
berpendar cahaya iman yang teramat terang dalam hatinya, tertancap kuat tanpa
diusahakan dan dibuat-buat. Benar-benar perbuatan Alloh yang maha rahman yang
telah memilih mereka.
Syaikh
Muhyidin Ibnul Arobi menyampaikan bahwa antara derajat Shiddiqiyah dan Nubuwah
Tasyri’iyyah tidak ada
lagi derajat lain yang menyelanya. Jadi seandainya si wali as-shidiq ini di naikkan derjatnya satu tingkat saja pastilah
dia seorang Nabi. Hanya saja siapapun yang mengaku mendapat maqom nubuwwah setelah diutusnya Rasululloh Muhammad saw, maka
dia kufur dan bohong. Namun di sana
ada sub derajat di bawah Maqom
Nubuwwah yaitu maqom Al Qurbah yang dimiliki oleh wali-wali al afrod yang keadaannya sama dengan malaikat karubiyun. Inilah yang dimaksudkan dengan sir yang tersimpan dalam hati Abu Bakr As-Shidiq. Dan
dengannya Abu Bakr mengungguli seluruh Sahabat Nabi. Karena tidak terdapat lagi
derajat ketiga di tengah Nubuwwah dan Shiddiqiyah. Oleh karena itu antara Abu Bakr as-Shidiq dan
Rasululloh saw tidak ada orang ketiga yang menjadi penengah. Karena Abu Bakr
adalah pemilik maqom
sir dan shidiqiyah pada masa itu.
As-Syuhada’
As-Syuhada’ adalah jama’ dari as-Syahid. Wali As-Syahid ini adalah hamba terpilih yang diangkat untuk
menyaksikan (Syahadah). Makna syahadah adalah sejalur dengan an-nadhru dan al-bashor. Jika an-nadhru adalah melihat dengan kedua mata kepala, dan al-bashor adalah melihat dengan mata batin yang ada di hati,
maka as-syahadah adalah melihat dengan seluruh anggota tubuh lahir
dan batin. Saking kuatnya makna melihat dalam As-syahadah hingga seolah orang yang melihat merasa melebur menjadi satu dengan
peristiwa atau sesuatu yang disaksikan itu.
Mereka
para wali as-syahid termasuk hamba-hamba terdekat. Mereka ahli merasakan
kehadiran diri dan jiwa bersama Alloh
dengan berlandasan pada ilmu mengenai Alloh. keadaan hati dan pikiran mereka
terhadap kehadiran Alloh dalam setiap waktu dan tempat ini sama dengan perasaan
yang dialami oleh para malaikat. Mereka adalah hamba-hamba yang dikarunia
limpahan ilmu ma’rifat yang bersih yang tertancap kuat menyatu dengan detak
jantung dan aliran darah. Alloh berfirman mengenai mereka : syahidallohu annahu la ilaha
illa huwa wal mala’ikatu wa ulul ‘ilmi qo’iman bil qisth[18] (Alloh menyaksikan bahwa tiada Dzat yang berhak
disembah selain Dia, dan juga para malaikat serta orang-orang yang diberikan
ilmu. (Hal demikian itu) tegak dengan adil.)
Dalam
ayat di atas Alloh mengumpulkan para wali As-syahid bersama para malaikat.
Mereka duduk bersama menyaksikan benar dengan seluruh bagian jiwa dan raga
kehadiran Alloh yang benar-benar tak ada Dzat yang maujud secara hakiki
melainkan Dia.
Mereka
adalah ahli-ahli tauhid yang menyaksikan kehadiran ilahi dan mendapat
pertolongan azaliyah. Keadaan hal-ahwal mereka teramat mengherankan. Dan
urusan mereka ini benar-benar ghorib.
Mereka adalah ulama-ulama
billah yang memiliki
ilmu tentang Alloh dan ilmu itu mengantar mereka benar-benar mengenal
(ma’rifat) dan menyaksikan Alloh. mereka memiliki keimanan yang kuat seiring
pertambahan ilmu mereka.
Mereka
berada dalam tingkatan ketiga setelah anbiya’, dan shiddiqin. Wali shiddiqin
lebih sempurna cahayanya dibanding wali syuhada’ karena tauhid wali shiddiqin
bersumber dari cahaya iman di hati mereka. Sedang tauhid wali syuhada’
bersumber dari ilmu bukan dari iman. Namun demikian, walaupun wali syuhada
berada di bawah wali shiddiqin dalam tingkatan keimanan, namun lebih unggul
dalam tingkatan keilmuan.
As-Sholihin
Alloh mengangkat mereka untuk diberikan kesalehan.
Alloh menjadikan mereka menduduki derajat ke empat setelah wali-wali
as-syuhada’. Bahkan tiada seorang Nabi pun melainkan disebutkan bahwa beliau
ini hamba yang sholih dan berdoa agar dimasukkan golongan sholihin dalam
keadaan yang telah menjadi Nabi. Hal ini menunjukkan bahwa derajat kesalehan
adalah kedudukan khusus dalam sifat-sifat kenabian.
Kesalehan
ini terkadang diberikan kepada hamba-hamba yang bukan Nabi, wali Shiddiqin,
atau wali Syuhada’. Kesalehan para Nabi adalah sebagian hal yang mengiringi
dengan mereka sejak awal permulaan umur mereka.
Tanda-tanda
wali sholihin adalah seseorang yang tidak terdapat cela dalam amal-amal mereka,
keimanan, dan apapun yang datang dari sisi Alloh. Jika terdapat cela maka
batallah kesalehan itu. Kesalehan seperti inilah yang disukai oleh para Nabi.
Karenanya setiap hamba Alloh yang tidak terdapat cacat dan cela dalam keyakinan
keimanannya (shiddiqiyah) maka termasuk wali sholih. Yang tidak memiliki
cela dalam penyaksiannya terhadap Alloh (syahadah) maka termasuk pula wali
sholih.
Wali-wali
sholihin ini benar-benar berdiri dalam jalur syari’at baik lahir maupun batin
dengan semestinya dan dengan baik. Memenuhi hak-hak Alloh dan hak-hak sesamanya
dengan semestinya. Berkhidmah kepada Tuan segala Raja dengan sepantasnya.
Subhanalloh.
Al Muslimin dan Al
Muslimat
Sebagian dari para wali ada yang dipanggilkan
dengan sebutan wali muslim atau wali muslimah. Mereka adalah hamba-hamba yang
diberikan pengangkatan untuk menerima Al-Islam. Yaitu ketundukan khusus kepada
apapun yang datang dari sisi Alloh. Tidak lain. Ketika seorang hamba memenuhi
seluruh kewajiban dalam agama Islam beserta seluruh syarat-syarat di dalamnya
maka dia termasuk wali muslim. Kewajiban di sini terdiri dari
kewajiban-kewajiban agama yang lahir seperti rukun islam yang lima, berbuat adil, menjauhi haram dan
kewajiban batin seperti bersabar, bersyukur, dan akhlaq terpuji lain.
Nabi
memberikan gambaran mengenai keadaan wali Muslim dengan sabda beliau :Al Muslimu man salimal
muslimuna min lisanihi wa yadihi[19] (seorang Muslim adalah orang yang seluruh muslimin
selamat dari (kejelekan) lisan dan tangannya). Artinya seluruh muslimin dari
segala hal yang bisa dilakukannya pada mereka berupa tindakan apapun yang tidak
diajarkan dalam Islam atau yang melampaui batas-batas yang telah digariskan
oleh Alloh. demikian pula lisannya tidak pernah menimbulkan sakit hati, atau
menyakiti perasaan muslimin manapun. Inilah pertanda hamba Alloh yang Muslim.
Al Mukminin dan al
Mukminat
Sebagian dari wali-wali Alloh adalah al mukminin
dan al mukminat (orang-orang yang memiliki kesempurnaan iman baik laki-laki
maupun perempuan). Mereka diangkat derajatnya oleh Alloh dengan keimanan yang
sempurna. Benar-benar amal-amal, perkataan, dan hal-hal yang diyakininya
berdasar kepada iman. Mereka sholat bukan karena mereka tahu bahwa sholat itu
adalah kewajiban atau berpahala, namun didorong oleh keimanan mereka kepada
Alloh. mereka berdzikir dan berkata yang baik bukan karena dorongan pahala atau
maksud apapun selain hanya iman di dada mereka. Mereka meyakini azab dan siksa
kubur bukan dengan alasan apapun selain cahaya iman di hati mereka.
Al
mukmin adalah orang yang perkataan dan perbuatannya sesuai dengan keyakinannya
dalam perbuatan dan perkataan itu. Karena inilah Alloh berfirman mengenai
mereka : nuruhum
yas’a baina aidihim wa bi aimanihim[20] (cahaya mereka berjalan di depan dan kanan kirinya),
yaitu cahaya amal sholih yang mendahului dan mengitari mereka di sisi Alloh.
mereka inilah orang-orang yang dijanjikan Alloh akan mendapat ampunan dan
pahala yang sangat besar.
Rasululloh
saw bersabda : al
mukminu man aminahun nas ‘ala amwalihim wa anfusihim[21] (al mukmin adalah orang memberikan rasa aman pada
harta-harta dan pribadi seluruh manusia). Nabi saw juga bersabda : al mukminu man amina jaruhu
bawa’iqohu[22]
(al mukmin adalah
orang yang seluruh tetangganya merasa aman dari segala hal-hal buruk pada
dirinya). Dalam hadis ini perbuatan baik seorang mukmin yang bisa memberikan
rasa aman itu tidak dibatasi oleh Rasululloh
saw pada sesama muslim orang yang seiman saja, melainkan seluruh jenis
manusia (all man kind) dan semua yang bertetangga dengannya merasakan buah
manis budi pekertinya. Sedang dalam sabda beliau mengenai Muslim, rasa aman itu
terbatas pada orang yang seiman saja.
Al
mukmin yang dikehendaki dalam istilah para penempuh jalan menuju Alloh memiliki
dua ciri khusus. Pertama adalah hal-hal gaib baginya telah menjadi seperti
hal-hal yang terlihat jelas, dalam hal tak ada keraguan sedikitpun mengenainya.
Kedua adalah keimanan itu memunculkan pengaruh keamanan bagi seluruh isi alam.
Hingga mereka aman dari gangguan atau perusakan terhadap harta, keluarga, dan
diri mereka yang muncul dari si mukmin ini. Jika dua ciri ini atau salah
satunya tidak terdapat pada seseorang yang mengaku mukmin maka dia bukanlah
termasuk wali al mukmin yang dikehendaki dalam pembahasan kita ini.
Al Qonitin dan Al
Qonitat
Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang
diberikan pertolongan oleh Alloh untuk berada dalam ketatan (al Qunut). Mereka
tunduk taat kepada Alloh dalam segala hal yang diperintahkan dan dicegah.
Alloh. Alloh berfirman : wa
qumu lillahi qonitin[23] (dan berdiritegaklah kalian karena Alloh dalam
keadaan qunut) artinya dalam keadaan taat. Alloh berfirman wal qonitin wal qonitat (dan laki-laki yang taat dan perempuan-perempuan yang taat)
Sayyid
Muhyidin Muhammad Ibnul Arobi berkisah :”Pada suatu ketika aku berkumpull
bersama dengan hamba Alloh yang saleh yaitu Haji Mudawar Yusuf Al Ustuji. Dia
tidak bisa membaca dan menulis. Namun dia termasuk orang yang memutuskan
hubungan dunianya untuk beribadah kepada Alloh dan termasuk orang yang
bercahaya penglihatan batinnya.
Kebetulan di depan pintu ada seorang peminta-minta yang berkata :”Wahai
penghuni rumah… siapakah yang akan memberi sesuatu padaku karena Alloh”.
Kemudian seorang laki-laki membuka kantong uangnya, dan mencari-cari potongan
dirham yang kecil untuk diberikan kepada peminta-minta tersebut. Haji Mudawar
bertanya kepadaku :”Wahai syaikh apakah engkau tahu apa yang sebenarnya
dicari-cari oleh si pemilik dirham tadi ?” Aku menjawab :”Tidak…” kemudian
dijawabnya sendiri pertanyaan tadi :”Orang tadi menimbang-nimbang kedudukan dan
nilai dirinya di hadapan Alloh…karena si pengemis meminta atas nama Alloh dan
diberikannya potongan dirham yang kecil, maka sekecil dan seringan itu pula
nilai dan harga dirinya di hadapan Alloh.”
Akan
tetapi syarat ketaatan yang termasuk dalam amalan wali al qonitin ini adalah ketaatan yang dimunculkan oleh dorongan
kesadaran bahwa dia adalah hamba Alloh, yang telah semestinya seorang budak
mentaati Tuannya yang maha mulia nan perkasa. Bukan ketaatan yang didorong oleh
keinginan mendapat pahala yang dijanjikan oleh Alloh bagi siapapun yang
mentaatinya.
As-Shodiqin dan
As-Shodiqot
Termasuk waliyulloh adalah as-Shodiqin (laki-laki
yang jujur membenarkan janji Alloh) dan as-shodiqot (perempuan yang jujur
membenarkan janji Alloh). Mereka adalah hamba yang diangkat derajatnya oleh
Alloh dan dikaruniai kejujuran dalam seluruh perkataan dan hal-ahwal keseharian
mereka. Alloh berfirman : rijalun
shodaqu ma ‘ahadulloha alaihi[24]
(…orang-orang yang benar-benar
menyatakan apa yang mereka janjikan kepada Allloh).
As-Shobirun dan
As-Shobirot
Mereka adalah wali-wali yang ahli bersabar. Alloh
mengangkat derajat mereka dengan memberikan kesabaran. Mereka adalah
orang-orang yang menahan diri untuk selalu bersama Alloh dalam ketaatan tanpa
batas waktu. Karenanya Alloh memberikan balasan ketaatan mereka dengan pahala
tanpa hitungan.
Kesabaran
wali-wali ahli as-shobirun ini memenuhi seluruh tempat dan keadaan yang memang
menuntut seorang hamba untuk bersabar. Tanpa kecuali, benar-benar berdiam di
hadapan Alloh dalam keadaan sabar. Sebagaimana mereka bersabar memaksa nafsu
mereka untuk selalu melakukan perintah-perintah Alloh, maka mereka pun juga
bersabar dalam menahan nafsu mereka agar meninggalkan larangan-larangan Alloh,
baik yang lahir maupun batin.
Mereka
itulah yang ketika diberikan cobaan dan ujian-ujian musibah senantiasa menahan
nafsu dan dirinya dari berkeluh kesah dan meminta kepada selain Alloh untuk menghilangkan
atau meringankan musibah-musibah tersebut. Baik jalan meminta doa orang lain
atau syafa’at dari hamba-hamba pilihan Alloh. dan tidaklah merusakkan kualitas
kesabaran ini dengan meminta tolong kepada Alloh untuk menghilangkan musibah
mereka. Namun permintaan ini hanyalah kepada Alloh saja.
Termasuk
pembesar wali-wali as-shobirun ini adalah Nabi Ayyub ‘alaihis salam.
Beliau dalam keadaan musibah yang demikian berat, sedikitpun tidak pernah
kendor dari peribadatan kepada Alloh dan tidak pernah sedikitpun melakukan
hal-hal yang dilarang oleh Alloh. beliau tidak pula mengeluhkan tentang musibah
itu walupun kepada istri sendiri. Beliau hanya meminta kepada Alloh saja, dan
dengan bahasa yang teramat santun “robbi
inni massaniyad dhurru wa anta arhamur rohimin”[25] (wahai Dzat yang memiliki diriku…sesungguhnya aku
terkena musibah..dan Engkau adalah Dzat yang paling berbelas kasih dari semua
yang memiliki belas kasihan..). Dalam kalimat-kalimat ini terdapat usaha beliau
untuk mencari terangkatnya musibah, dan menampakkan keadaan musibah itu kepada
Alloh yang memiliki diri beliau. Kemudian Alloh menjawab doa Nabi Ayyub dan
menghilangkan musibah tersebut. Namun Alloh juga tetap memujinya sebagai hamba
yang bersabar. Alloh berfirman “inna
wajadnahu shobiron ni’mal abdu innahu awwab[26]” (sungguh Aku menjumpainya dalam keadaan bersabar.
(Ayyub) adalah sebaik-baiknya hamba. Sungguh dia orang yang banyak kembali
(kepada-Ku)).
Dalam
kasus ini Alloh memuji Nabi Ayyub ‘alaihis salam dengan tiga predikat
sekaligus, yaitu :
- Sebagai hamba yang bersabar.
- Hamba yang mampu berlaku sebagaimana layaknya seorang hamba dengan sebaik-baiknya.
- Orang yang banyak kembali kepada Alloh dalam ujian musibahnya.
Seandainya berdoa memohon terangkatnya musibah
seperti Nabi Ayyub itu berlawanan dengan kesungguhan bersabar, pastilah Alloh
tidak memujinya dengan seperti itu.
Bahkan
menurut Syaikh Muhyiddin Ibnul Arobi,
termasuk su’ul
adab (jeleknya tata
krama) dengan Alloh adalah ketika seorang hamba tidak mau berdoa meminta agar
musibah itu diangkat dari dirinya. Karena dalam munajat doa memohon diangkatnya
bala’ musibah itu terdapat keringanan dari menahan tekanan kekuasaan ilahi. Dan
memohon keringanan adalah menampakkan sifat lemah dan ketidakberdayaan.
Sementara lemah dan ketidakberdayaan inilah yang sepantasnya dikenakan seorang
hamba di hadapan Tuan-nya yang maha kuat dan perkasa.
Seorang
yang benar-benar mengenal Alloh akan berkata :”Bahwasanya Alloh membuatku
didera rasa lapar agar aku menangis, dan memperlihatkan kelemahanku.” Maka walaupun
sebenarnya masih ada kekuatan sabar untuk menahan cobaan ini, seorang yang
mengenal Alloh dengan baik tetap akan melarikan diri menuju kelemahan diri dan
ketidakberdayaannya dan memakai adab yang baik dengan memperlihatkan
ketidakberdayaan seorang hamba itu ketika Alloh memperlihatkan tanda-tanda
keagungan-Nya sebagai Raja dan Tuan atas dirinya dengan menjatuhkan bala’ dan
musibah tersebut.
Karena
kekuatan dan keteguhan hanyalah milik Alloh semata. Maka seorang hamba yang
mengenal Alloh akan meminta kepada Dzat yang memiliki dirinya agar
menghilangkan bala’ musibah yang sedang menimpa itu, atau meminta perlindungan
agar tidak turut terkena imbas ketika ada persangkaan mengenai jatuhnya musibah
tersebut. Hal seperti ini sama sekali tidak merusak ridho terhadap qodho’
Alloh. karena hal terjadinya musibah yang dialami itu adalah realita dari
keputusan Alloh. Maka ketika musibah itu kita alami, kita ridho dengan
keputusan Alloh menjatuhkan musibah pada diri kita, namun ketika itu juga kita
menemukan diri ini lemah tidak berdaya dan meminta kepada Alloh pula agar
musibah ini segera berlalu dan agar dibukakan hikmah dalam hati. sedang
terjadi. Inilah yang disebut hamba yang ridho dan sabar. Bukankah Dzun Nun Al Mishri pernah berkata :
“As-Shobru
al isti’anah billah” (kesabaran
itu adalah meminta tolong kepada Alloh).
Al Khosyi’un dan Al
Khosyi’at
Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat
derajatnya untuk menerima kekhusyu’an ketundukan. Mereka adalah orang-orang
yang dikuasai oleh perasaan hina seorang hamba di hadapan Tuan-nya yang maha
mulia. Mereka adalah orang-orang pilihan yang menerima penampakan sifat
kekuasaan ketuhanan Alloh di dunia. Hingga tidak ada perasaan berharga
sedikitpun dalam jiwa mereka. Perasaan wali-wali ahli khusyu’ ini selalu
dikuasai ketidakberhargaan. Mereka tidak bisa merasakan bahwa diri mereka
adalah sesuatu yang ada nilainya. Karena mereka selalu merasakan kemuliaan
keagungan Alloh di manapun mereka berada. Dan perasaan hina nan tak berharga
ini memancarkan cahaya yang menampakkan wujud dalam kekhusyu’an anggota lahir
mereka di manapun berada.
Al Mutashoddiqun dan Al
Mutashodiqot
Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat
derajatnya untuk menerima pakaian kedermawanan Alloh dalam hati masing-masing. Hingga
kemudian menampakkan wujud dalam banyaknya sedekah yang keluar dari tangan
mereka.
Mereka
adalah orang-orang yang telah tidak memiliki ketergantungan sedikitpun kepada
harta dunia atau apapun selain Alloh. Bagi mereka pertolongan Alloh lebih dari segala-galanya
dan mencukupi segalanya. Hingga kemudian Alloh benar-benar memperlihatkan
kepada dunia kemuliaan mereka, dengan merendahkan dunia itu di bawah telapak
kaki mereka. Alloh menjadikan mereka sebagai pengganti-Nya dalam menangani
urusan dan perkara-perkara yang banyak dibutuhkan oleh makhluk-makhluk-Nya.
Maka Alloh membuat orang-orang itu menjadi butuh terhadap mereka karena
kekayaan hati mereka dengan kecukupan Alloh.
As-Sho’imun dan
As-Sho’imat
Ini adalah wali-wali Alloh, laki-laki dan perempuan
yang diangkat derajatnya untuk menerima pakaian menahan diri (al-imsak) dari-hal-hal yang membatalkan dan merusakkan
pahala puasa baik yang lahir maupun batin. Mereka menahan diri dengan selalu
berpuasa demi mencari derajat yang luhur di sisi Alloh. Benar-benar orang-orang
yang ahli menahan jiwa dan anggota tubuh karena Alloh, hingga kemudian hanya
Alloh yang mengetahui kadar balasan amal mereka dan memberikannya sendiri.
Subhanalloh.
Al-Hafidzun li
hududillah wal hafidzot
Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat
derajatnya untuk menerima perlindungan ilahi. Hingga dengan perlindungan dari
sisi Alloh itu mereka dapat menjaga diri mereka dari apapun yang semestinya
mereka jauhi. Mereka senantiasa menjauh dari batas-batas larangan Alloh, apapun
itu wujudnya.
Mereka
ini terbagi ke dalam dua tingkatan, yaitu umum dan khusus. Yang pertama adalah
yang senantiasa menjauhi batas-batas larangan Alloh dan berdiri di atas
peraturan-peraturan-Nya (al-hafidzuna
li hududillah). Ini adalah
golongan yang umum. Yang khusus dari mereka adalah orang-orang yang menjaga
farji-farji mereka dari segala hal kecil dan besar yang bisa menarik
kemarahan-Nya (al-hafidzuna
li furujihim).
Ad-Dzakirunalloha
katsiron dan Ad-Dzakirot
Wali-wali yang banyak sekali berdzikir kepada Alloh.
Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat derajatnya untuk menerima
ilham dzikir agar mereka mengingat Tuan mereka dan Dia mengingat mereka.
Alloh
berfirman “fadzkuruni
adzkurukum[27]” (maka ingatlah kalian kepada-Ku, pasti Aku akan
mengingat kalian). Alloh mengakhirkan dzikir-Nya terhadap hamba dan
mendahulukan menyebut dzikir mereka terhadap diri-Nya. Dalam hadis qudsi Alloh
berfirman “man
dzakaroni fi nafsihi dzakartuhu fi nafsi, wa man dzakaroni fi mala’in
dzakartuhu fi mala’in khoirin minhu[28]” (barang siapa mengingat menyebut diri-Ku dalam
hatinya maka aku mengingat menyebutnya dalam Dzat-Ku, dan barang siapa menyebut
mengingati-Ku pada sebuah kumpulan maka aku menyebut mengingatnya dalam
kumpulan golongan yang lebih baik dari itu). “Man taqorroba ilayya syibron taqorrobtu ilaihi dziro’an[29]” (Barang siapa mendekat kepada-Ku sejengkal maka
aku mendekatinya sedepa). Dalam Al Qur’an Dia berfirman :”Fattabi’uni yuhbibkumullohu[30]” (maka ikutilah aku (Rasululloh) pasti Alloh akan
mencintai kalian).
Dzikir
kepada Alloh (dzikrulloh) adalah derajat hati yang paling tinggi. Wali yang
ahli dzikir adalah yang paling tinggi derajatnya dibanding siapapun yang
menempati semua maqomat selain maqom
dzikrulloh.
At-Ta’ibuna, At-Ta’ibat
dan At-Tawwabuna
Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang
bertaubat serta orang-orang yang banyak bertaubat. Itulah hamba-hamba yang
diangkat derajatnya hingga selalu bertaubat (kembali) kepada Alloh dalam segala
keadaan. Orang yang bertaubat (at-ta’ib) adalah hamba yang kembali kepada Alloh
dari keadaannya menentang perintah dan
larangan-Nya baik yang lahir atau batin, kecil atau besar, yang jelas atau yang
samar.
Keadaannya bagaikan orang yang
kembali ke dalam benteng perlindungan raja nan perkasa setelah tadinya berada
di luar lingkungan benteng yang penuh bahaya. Sang Raja pemilik benteng telah
menurunkan titah agar tidak seorangpun dari rakyatnya keluar dari lingkungan
benteng itu. Orang yang bertaubat adalah orang yang keluar kemudian kembali
lagi ke dalam lingkungan benteng. Mereka ini adalah wali-wali yang dikasihi
Alloh berdasarkan keterangan Al Qur’an yang mulia.
Al Mutatohirun
Wali-wali yang ahli membersihkan diri. Mereka
diangkat derajatnya oleh Dzat yang maha bersih untuk selalu membersihkan diri. Alloh berfirman “innalloha yuhibbut tawwabina wa yuhibbul mutatohhirin[31]” (sungguh Alloh mencintai hamba-hamba yang banyak
taubat (kembali pada-Nya) dan hamba-hamba yang ahli membersihkan diri).
Ketahuilah
! Bahwa ahli membersihkan diri di jalan Alloh ini adalah hamba-hamba yang
termasuk auliya’illah. Hamba yang ahli membersihkan diri ini adalah
orang yang selalu membersihkan dirinya dari segala sifat yang menghalanginya
untuk masuk ke hadirat Tuhannya. Baik itu sifat yang lahir maupun batin. Karena
inilah untuk melakukan sholat disyari’atkan bersuci karena sholat adalah
memasuki hadirat Alloh untuk berbisik-bisik kepadanya.
Keadaan
suci ini terbagi kepada tiga bagian, yaitu
- Kesucian pakaian dan tempat dari najis atau memperolehnya dengan jalan haram atau syubhat.
- Kesucian badan dari najis, hadas besar atau hadas kecil, dan kemasukan makanan haram.
- Kesucian hati dari segala akhlaq dan budi pekerti, prasangka, keinginan, dan bisikan-bisikan hati yang buruk dan tercela.
Al Hamidun
Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang ahli
memuji kepada Alloh. Alloh mengangkat derajat mereka dengan memperlihatkan
akhir urusan segala sesuatu yang menyebabkan mereka mengungkapkan puji-pujian.
Mereka adalah ahli mengetahui akhir dari segala urusan (ahli ‘awaqibil umur).
Wali
ahli memuji Alloh ini adalah hamba yang melihat terdapat pujian secara mutlak
pada lisan seluruh isi alam semesta benar-benar kembali dan bermuara kepada
Alloh. baik yang mengeluarkan pujian itu para hamba yang termasuk ahlillah atau bukan. Baik yang dipuji itu memang jelas
terang Alloh sendiri atau hal lain yang dipandang pantas dipuji menurut
kebanyakan orang. Karena bagi mereka, pada akhirnya semua pujian itu terlihat
tertuju kepada Alloh tidak pada yang lain.
Alloh
membanggakan para auliya ahli memuji ini dengan sebutan orang-orang yang
diperlihatkan akhir dari segala perkara ketika pertama kali mereka bertemu atau
melihat perkara tersebut. Hingga kemudian mereka mengeluarkan pujian yang
pantas dan sesuai dengan akhir urusan yang baik itu, walaupun pada awalnya
terlihat tidak sesuai untuk dipuji. Seperti
contoh wali ini bertemu dengan seorang pemabuk yang dalam ilmu Alloh dia
termasuk kedalam orang yang dikaruniai taubat nasuha
dan menjadi seorang alim nan wira’iy. Pada waktu bertemu itu pula si wali tidak akan
mencela si pemabuk, bahkan dia akan memanggilnya dengan “Wahai fulan yang alim
dan wira’iy, takutlah engkau kepada Alloh !! Alhamdulillah…..Sungguh bahagia aku bertemu denganmu”. kata-kata
ini mengandung dua pujian sekaligus dan sama sekali tidak bernada mencela.
Wali
ahli memuji ini tidak menerima hal apapun dari Alloh kecuali yang keluar dari
lisannya adalah pujian. Walaupun perkara itu tidak enak dan tidak baik dalam
pandangan manusia pada umumnya. Ini karena mereka benar-benar dikaruniai
penglihatan mengenai akhir segala hal yang datang pada mereka itu, yang
semuanya memang berhak mendapatkan pujian karena datang dari Alloh Dzat yang
pantas untuk dipuji segala tindakan dan perbuatannya. Allohu akbar.
As-Sa’ihun
Para pengembara. Inilah wali-wali Alloh laki-laki dan
perempuan yang ahli menapaki punggung bumi. Nabi Muhammad SAW bersabda “Siyahatu ummati al jihadu fi
sabilillah”[32] (pengembaraan umatku
adalah jihad fi sabilillah). Mengembara yang dimaksud di sini adalah berjalan
di penjuru bumi untuk mengambil ibarat dengan melihat peninggalan-peninggalan
zaman yang lampau dan peninggalan umat-umat terdahulu.
Pengembaraan
ini menjadi istimewa karena para ahli ma’rifat mengetahui bahwa bumi merasa
bangga karena dzikrulloh
yang dilakukan di atasnya.
Dan mereka ahli mendahulukan dan memenuhi hak-hak ‘orang lain’. Mereka melihat bahwa daerah yang ramai di
bumi pasti terdapat orang yang berdzikir kepada Alloh di situ dari golongan
orang awam maupun orang khos. Namun di daerah-daerah yang jauh dari keramaian,
di pelosok-pelosok hutan, dan tempat-tempat yang sulit dijangkau tidak terdapat
manusia yang berdzikir kepada Alloh di sana.
Oleh karena itu sebagian orang yang ahli ma’rifat melakukan pengembaraan untuk
berdzikir kepada Alloh sebagai sodaqoh mereka kepada tempat-tempat yang tidak
akan mau bersusah-susah mendatanginya kecuali orang-orang seperti mereka.
Mereka menuju tepi-tepi laut,
pelosok-pelosok hutan, kedalaman jurang-jurang, sela-sela gunung, gua-gua, dan
jalan-jalan sempit nan sulit di dataran-dataran tinggi. Mereka menuju
tempat-tempat itu dalam keadaan berdzikir dan untuk berdzikir. Mereka
mendatangi tempat-tempat yang ditinggali orang-orang kafir. Yaitu bumi Alloh
yang menangis karena tidak ada orang yang mentauhidkan-Nya dan beribadah
kepada-Nya di situ. Mereka datang dalam keadaan berdzikir dan untuk berdzikir.
Oleh karena itulah Rasululloh
SAW menjadikan pengembaraan mereka sebanding dengan jihad fi sabilillah. Sebab bumi yang tidak pernah digunakan untuk
mentauhidkan Alloh dan beribadah kepada Alloh akan lebih bersusah dan sedih
dibandingkan bumi yang ramai ditempati orang-orang yang berdzikir dan
mentauhidkan-Nya. Untuk menggemakan dzikrulloh di bumi orang-orang kafir inilah yang menjadi
kelebihan jihad memerangi dan membunuh
mereka. Memenggal leher orang-orang
kafir dan mengusir mereka dari bumi-bumi Alloh dalam keadaan berdzikir kepada
Alloh adalah yang paling utama dibandingkan hanya mengembara saja tanpa
berperang. Namun berperang tanpa berdzikir bukanlah ibadah namun kejahatan.
Karena maksud sesungguhnya dari jihad perang dan pengembaraan itu adalah
menggemakan dan meninggikan kalimatillah di tempat-tempat yang penuh dengan kedurhakaan dan
ritual-ritual agama kafir. Mereka yang bersungguh-sungguh melakukannya adalah
wali-wali as-sa’ihun (para pengembara).
Syaikh Muhyidin Ibnul Arobi
berkata :”Aku pernah bertemu dengan salah satu pembesar mereka yaitu Yusuf al
Maghowiriy al-Jala’. Seorang pengembara yang berperang di tanah-tanah kafir 20
tahun lamanya. Dan seorang pemuda yang berjaga di benteng Jilma’iyah yang bernama Ahmad bin Hammam As-Syaqoq dari
Andalus. Tumbuh sejak kecil dalam ibadah kepada Tuan-nya. Dan termasuk pembesar
para auliya’ dalam umurnya yang masih begitu muda. Dia memutuskan hidupnya
hanya untuk Alloh dengan menjaga perbatasan jilma’iyah dari gangguan orang-orang kafir sejak usia belum baligh. Dan
terus-menerus seperti itu hingga meninggal dunia. Semoga Alloh memberikan ridho
kepada mereka.”
Ar-Roki’un
Alloh
menyebut keadaan mereka di dalam Al-Qur’an dengan ar-roki’un (orang-orang yang ahli ruku’). Ruku’ yang dikehendaki di sini adalah
tawadlu’ kepada Alloh. mereka adalah wali-wali yang ruhaninya senantiasa dalam
keadaan
ruku’ karena tawadlu’ dalam penyaksian mereka terhadap keagungan dan
kemuliaan Alloh yang terhampar dalam hidup dan seluruh jenis kehidupan.
As-Sajidun
Hamba-hamba yang ditinggikan derajatnya di sisi
Alloh dengan hati dan jiwa yang senantiasa dalam keadaan sujud. Walaupun badan
mereka melakukan aktifitas kemanusiaan pada umumnya namun batin dan jiwa mereka
bersujud di hadrat
ilahiyah Tidak pernah
sekalipun mereka mengangkat kepala dari ruh mereka yang bersujud itu baik
ketika di dunia atau di akhirat. Ini adalah keadaan yang teramat dekat dengan
Alloh. Karena sujudnya hati dan jiwa hanya disebabkan oleh merasakan panampakan
keagungan Alloh dan musyahadah yang di alaminya.
Alloh
berfirman “wasjud
waqtarib”[33]
(dan sujudlah
engkau serta mendekatlah). Kedekatan yang dimaksud di sini adalah kedekatan
untuk memulyakan, kebaktian, dan kedekatan sebagai anugerah. Sebagaimana
seorang raja yang berkata kepada orang yang masuk dan memberikan penghormatan
dengan bersujud di depannya. Maka kemudian raja itu berkata : “dekatkanlah
orang itu ! Dekatkanlah dia !” hingga sampai pada batas kedekatan tertentu yang
diinginkan oleh sang Raja. Inilah kedekatan yang dimaksudkan dalam firman Alloh
“waqtarib” yang di anugerahkan ketika seorang hamba dalam
keadaan sujud. Perintah mendekat ini merupakan isyarat bahwa Alloh Sang Maha
Raja telah menyaksikan hamba yang bersujud di hadirat-Nya. Isyarat bahwa hamba
itu telah benar-benar di hadapan-Nya. Dan perintah “Mendekatlah” ini
diucapkan-Nya untuk lebih menguatkan dan menambah kedekatan tersebut.
Sebagaimana di katakan Alloh dalam Hadis Qudsi “man taqorroba ilayya syibron taqorrobtu minhu dziro’an[34]” (barangsiapa mendekat kepada-Ku sejengkal maka aku
mendekat darinya sedepa).
Jika
mendekatnya seorang hamba dilakukan karena adanya perintah ilahi, maka akan
bernilai lebih agung dan lebih sempurna dalam kebaktian dan pemulyaannya.
Karena hamba ini mengikuti perintah Tuannya atas dasar memaham yang muncul dari
mukasyafah. Inilah dia sujud dari hamba-hamba yang
benar-benar mengenal Tuan mereka (Al-‘arifin). Orang-orang yang Alloh
memerintahkan Nabi SAW untuk membersihkan Rumah-Nya untuk mereka dan
orang-orang yang semisal dengan mereka. Alloh berfirman “wa tohhir baitiya
lit-to’ifina wal-‘akifina war-rukka’is sujud[35]” (dan bersihkanlah Rumah-Ku untuk orang-orang yang
tawaf, beri’tikaf, dan banyak ruku’ dan sujud). Dan Dia memerintahkan kepada
Nabi-Nya shollallohu
‘alaihi wa sallam “fa sabbih bi hamdi robbika
wa kun minas sajidin[36]” (maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah
Engkau termasuk orang-orang yang senantiasa bersujud).
Al-Amiruna bil Ma’ruf
Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat
derajatnya dengan diberikan memerintah dan menganjurkan dengan kebaikan (al-amru bil ma’ruf) atau memerintah dan menganjurkan dengan Alloh (almru billah). Karena Alloh adalah kebaikan mutlak yang tidak
diingkari bahkan oleh orang-orang kafir dan musyrik sekalipun. Alloh berfirman
“wa
la’in sa’altahum man kholaqos-samawati wal ardho layaqulunnalloh”[37] (dan sungguh jika Engkau bertanya kepada mereka
(orang-orang kafir) siapakah yang menciptakan langit dan bumi, maka mereka akan
menjawab “Alloh “). Al Qur’an menerangkan bahwa dalam kemusyrikan dan
kekafirannya jawaban setiap orang kafir dan musyrik tentang pertanyaan siapa
pencipta alam semesta adalah “Alloh”. dan ketika ditanya mengapa mereka
menyembah tuhan-tuhan selain Alloh, mereka akan menjawab “ma na’buduhum illa
liyuqorribuna ilallohi zulfa”[38] (kami tidak menyembah mereka (tuhan-tuhan itu)
melainkan agar mereka mendekatkan kami kepada Alloh).
Rasululloh
SAW bersabda :”man
‘arofa nafsahu faqod ‘arofa robbahu”[39] (barangsiapa yang telah mengenal dirinya maka
benar-benar mengenal Tuhannya). Jika dia telah mengetahui bahwa dirinya lemah
maka Tuhannya adalah Dzat yang maha kuat. Dan begini seterusnya. Maka barang
siapa yang memerintah dengan bersandar kepada Alloh (al-amru billah) maka dia benar-benar telah memerintah dengan
kebaikan.
Memerintah
dengan kebaikan ini (al
amru bil ma’ruf) adalah
melakukan, mengeluarkan, atau menetapkan sebuah perintah baik kepada dirinya
sendiri dan orang lain dengan cara yang baik dan menuju hal yang baik.
Memerintah dengan Alloh (al
amru billah) adalah
melakukan, mengeluarkan, atau menetapkan sebuah perintah baik kepada dirinya
sendiri dan orang lain dengan menghadapkan hati kepada Alloh, merasakan bahwa
perbuatan itu adalah karena pertolongan Alloh bukan dari dirinya sendiri, dan
menuju kepada hal-hal yang menarik ridho Alloh.
Orang yang melakukan hal kedua
ini (al
amru billah) termasuk ke
dalam golongan tertinggi dalam hal al amru bil ma’ruf. Karena mereka telah
dikarunia kebersihan ikhlas, karena tidak menisbatkan sedikitpun dari perintah
kebaikan itu kepada diri mereka sendiri. Mereka adalah orang-orang yang fana’
dalam perintah Alloh (fana’
fi amrillah). Sedang
golongan pertama (al
amru bil-ma’ruf) masih
menisbatkan kepada diri mereka sendiri. Mereka mengambil manfaat dari ilmu, dan
mengatur siasat penerapannya. Dan mengharapkan pahala dari itu. Namun
bagaimanapun mereka adalah hamba-hamba pilihan Alloh yang mendapatkan limpahan
taufiq dan perlindungan ilahiyah.
La haula wa la quwwata illa billah.
An-Nahuna ‘anil munkar
Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat
derajatnya oleh Alloh dengan diberikan mencegah kemunkaran. Kemunkaran di sini
adalah apapun yang dijadikan sekutu bagi Alloh dan hal-hal yang diadakan oleh
kebodohan orang-orang musyrik yang tidak bisa diterima dan diingkari oleh
ketauhidan ilahi. Maka jadilah hal-hal tersebut sebagai kemungkaran yang
berujud kata-kata dan kebohongan.
Mereka
ini ahli mencegah terhadap apapun kemunkaran yang bisa menodai kemurnian tauhid
mereka atau saudara-saudara mereka. Berdasar kepada ilmul yaqin dan kema’rifatan bahwa di sana
benar-benar tidak ada sekutu bagi Alloh sama sekali.
Al-Khulama’
Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat
derajatnya dengan diberikan kesabaran kemurahan hati. Yaitu tidak memberikan
hukuman atau pembalasan seketika atas kesalahan yang dilakukan padahal mereka
mampu untuk itu dan tidak pula menyegerakan hukuman dan pembalasan itu. Tidak
menghukum seketika atau menyegerakannya. Karena menyegerakan pelaksanaan
hukuman adalah dalil kerasnya hati. Al-khalim adalah mereka yang tidak menjatuhkan tangan keras
padahal mereka mampu untuk itu dan tidak ada yang menghalang-halangi sama
sekali.
Al Awwahun
Mereka adalah orang-orang yang diangkat derajatnya
dengan berkeluh kesah penyesalan kepada Alloh karena hal-hal yang datang dalam
hatinya. Alloh memuji Nabi Ibrohim Al-Kholil dengan “Inna Ibrohima lakhalimun
awwahun munibun”[40]
(sungguh Ibrohim
adalah orang yang sabar nan murah hati, banyak berkeluh dengan penyesalan, dan
banyak kembali kepada Tuan-nya”. Beliau seorang yang awwahun. Banyak berkeluh penyesalan melihat peribadatan
kaumnya yang kufur. Beliau al
khalim karena beliau
tidak menjatuhkan tangan keras kepada mereka padahal beliau mampu untuk itu
dengan berdoa mohon turunnya azab. Ini karena beliau masih memiliki harapan
mereka akan mau beriman, walaupun itu anak-anak keturunan mereka. Seandainya
Nabi Ibrohim mengetahui hal yang diperlihatkan Alloh kepada Nabi Nuh hingga
terucap dalam doa beliau “wa
la yaliduu illa fajiron kaffaron”[41] (dan mereka
tidak akan berketurunan melainkan orang-orang yang menyeleweng dan banyak
kufurnya), maka pastilah Nabi Ibrohim tidak akan bertindak seperti itu, dan
akan berdoa sama dengan doa Nabi Nuh ‘alaihis salam.
Al Ajnad al ilahiyun
Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat
derajatnya dengan dijadikan tentara Alloh. Yang dengan mereka Alloh mengalahkan
musuh-musuh agama dan orang-orang yang mengganggu ketentraman muslimin dalam
beribadah. Alloh berfirman “wa
inna jundana lahumul gholibun”[42] (sungguh tentara-Ku itulah orang-orang yang
berkemenangan).
Bekal
tentara-tentara Alloh ini adalah :
- Taqwa, yaitu seperti disifati Al Quran dalam awal surat Al Baqoroh hingga ayat kelima
- Muroqobah, keadan jiwa yang senantiasa mengintip-intip kehadiran Alloh beserta keagungan dan keindahan-Nya.
- Al haya’, keadaan jiwa yang senantiasa malu untuk melakukan apapun yang tidak disukai Alloh.
- Al khosyah, Keadaan hati yang senantiasa diselimuti perasaan takut kepada Alloh, karena memang Dia adalah Dzat yang pantas untuk ditakuti demi mengagungkan-Nya.
- As-shobru, yaitu keteguhan dan kesabaran menahan apapun cobaan dan rintangan.
- Al-iftiqor. Keadaan jiwa yang senantiasa dikuasai ketergantungan luar biasa kepada Alloh dan perasaan teramat membutuhkan-Nya. Tidak terlintas setitikpun dalam hati ada alat apapun atau siapapun yang bisa membantu, memudahkan, dan menolong selain Alloh.
Sebagian dari mereka ada yang
ahli ilmu dan yaqin yang menjadi dasar bagi munculnya khoriqul adat (hal-hal luar biasa) di mana khoriqul adat ini
menjadi semacam dalil atau hujjah bagi seorang alim ketika berdebat dengan
musuh agama. Tentara Alloh yang ahli ilmu dan yaqin ini mengusir dan
mengalahkan musuh-musuh agama dengan mengeluarkan khowariqul adat, tidak dengan ayunan pedang atau tembakan meriam.
Sebagaimana Rasululloh mengusir musuh dalam perang Hunain ketika beliau
terdesak dengan mu’jizat yaitu melemparkan segenggam pasir ke arah musuh yang
mengepung dan merekapun kacau balau.
Al Akhyar
Mereka adalah hamba-hamba terpilih (al Akhyar) dari
laki-laki dan perempuan. Alloh berfirman wa innahum ‘indana
laminal mustofainal akhyar.[43] (dan mereka di sisi-Ku
adalah termasuk orang-orang pilihan yang terbaik). Alloh mengangkan derajat
mereka dengan memberikan kebaikan-kebaikan (al khoirot). Alloh berfirman wa ula’ika lahumul khoirot[44] (mereka adalah yang memiliki
kebaikan-kebaikan). Kebaikan di sini
adalah hal yang paling istimewa dari setiap sesuatu. Wali-wali al akhyar ini
adalah orang-orang yang mengungguli seluruh jenisnya dengan memiliki sesuatu
yang mereka tidak memilikinya, yaitu keunggulan ilmu ma’rifatulloh dengan visi
pandangan yang istimewa yang tidak dijumpai kecuali pada ahli-ahli jenis mereka
saja.
Al Awwabun
Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang banyak
kembali kepada Alloh dalam seluruh hal-ahwal mereka. Alloh berfirman fa innahu
kana lil awwabina ghofuron [45](sungguh Dia terhadap
orang-orang yang banyak kembali pada-Nya itu banyak mengampuni). Al awwab adalah orang yang banyak kembali kepada Alloh dari
setiap arah yang digunakan iblis untuk mendatangi manusia. Dari arah depan,
belakang, kanan, dan kiri. Mereka kembali kepada Alloh pada semua keadaan dan
tempat-tempat tersebut, baik pada awal maupun akhirnya. Subhanalloh.
Al Mukhbitun
Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat
derajatnya dengan diberikan ketenangan (al ikhbat, at-tuma’ninah). Nabi Ibrohim ‘‘alaihis salam berkata wa lakin liyathma’inna
qolbiy[46]. (namun agar hatiku menjadi tenang). Orang-orang
yang merasa tenang karena kehadiran Alloh maka akan dengan tenang menuju
kepada-Nya. Mereka akan merendahkan diri berada di bawah naungan ma’na nama
Alloh rofi’ud
– darojat (Dzat yang amat
tinggi derajat-Nya) dan mendapati diri mereka hina dina berhadapan dengan
kemuliaan-Nya. Mereka inilah Al
Mukhbitun yang Alloh
memerintahkan Nabi SAW untuk memberikan berita gembira bagi mereka dengan
firman-Nya wa
bassyiril mukhbitina. Alladzina idza dzukirollohu wajilat qulubuhum was
shobirina ‘ala ma ashobahum wal muqimis sholata wa mimma rozaqnahum yunfiqun[47] (dan berilah berita gembira kepada al mukhbitin, yaitu mereka yang ketika Alloh disebut-sebut akan
menciut takut hatinya, dan orang-orang yang sabar atas cobaan yang menimpa
mereka, dan orang-orang yang menegakkan sholat, serta menafkahkan (di jalan
Alloh) sebagian dari rizqi yang diberikan Alloh kepada mereka). Inilah
sifat-sifat dari al-mukhbitun.
Al Munibun
Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat
derajatnya dengan diberikan inabah (kembali) kepada Alloh subhanahu dari setiap
apapun perkara. Alloh memerintahkan mereka untuk berbalik kembali kepada-Nya
menjauh dari setiap perkara dengan mereka menyaksikan dalam hal mereka bahwa mereka banyak menjauh dari Alloh dalam
urusan kembali kepada-Nya itu.
Al Mubshirun
Mereka adalah wali-wali dari laki-laki dan
perempuan yang diangkat derajat oleh Alloh dengan diberikan penglihatan
kewaspadaan (al
ibshor). Ini adalah
keistimewaan khusus bagi hamba-hamba yang ahli taqwa. Alloh berfirman innalladzinat taqou idza
massahum thoifun minas syaitoni tadzakkaruu fa idza hum mubshirun[48] (sungguh orang-orang yang taqwa itu ketika gelapnya
kemarahan yang berasal dari setan mengenai mereka, maka merekapun berdzikir dan
ketika itulah mereka melihat dengan penuh kewaspadaan).
Al Muhajirun dan Al
Muhajirot
Alloh mengangkat derajat mereka dengan berhijrah, yaitu
Alloh mencampakkan keinginan berhijrah dalam hatinya dan memberikan pertolongan
untuk itu. Alloh berfirman Man
yakhruju min baitihi muhajiron ilallohi wa rosulihi tsumma yudrikuhul mautu fa
qod waqo’a ajruhu ‘alallohi[49] (Barang siapa yang keluar dari rumahnya untuk
berhijrah menuju Alloh dan Rasul-Nya kemudian menjumpai kematian maka jatuhlah
beban pahalanya pada (tanggungan) Alloh.) Al muhajirun dan Al
Muhajirot adalah laki-laki
dan perempuan yang mampu meninggalkan segala hal yang diperintahkan oleh Alloh
dan Rasulnya untuk ditinggalkan. Bukan sekedar berpindah dari satu tempat ke
tempat yang lain.
Al Musyfiqun
Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat
derajatnya oleh Alloh dengan diberikan kekhawatiran dalam hatinya (al Isyfaq) yang muncul karena takut kepada Alloh. Alloh berfirman innalladzina hum min khosyati robbihim musyfiqun [50](sungguh orang-orang yang
takut kepada Tuhan mereka itu selalu merasa khawatir). Alloh berfirman min adzabi robbihim
musfiqun, inna adzaba robbihim ghoiru ma’mun[51] (…orang-orang yang khawatir terhadap siksaan Tuhan
mereka. Sungguh siksaan Tuhan itu tidak bisa mereka merasa aman).
Hamba-hamba
yang dipenuhi rasa khawatir dari golongan wali-wali ini selalu mengkhawatirkan
dirinya dari pergantian status iman dan perubahan hal-ahwal menuju perkara yang
mendatangkan kemurkaan-Nya. Jika Alloh memberinya keamanan dengan datangnya
berita gembira maka kekhawatiran mereka berpindah menjadi kekhawatiran terhadap
nasib makhluq Alloh yang lain, sebagaimana kekhawatiran rasul-rasul terhadap
nasib umat-umat mereka.
Al Washiluna ma
amarollohu bihi an yushola
Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diberi
pertolongan untuk menyambung apapun yang Alloh perintahkan untuk menyambungnya.
Alloh berfirman walladzina
yashiluna ma amarollohu bihi an yushola[52] (dan orang-orang yang menyambung apapun yang Alloh
perintahkan untuk menyambungnya). Yaitu berupa tali silaturahim (hubungan
kekerabatan). Dan tetap menyambung hubungan dengan orang-orang yang memutuskan
hubungan dengan mereka dari golongan mukminin. Mereka tetap menyambung hubungan
sebisa mereka. Baik dengan mengucapkan salam dan lebih dari itu berupa
perbuatan-perbuatan baik. Mereka tidak pernah menjatuhkan hukuman terhadap kesalahan
orang lain yang mereka mampu untuk memaafkan dan melupakannya. Mereka tidak
pernah memutuskan hubungan dengan makhluq kecuali yang Alloh memerintahkan
untuk memutuskannya.
Al Kho’ifuna
Mereka adalah
laki-laki dan perempuan yang diangkat derajat oleh Alloh dengan diberikan rasa
takut kepada-Nya. Alloh berfirman wa
khofuni in kuntum mu’minin
(dan takutlah kalian kepada-Ku jika kalian benar-benar beriman). Dan Alloh pun
memuji mereka yang takut kepada-Nya dengan yakhofuna yauman tataqollabu fihil qulubu wal abshor[53] …..
wa yakhofuna su’al hisab [54](mereka takut akan hari terbalik-baliknya hati-hati
dan penglihatan-penglihatan di dalamnya….. dan mereka takut akan hisab yang
buruk). Ketika mereka memiliki perasaan takut ini, mereka akan bertemu dengan
golongan-golongan malaikat yang luhur, dengan adanya persamaan sifat di antara
keduanya, yaitu takut kepada Alloh. Alloh berfirman mengenai mereka yakhofuna robbahum min
fauqihim wa yaf’aluna ma yu’marun[55] (mereka takut kepada Tuhan mereka (yang mampu menjatuhkan
kemarahan) dari atas mereka dan melakukan apapun yang diperintahkan pada
mereka).
Al Mu’ridhun
Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat
derajatnya oleh Alloh dengan menerima anugerah berupa “berpaling” (al I’rodh).
Alloh berfirman walladzina hum ‘anil laghwi mu’ridhun [56](dan orang-orang yang
berpaling dari hal yang tidak bermanfaat). Alloh berfirman fa a’ridh ‘an man tawalla ‘an dzikrina (dan berpalinglah dari orang yang menjauh dari
dzikir kepada-Ku).
Al Kuroma’
Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat
derajatnya dengan diberikan kemuliaan dan kemurahan hati (karomun nufus). Alloh berfirman wa idza marru bil laghwi marru kiroman (dan ketika mereka bertemu dengan perbuatan yang
tak berfaidah maka merekapun melewatinya dengan keadaan hati yang mulia).
Artinya mereka tidak memperhatikan hal tersebut hingga merekapun tidak terkena
“kotoran” yang muncul dari melihat perkara yang tak berfaidah. Mereka
melewatinya dengan tanpa menoleh sedikitpun karena mereka bermurah hati untuk
tidak memandang perkara yang tidak dilihat oleh Alloh dengan pandangan rahmat.
GELAR AULIYA’
YANG JUMLAHNYA DIKETAHUI
Al Qutb
Al Qutb jama’nya Al Aqtob.
Al Qutb[57]
maknanya adalah Wali yang menjadi pusat alam semesta. Wali al Qutb
adalah manusia pilihan Alloh yang diberi anugerah dapat mengumpulkan seluruh ahwal
dan maqomat al auliya’. Derajat Al Qutb ini dalam setiap angkatan
hanya ada satu orang di seluruh dunia, jika meninggal maka Alloh akan
menggantikan dengan yang baru. Al Qutb ini juga disebut Al Ghouts,
yaitu hamba Alloh yang teragung dan junjungan yang mulia, di mana para manusia
membutuhkannya ketika bertemu dengan kesulitan-kesulitan untuk memperjelas
hal-hal yang masih samar dalam ilmu-ilmu yang penting-penting dan yang
keterangan yang bersifat rahasia. Dia menjadi tempat tujuan untuk meminta
barokah doa dalam setiap hajat karena beliau memiliki doa yang mustajabah,
jika mau bersumpah atas nama Alloh maka Alloh akan memberikan apapun yang
menjadi keinginannya.
Mereka para wali Al Qutb adalah Khalifah-khalifah
pewaris kepemimpinan Rasulullah Muhammad SAW. Sebagian ada yang mendapat gelar
kekhalifahan lahir dan batin. Seperti halnya Usman bin Affan, Sayyidina Ali bin
Abi Tholib, Sayid Hasan bin Ali, dan Umar bin Abdul Aziz. Namun kebanyakan dari
mereka mendapat gelar khilafah batin saja, seperti Imam Syafi’iy, Sayid Abdul
Qodir Al Jilani, dan Syaikh Abil Hasan Ali Asy-Syadzili.
Seorang wali tidaklah menjadi Al Qutb sehingga
diberikan anugerah dan pertolongan Alloh untuk mengamalkan seluruh amalan khususiyah
para auliya’ mulai yang paling kecil hingga yang tertinggi baik amalan yang
dzahir maupun batin. Demikian pula Al Qutb mengumpulkan dalam hatinya seluruh maqomat
dan ahwal para auliya’ mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Subhanalloh.
Qutbul auliya’
adalah pemimpin dan penghulu para wali.
Menurut sebagian ulama’ wali al qutb ini banyak jumlahnya, jika
memakai pemaknaan bahwa dia adalah pemimpin para wali. Dalam setiap maqom
auliya ada satu orang yang menjadi pemimpin, dan dia adalah Qutub
dari mereka. Para wali abdal memiliki
pemimpin yang ditaati, menjadi panutan, dan mereka mangambil ilmu darinya.
Beliau adalah Qutbul abdal. Demikian juga keadaan bagi setiap tingkatan
(maqom) para auliya’.
Bumi Alloh yang paling mulia adalah tanah haram
dan rumah Alloh yang paling mulia adalah Baitil Haram. Makhluq Alloh
yang paling mulia pada setiap masa adalah wali Al Qutb. Tanah Haram
menjadi perumpamaan bagi jasadnya dan Baitil Haram, menjadi perumpamaan
bagi hatinya. Adapun wali Al Qutb Al Fardu Al Jami’[58]
hanya ada satu dalam setiap masa. Dan inilah yang dimaksud dengan pengertian
wali Al Qutb secara mutlak sebagaimana kedudukan Syaikh Abdul Qodir Al
Jilani dan Syaikh Abil Hasan Ali As-Syadzili.
Adapun Wali Al Qutb Al Fardu Al Jami’ yang pertama
kali diangkat oleh Alloh adalah Sayid Hasan bin Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu
‘anhu. Ini barokah dari isyarah Nabi mengenai beliau innabni hadza
as-sayyid wa la’allalloha an yusliha bihi baina fi’ataini adzimataini minal
muslimin (sungguh cucuku ini adalah as-sayyid, semoga Alloh merukunkan
dengannya dua golongan besar dari muslimin yang berselisih)
Al Imam atau Al Imamani
Al Imam adalah mufrod dari Al
A’immah, tasniyahnya adalah Al Imamani. Wali Al Imam
ini adalah pendamping Al Qutb. Sebagaimana kedudukan wazir dari seorang
sultan. Al Imam ini dalam setiap zaman hanya dua orang seluruh dunia.
Yang satu berada di arah kanan Al Qutb, dan yang satu berada di arah
kiri Al Qutb.
Dua orang wali ini mendapat derajat di sisi Alloh dengan
nama Abdul Malik[59]
(hamba Dzat yang merajai) dan Abdurrobbi[60]
(Hamba Dzat yang mengurus alam semesta). Sedangkan Al Qutb dikenal
dengan nama Abdulloh[61]
(Hamba Dzat yang bernama Alloh). Pandangan Wali Imam yang berada di
kanan Al Qutb tertuju pada ‘alamul malakut (alam gaib) dan yang
di arah kiri pandangannya tertuju pada ‘alamul mulki (alam kasat mata).
Yang berada di sebelah kiri ini lebih tinggi derajatnya dari yang sebelah
kanan, dialah yang akan menggantikan dalam derajat Al Qutbiyyah
sepeninggal Al Qutb.
Wali Al Imam memiliki delapan amal, empat amal
terlihat, dan empat lagi amal batin yang tidak terlihat. Empat yang dzohir
adalah Zuhud, Wira’i, amar ma’ruf dan nahi munkar. Empat yang batin adalah As-Shidqu,
Ikhlas, al haya’ (malu), dan muroqobah[62].
Al Autad
Wali Al Autad[63]
hanya ada empat orang seluruh dunia dalam satu periode. Mereka tersebar pada
empat arah mata angin, dan dengan merekalah Alloh menjaga daerah yang berada
dalam empat mata angin itu. Satu orang di arah Barat, satu lagi di arah timur,
satu lagi di arah utara, dan satu di arah selatan. Adapun penentuan arah ini
dilihat dari Ka’bah. Syaikh Muhyiddin Ibnul Arobi berkata : Aku pernah bertemu
salah seorang dari mereka yang bertempat tinggal di kota Fas. Namanya Ibnu Ja’dun. Dia hidup
dengan menerima upah dari menghaluskan bubuk celak.
Wali Al Autad memiliki delapan amal, empat amal
yang terlihat dan empat amalan batin yang tidak terlihat. Empat yang terlihat
adalah adalah banyak berpuasa, menghidupkan malam ketika orang-orang tertidur,
banyak mengalahkan kepentingan diri sendiri, dan beristighfar di waktu sahur.
Empat yang tak terlihat adalah tawakkal, tafwidh, tsiqot, dan taslim.
Salah satu dari mereka adalah penghulu bagi tiga orang yang lain.
Mereka disebut al autad (pasak-pasak jagad raya)
karena keberadaan mereka bagaikan pasak-pasak penguat berdirinya dunia.
Al Abdal
Mereka ada tujuh orang tiap periode, tidak lebih dan
tidak kurang. Alloh membagi bumi menjadi tujuh Iqlim (daerah besar). Al
Abdal tersebar pada tujuh iqlim tersebut. Masing-masing memiliki
kekuasaan batiniyah pada daerahnya sendiri.
Yang pertama menempuh jalan, perilaku, dan mewarisi ilmu
atau mendapat wirotsah Nabi Ibrohim al Kholil ‘alaihis salam.
Yang kedua mendapat wirotsah Nabi Musa al Kalim ‘alaihis salam.
Yang ketiga mendapat wirotsah Nabi Harun ‘alaihis salam. Yang
keempat mendapat wirotsah Nabi Idris ‘alaihis salam. Yang kelima
mendapat wirotsah Nabi Yusuf ‘alaihis salam. Yang keenam mendapat
wirotsah Nabi Isa ‘alaihis salam. Yang ketujuh mendapat wirotsah
Nabi Adam ‘alaihis salam. Kadang salah satu dari mereka ada yang
perempuan.
Mereka disebut al
abdal (orang-orang yang meninggalkan
badal / pengganti) karena setiap kali akan bepergian dari satu tempat
ketempat lain untuk sebuah urusan atau ibadah, mereka selalu meninggalkan badal
(sebentuk jasad pengganti) yang memiliki rupa dan hal-ahwal sama dengan mereka.
Orang-orang yang bertemu dengan badal ini akan dengan sangat yakin
mengatakan bahwa itu adalah mereka. Padahal tidaklah demikian, itu adalah wujud
ruhaniyah yang mereka tinggalkan dengan sengaja.
Syaikh muhyiddin Ibnul Arobi berkata : “Aku pernah betemu
tujuh orang itu berkumpul di Makah Al Mukaromah. Sebagian dari mereka ada yang
aku kenal bernama Musa Al Baidaroni di Asybiliyah. Demikian pula Syaikh
Muhammad bin Asyrof Ar-Rondi, dan seseorang yang ditemui oleh muridku Abdul
Majid bin Salamah yaitu Mu’adz bin Asyrosh.”
Salah satu dari mereka menjadi panutan bagi yang lain. Al
Abdal memiliki empat amalan yang masing-masing terdiri dari yang dzohir dan
yang batin. empat amalan itu adalah diam, sahar (berjaga), lapar, dan uzlah.
Diam dzahirnya adalah meninggalkan pembicaraan tanpa dzikrulloh,
sedangkan batinnya adalah diamnya hati meninggalkan semua hal merinci-rinci
apapun peristiwa dan berita-berita. Sahar, dzahirnya adalah meninggalkan
tidur, dan batinnya adalah meninggalkan lalai dari mengingat Alloh. Lapar
terbagi menjadi dua, laparnya hamba-hamba yang berbakti (Al Abror) yang
berfungsi untuk menyempurnakan suluk[64],
dan laparnya hamba-hamba yang terdekat (al Muqorrobin) yang berfungsi
sebagai alas untuk menikmati kenyamanan kegembiraan merasakan hadirnya Alloh. uzlah
lahirnya adalah meninggalkan pergaulan manusia, dan batinnya adalah
meninggalkan perasaan nyaman gembira bersama-sama mereka, karena kenyamanan
kegembiraan itu hanya ada ketika bermunajat kepada Alloh.
An Nuqoba’
An-nuqoba’ adalah jama’ dari an-Naqib.
Wali an naqib adalah ahli melihat kepada batin para manusia. Mereka ini
hanya dua belas orang dalam setiap periode. Jumlahnya sama dengan dua belas
bintang besar yang ada di langit dunia. Masing-masing wali An-Naqib
memiliki pengetahuan mengenai khoshiyah[65]
masing-masing bintang yang menjadi bagiannya Namun ada yang mengatakan bahwa
mereka tiga ratus orang setiap zamannya .
Alloh memberikan anugerah ilmu mengenai syari’at-syari’at
yang diturunkan kepada Nabi-nabi dan Rasul-rasul kepada wali An-Nuqoba’
ini. Mereka memiliki keistimewaan dapat mengeluarkan memperlihatkan hal-hal
tersembunyi, berbahaya dan menyebabkan kerusakan dalam hati manusia. Mereka
memiliki pengetahuan mengenai bermacam-macam model bujukan dan tipuan dari
nafsu manusia.
Adapun Iblis la’natulloh moyang dari semua setan
bagi mereka adalah terlihat jelas. Mereka mengetahui hal-hal dalam diri iblis
yang iblis sendiri tidak mengetahuinya. Mereka dikarunia keluasan ilmu ma’rifat
yang dengannya mereka dapat mengetahui hanya dengan melihat bekas telapak kaki
yang ada di atas tanah, apakah si pemilik telapak kaki ini termasuk golongan
ahli surga atau ahli neraka.
Syaikh Muhyiddin Ibnul Arobi berkata : “Di Mesir aku
pernah menjumpai orang-orang yang memiliki ketajaman firasat, yang hanya dengan
melihat jejak kaki di atas tanah mereka dapat menunjukkan siapakah pemilik
jejak tersebut lengkap dengan namanya. Padahal mereka ini bukan wali. Maka dari
sini dapat diketahui bagaimana terperinci dan luasnya penguasaan seorang wali an-Naqib
dalam ilmu jejak kaki ini.”
An Nujaba’
An-Nujaba’ adalah jama dari An-Najib
(wali yang memiliki kedermawanan). Mereka hanya delapan orang dalam setiap
periode. Mereka adalah orang-orang yang dari tingkah lakunya dapat terlihat
dengan jelas tanda-tanda bahwa mereka termasuk orang yang diterima di sisi
Alloh, walaupun mereka tidak berusaha memperlihatkan itu. Mereka adalah
orang-orang yang menyibukkan diri dengan menanggung beban-beban berat manusia.
Seperti jika mereka melihat orang yang sakit berat, maka dengan kemuliaan
akhlaqnya mereka akan berdoa agar sakitnya berpindah pada mereka, dan
berpindahlah penyakit itu pada mereka. Namun wali an-Nujaba’ ini
termasuk dikuasai oleh ahwal-nya. Dan tidak bisa mengetahui hal-ihwal
mereka selain wali yang memiliki derajat lebih tinggi dari mereka.
Mereka tidak
melihat kecuali dalam kebenaran dan hal-hal yang sirri. Para manusia banyak meminta doa kepada mereka. Doa mereka
mustajab.
Al Hawariyyun
Wali Al
Hawariy ini hanya seorang dalam setiap periode. Jika satu itu wafat maka
akan digantikan oleh yang lain. Pada zaman Rasululloh saw al Hawariy ini
adalah Az-Zubair ibnul Awwam. Wali al hawariy ini banyak sekali membela
agama dengan pedangnya.
Wali al
Hawariy adalah wali yang membela agama dengan Hujjah dan pedangnya.
Kemudian Alloh memberinya kekuatan Ilmu, Ibadah, dan Hujjah. Diberi pula
keistimewaan dalam pedang, keberanian, dan maju ke medan perang. Alloh menegakkan hidup wali Al-Hawariy
dalam rangka menegakkan hujjah membela bersihnya agama yang disyari’atkan-Nya.
Ar-Rojabiyyun
Wali Ar-Rojabiy
ini ada empat puluh orang dalam setiap periode. Mereka adalah pendekar-pendekar
ruhani, yang hidupnya terbentang dalam sifat keagungan Alloh.
Mereka disebut Ar-Rojabiy
karena limpahan ahwal mereka hanya terjadi dalam bulan rojab. Yaitu sejak
pertama kali terbit hilal Rojab hinga habisnya bulan. Kemudian mereka tidak
menjumpai lagi keadaan seperti itu dalam diri mereka hingga masuk lagi bulan
rojab di tahun berikutnya. Sedikit sekali orang yang dapat mengenali wali Ar-Rojabiy
ini bahkan sekalipun para auliya’ sendiri.
Mereka tersebar
di berbagai daerah dan negara. Dan mereka saling mengenal satu sama lain.
Sebagian dari mereka ada yang masih bisa tetap merasakan dan mengetahui apa
saja yang diberikan Alloh dalam bulan rojabnya sepanjang tahun. Namun ada pula
yang jika telah habis bulan rojab tidak merasakan dan mengetahui apapun yang
datang pada mereka dalam bulan itu.
Syaikh
muhyiddin Ibnul Arobi berkata : “Sebagian dari mereka ada yang aku kenal, dan
Alloh memberinya kemampuan mukasyafah untuk mengetahui orang-orang yang
melenceng dari agama terutama orang-orang syi’ah. Orang syiah dan yang
melenceng dari agama dalam pandangan wali Ar-Rojabiy ini berbentuk babi
dan bukan berbentuk manusia lagi. Jika dia telah bertaubat dan berkata di
hadapannya : “Saya sekarang telah bertaubat”, maka dilihatnya kembali ke dalam
bentuk manusia dan disampaikannya bahwa
taubatnya diterima Alloh.”
Wali Ar-Rojabi
ini pada hari pertama bulan rojab akan merasakan bahwa langit serasa runtuh
menimpa mereka, hingga mereka merasakan ditimpa beban teramat berat yang
menyebabkan mereka tidak bisa bergerak sedikitpun bahkan untuk sekedar
mengedipkan kelopak mata. Kemudian hari kedua terasa lebih ringan. Pada hari
ketiga terasa lebih ringan lagi, dan mata hati mereka terbuka hingga dapat
menyaksikan berbagai mukasyafah, tajalliyah, dan mengetahui hal-hal yang
gaib. Namun dalam keadaan ini mereka tidak mampu melakukan apapun selain membaringkan
tubuh. Kemudian setelah dua atau tiga hari baru dapat berbicara dan dapat
mengungkapkan menceritakan apa yang mereka alami, ketahui dan mereka lihat pada
waktu itu. Demikian hingga habisnya bulan rojab.
Ketika telah
masuk Sya’ban maka keadaan mereka seperti orang yang baru saja terlepas dari
belenggu ikatan. Jika termasuk yang memiliki pekerjaan atau profesi tertentu
seperti bertani, berdagang, atau buruh maka mereka akan kembali menggeluti
profesinya itu. Dan hilanglah semua perasaan dan pengetahuannya di bulan rojab
kecuali yang dikehendaki Alloh tetap berada dalam hati mereka. Ini adalah hal
ahwal yang sangat aneh dan tidak diketahui sebabnya, namun mereka adalah
kekasih Alloh.
Al Khotmu
Wali Al-Khotmu[66]
hanya ada satu dalam setiap periode, bahkan hanya ada satu di alam ini. Dengan melaluinya Alloh memberikan stempel
pengangkatan bagi seorang wali umat Muhammad. Tidak ada yang lebih agung di
antara para auliya umat Muhammad selain dia.
Alloh memiliki
pula Al Khotmu yang lain. Dengannya Alloh mewisuda para wali sejak masa
Nabi Adam hingga wali terakhir di akhir zaman. Beliau adalah Nabi Isa ‘alaihis
salam. Nabi Isa besok pada hari kiamat akan memiliki dua tempat di Mahsyar.
Satu tempat di antara para rasul karena beliau termasuk rasul Alloh, dan satu
tempat di golongan umat Muhammad, karena beliau adalah Al-Khotmu.
Wali Yang Memiliki Hati Nabi Adam
Mereka ada tiga
ratus orang dalam setiap periode. Mereka menerima ilmu dan ma’rifat sebagaimana
Alloh memberikannya pada Nabi Adam ‘alaihis salam, hingga dikatakan
bahwa mereka memiliki hati Nabi Adam ‘alaihis salam. Semua ilmu, akhlaq
dan ma’rifat yang terkumpul pada Nabi Adam dibagi-bagi pada tiga ratus orang
wali ini. Mereka ini dikarunia tiga ratus macam ahlaq ilahiyah yang
menjadi perilaku hidup dan adabiyah tata krama mereka dengan Alloh dan sesama
makhluq. Di mana siapapun yang mau berperilaku dengan satu ahlaq saja dari tiga
ratus macam adab itu akan memperoleh kebahagiaan di sisi Alloh. mereka adalah
hamba-hamba pilihan di antara yang terpilih. Doa yang mereka sukai adalah doa
yang diilhamkan Alloh kepada Nabi Adam yaitu :
ربنا ظلمنا انفسنا و ان لم
تغفر لنا و ترحمنا لنكونن من الخاسرين
“Robbana dzolamna anfusana wa in lam
taghfir lana wa tarhamna lanakunanna minal khosirin (Ya robbana…kami telah
dzalim menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni dan
mengasihani kami, sungguh kami termasuk golongan yang merugi)”.
Auliya Yang Memiliki Hati Nuh
Mereka ada
empat puluh orang dalam setiap zaman, tidak kurang dan tidak lebih. Seperti
yang disampaikan Rasululloh bahwa terdapat empat puluh orang dari umat beliau yang
memiliki hati Nabi Nuh ‘alaihis salam.
Para auliya yang memiliki hati
Nabi Nuh ini selalu dalam keadaan hati yang prihatin. Doa mereka adalah doa
Nabi Nuh ‘alaihis salam yaitu “
رب اغفر لى و لوالدىّ
و لمن دخل بيتى مؤمنا و للمؤمنين و المؤمنات و لا تزد الظالمين الا تبارا
“Robbighfir li wa li walidayya wa li man
dakhola baitiya mukminan wa lil mukminina wal mukminat wa la tazididzolimina
illa tabaro “(Ya Robbi…ampunilah diriku, kedua orang tuaku, dan orang yang
masuk ke dalam rumahku dalam keadaan beriman serta seluruh mukminin mukminat.
Dan jangan engkau tambahkan pada orang-orang yang dzalim selain kebinasaan)”
Maqom para
auliya ini aadalah al ghiroh ad-diniyah (kecemburuan pada direndahkannya
kehormatan agama), sebuah derajat iman yang sulit sekali dicapai. Seluruh ilmu
dan ma’rifat yang terbagi-bagi pada empat puluh orang wali ini semuanya
berkumpul pada Nabi Nuh ‘alaihis salam.
Amalan-amalan
yang menjadi perilaku hidup dan wirid-wirid dari para wali inilah yang
menjadi amalan dan wirid bagi golongan al Arba’iniyah dalam ruangan kholwat
mereka, tidak mereka lebihkan dan tidak dikurangi sedikitpun. Mereka
mendasarkan amalan mereka pada Hadis Nabi SAW :
من اخلص لله اربعين
يوما ظهرت ينابيع الحكمة من قلبه على لسانه
Man akhlaso lillahi
arba’ina yauman dzoharot yanabi’ul hikmati min qolbihi ala lisanihi
“Barang siapa membersihkan
diri dan hati karena Alloh selama 40 hari maka keluarlah mata air – mata air
hikmah dari hatinya yang terpancar pada lisannya.”
Auliya Yang Memiliki Hati Ibrohim
Mereka hanya 7
orang setiap zaman, tidak kurang dan tidak lebih. Doa mereka adalah doa Ibrohim
‘alaihis salam:
رب هب لى حكما و الحقنى بالصالحين
robbi hab li hukman wa
alhiqni bis solihin
"Wahai Tuhanku berikanlah (pengetahuan)
hukum padaku dan pertemukan aku dengan hamba-hamba yang solih"
Maqom mereka
adalah As salamah min jami’ir roib was syukuk (terbebas hatinya dari
segala macam keraguan dan perkiraan) Alloh telah mencabut perasaan buruk sangka
dan kecurigaan dari hati mereka dalam kehidupan dunia ini. Dan manusia selamat
dari buruk sangka mereka. Karena mereka, para auliya ini tidak memiliki rasa
buruk sangka kepada siapapun, bahkan tidak ada persangkaan apapun dalam hati
mereka.
Wali-wali ini adalah
ahli ilmu yang benar-benar sohih dan bersih. Karena persangkaan dan pekiraan
hanya akan muncul dari orang yang tidak memiliki pengetahuan mengenai sesuatu
yang disangkanya. Mereka tidak memandang sesama manusia selain pada sisi
baiknya saja, karena mereka benar-benar faham dan mengetahui dengan yaqin bahwa
kekurangan adalah watak dasar dari manusia. Dan Alloh menjuntaikan kelambu
hijab pada hati mereka dari kejelekan sesamanya, hingga merekapun tidak bisa
melihat aib orang lain.
Syaikh
Muhyiddin Ibnul Arobi berkata : "Aku
pernah bertemu dengan salah seorang dari mereka. Dan aku belum pernah melihat
orang yang lebih baik pengetahuan dan pemaafnya dibanding mereka.
Saudara-saudara seagama yang memiliki kejujuran. Duduk-duduk dengan mereka
bagaikan duduk-duduk berhadapan di atas pembaringan surga, karena yang terlihat
dari mereka adalah kebaikan yang tak terkira indahnya. Merekalah orang-orang
yang surganya telah diberikan di dunia,
berada dalam keluasan dan keindahan hati mereka".
Auliya yang memiliki hati Jibril ‘alaihis salam
Mereka
berjumlah lima
orang dalam setiap zaman. Para auliya yang
mewarisi hati Jibril ‘alaihis salam ini adalah raja-raja bagi mereka
yang menempuh jalan Alloh. Mereka
dikarunia ilmu-ilmu sebanyak jumlah sayap yang diberikan pada Jibril ‘alaihis
salam. Ilmu lima
orang wali ini tidak melebihi ilmu Jibril ‘alaihis salam. Kedudukan
jibril bagi mereka adalah bagaikan talang yang menjadi tempat mengalirnya air
hujan dari langit kedalam hati mereka. Mereka akan berdiri berdampingan bersama
dengan Jibril ‘alaihis salam besok di hari kiamat.
Auliya yang memiliki hati Mika’il ‘alaihis salam
Mereka hanya
tiga orang setiap zamannya. Mereka
dikarunia kemurnian segala kebaikan, kasih sayang, dan belas kasih. Keadaan
yang galib dari tiga orang wali ini adalah keceriaan, senyum, lemah lembut,
rasa kasih yang berlebih, dan menyaksikan hal-hal yang mendorong munculnya rasa
kasih. Mereka dikarunia ilmu-ilmu sebanyak sayap-sayap yang diberikan pada
Mika’il ‘alaihis salam.
Auliya yang memiliki hati Isrofil ‘alaihis salam
Hanya satu
orang dalam setiap masa. Diberikan
kekuatan memerintah dan sebaliknya. Mampu mengumpulkan dua hal yang berlawanan.
Syaikh Abu Yazid Al Busthomi adalah termasuk wali yang memiliki hati Isrofil
ini. Dan di kalangan para nabi, Isa ‘alaihis salam adalah yang
dikaruniai hati Isrofil ‘alaihis salam. Wali yang mewarisi hati Nabi Isa
‘alaihis salam, maka dia mewarisi pula hati Isrofil ‘alaihis salam.
Auliya yang mewarisi hati Daud ‘alaihis salam
Mereka 18
orang, tidak lebih dan tidak kurang dalam setiap masa. Mereka adalah para bagaikan para ksatria di kalangan para
wali (rijalul anfas). Semua yang dimiliki oleh Nabi Daud ‘alaihis
salam terbagi-bagi pada para auliya ini.
Rijalul Ghoib
Mereka ada 10
orang dalam setiap masa. Hamba-hamba Alloh yang ahli khusyu’, mereka tidak
berkata-kata kecuali hanya dengan isyarat karena ruh dan mata hati mereka
terlindih oleh terangnya Tajalli Dzat yang Rohman. dan ini terjadi
selamanya pada mereka. Al Qur’an memberikan isyarat terhadap keadaan mereka
dengan ayat :
و خشعت الاصوات
للرحمن فلا تسمع الا همسا
Wa khosya’atil aswatu lir
rohmani fala tasma’u illa hamsa
“Dan suara-suara tunduk
khusyu’ kepada Dzat yang Rahman maka engkau tidak mendengarnya kecuali berupa
isyarat”
Mereka adalah
wali-wali yang mastur (tidak diperkenalkan status keberadaannya kepada
siapapun), orang-orang yang tidak dikenal, Alloh memasukkan mereka dalam pingitan-Nya
baik itu di bumi maupun di langit. Karenanya mereka tidak berbisik-bisik
kecuali kepada Alloh. dan mereka tidak menyaksikan apapun di alam semesta ini
selain Alloh. Al Qur’an memberikan isyarat keadaan mereka ini dengan ayat :
يمشون على الارض هونا
واذا خاطبهم الجاهلون قالوا سلاما
Yamsyuna ‘alal ardhi haunan
wa idza khotobahumul jahiluna qolu salama
“Mereka berjalan di atas
bumi dengan melenggang perlahan dan ketika orang-orang yang tidak mengenal
mereka berkata (hal-hal buruk) kepada mereka, mereka akan menjawab :
“Keselamatan (semoga diberikan padamu)”.
Mereka dipenuhi
dengan rasa malu kepada Alloh. Ketika mereka mendengar seseorang berbicara
dengan suara keras, maka gemetarlah seluruh persendian tubuh mereka, dan mereka
sangat heran bagaimana bisa orang berbicara sekeras itu dalam keadaan
diperhatikan oleh Alloh yang maha agung.
al-Dzohiruna bi amrillah ‘an amrillah
Hamba-hamba
yang memperlihatkan diri dengan perintah Alloh untuk menegakkan perintah
Alloh. Mereka 18 orang setiap zaman.
Mereka memperlihatkan diri dengan perintah Alloh, selalu menegakkan hak-hak
Alloh. Selalu menetapkan diri dalam al asbab[67].
Khoriqul adat bagi mereka adalah lumrah dan biasa-biasa saja, dan
terjadi setiap saat.
Al Qur’an
mengisyaratkan keadaan mereka dengan ayat
قل الله ثم ذرهم
Qulillah tsumma dzarhum
Ucapkanlah “Alloh !”
kemudian tinggalkan mereka….”
Dan ayat
انى دعوتهم جهارا
Inni da’autuhum jiharo
"Sungguh aku mengajak mereka
(ke jalan-MU) dengan terang-terangan”
Sebagian dari
mereka adalah Syaikh Abu Madyan radhiyallohu ‘anhu. Beliau memerintahkan
kepada murid-murid beliau :”Perlihatkanlah kepada manusia hal-hal keta’atan
kepada Alloh sebagai mereka memperlihatkan kemaksiatan kepada-Nya. Dan
tunjukkan kepada mereka nikmat-nikmat dzahir yang Alloh berikan pada kalian
(berupa hal-hal luar biasa / khoriqul ‘adat ) dan nikmat-nikmat batin
(berupa ilmu-ilmu dan ma’rifatulloh). Karena Alloh telah memerintahkan “Fa
amma bini’mati robbika fa haddits[68]”
(maka ceritakanlah (kepada mereka ) nikmat Tuhanmu) dan Rasululloh saw bersabda
: “At tahaddutsu bin ni’mati syukrun”[69]
(Bercerita tentang kenikmatan Alloh adalah termasuk mensyukurinya.)
Rijalul Quwwah Al Ilahiyah
Wali-wali Rijalul
Quwwah Al Ilahiyah (Para Ksatria Kekuatan Ilahi) ini ada delapan orang
seluruh dunia dalam setiap periode. Panji-panji yang menjadi identitas mereka
adalah ayat “Asyidda’u ‘alal kuffari” (orang-orang yang sangat keras
terhadap orang-orang kafir) dan “dzul quwwatil matin” (memiliki kekuatan
yang teramat tangguh). Celaan dan cemoohan dari orang yang mencela tidak akan
berpengaruh sedikitpun terhadap mereka jika mereka berjuang membela Alloh.
Terkadang
mereka dipanggilkan di kalangan para wali dengan rijalul qohri
(satria-satria agresor yang tak terkalahkan). Mereka memiliki keistimewaan himmah
(konsentrasi kekuatan pikiran) yang mampu mempengaruhi jiwa manusia. Dengan
inilah mereka bisa dikenali.
Syaikh Muhyidin
Ibnul Arobi berkata : “Di kota
Fas terdapat seorang dari mereka yang bernama Abu Abdillah Ad-daqqoq. Beliau
pernah berkata : “Aku tidak pernah menggunjing seorangpun, dan tidak akan
pernah digunjingkan seorangpun di hadapanku.”
Delapan ksatria
Alloh ini benar-benar orang yang memiliki kekerasan hati tanpa kelembutan
terhadap orang-orang kafir. Karena mereka menjadi perwujudan umat Muhammad yang
diceritakan Al Qur’an memiliki sifat teramat keras terhadap orang-orang kafir (Al
asyidda’u ‘alal kuffar).
Ar-rijal al khomsah
Wali-wali ar-rijal
al khomsah (lima
ksatria) ini memiliki sifat hampir sama dengan rijalul quwwah al ilahiyah.
Hanya saja mereka memiliki kelembutan yang tidak terdapat pada rijalul
quwwah al ilahiyah. Mereka mewarisi jalan yang ditempuh oleh Rasul-rasul
Alloh dalam derajat ini. Identitas mereka adalah seperti di isyaratkan Al
Qur’an “faquulaa lahu qoulan layyinan” (Berbicaralah kalian wahai musa
dan harun kepada Fir’aun dengan perkataan yang lembut) dan ayat “fabima
rohmatin minallohi linta lahum” (maka sebab adanya belas kasih dari Alloh
engkau lemah lembut kepada mereka).
Mereka para
wali ini dalam kekuatan dan kekerasannya memiliki kelembutan dalam sebagian
tempat dan keadaan. Adapun dalam hal urusan kekerasan tekad lima orang ini sama halnya dengan delapan
orang rijalul quwwah ilahiyah, hanya saja mereka memiliki kelebihan yang tidak
terdapat pada delapan orang tersebut.
Rijalul hannan wal ‘athfi
Wali-wali rijalul
hannan wal ‘athfi (para pendekar penuh welas asih dan kasih sayang) ada lima belas orang dalam
setiap zaman. Identitas mereka seperti diisyaratkan Al Qur’an ketika
menceritakan angin yang diberikan pada Nabi Sulaiman ‘alaihis salam,
yaitu : Tajri bi amrihi rukho’an haitsu ashoba[70]
(mengalir berjalan dengan perintah Alloh dengan membawa kelegaan di manapun
tempat yang dikenainya). Mereka memiliki welas asih kepada seluruh hamba Alloh,
baik yang beriman atau yang kafir. Mereka memandang semua makhluk dengan
pandangan dermawan dan menghargai keberadaannya., tidak dengan pandangan
memvonis dan menghukumi.
Alloh tidak
memberikan kekuasaan dzahir kepada seorangpun dari mereka, baik itu menjadi
penguasa hukum atau penguasa pemerintahan. Karena perasaan mereka dan keadaan
jiwa mereka tidak akan kuat memikul tugas mengurusi tetek bengek perkara
kebutuhan makhluk. Mereka dalam urusan menyayangi semua makhluk tanpa pandang
bulu ini seperti diisyaratkan Alloh “wa rohmati wasi’at kulla syai’in”[71]
(dan kasih sayang-Ku memenuhi seluruh perkara).
Rijalul haibah wal jalal
Wali yang ahli
takut dan mengagungkan Alloh. Mereka ada empat orang dalam setiap zaman.
Ciri-ciri mereka seperti isyarat Al Qur’an :”Allohul ladzi kholaqo sab’a
samawatin wa minal ardli mitslahunna, yatanazzalul amru bainahunna” [72](Allohlah
dzat yang mencipta tujuh langit dan bumi seperti itu pula, di antara tujuh
langit dan tujuh bumi itu turunlah perintah-Nya) dan “Alladzi kholaqo sab’a
samawatin thibaqo, ma taro fi kholqir rohmani min tafawut”[73]
(Dzat yang mencipta tujuh langit dengan berlapis-lapis, engkau tidak melihat
ada kesalahan sedikitpun dalam ciptaan Dzat yang maha rahman).
Mereka ini
orang-orang yang dipenuhi rasa takut dan terperangkap dalam penampakan
keagungan Alloh. Seolah-olah ada burung yang hinggap di kepala-kepala mereka,
mereka berjalan menundukkan kepala, dengan langkah yang berhati-hati, dan
terlihat seperti takut-takut, namun bukan ketakutan disiksa dizalimi melainkan
takut yang berlandaskan rasa ta’dzim dan mengagungkan Tuhannya.
Mereka inilah
yang memberikan gemblengan ruhaniyah pada wali-wali al autad. Hati dan
jiwa-jiwa mereka melangit, tidak terkenal di bumi namun di kenal di langit.
Orang pertama dari mereka hatinya terpancang pada hati Nabi Muhammad shollallohu
alaihi wa sallam. Orang kedua pada hati Nabi Syu’aib ‘alaihis salam.
Orang ketiga pada hati Nabi Sholih ‘alaihis salam. Orang keempat pada
hati Nabi Hud ‘alaihis salam. Penduduk langit yang memperhatikan dan
mengawasi mereka adalah :
- Izro’il menjadi pengawas orang pertama.
- Jibril menjadi pengawas orang kedua.
- Mika’il menjadi pengawas orang ketiga.
- Isrofil menjadi pengawas orang keempat.
Keadaan mereka sangat
mengherankan. Dan perkara-perkara yang mereka hadapi sangatlah aneh.
Rijalul Fat-hi
Wali rijalul
fat-hi (orang-orang pembuka) ini ada 24 empat setiap zaman. Sama dengan
jumlah hitungan jam dalam sehari semalam. Pada tiap jamnya diperuntukkan bagi
tiap orang dari mereka. Dengan merekalah Alloh membuka hati-hati hamba-hamba yang
menjadi ahli-Nya hingga mendapat limpahan ma’rifat dan asror ilahiyah.
Bagi siapapun
yang mendapat futuh di waktu manapun dari 24 jam sehari semalam maka itu
adalah bagian dari barokah wali rijalul fathi pada jam tersebut.
Mereka
terpisah-pisah di seluruh penjuru bumi, tidak pernah berkumpul selamanya.
Masing-masing selalu menetap pada tempat tinggalnya dan tidak pernah pergi ke
manapun. Di Yaman mereka ada dua orang. Di negara-negara timur ada empat orang.
Di negara-negara barat ada enam orang. Sisanya tersebar di seluruh penjuru.
Ayat mereka adalah “Ma yaftahillahu lilnnasi min rohmatin fa la mumsika laha”[74]
(apapun rahmat yang Alloh bukakan bagi manusia maka tiada yang dapat
menahannya).
Rijalul ma’arijil ula
Wali Rijalul
ma’arijil ula (ahli meniti anak tangga ruhani yang luhur) berjumlah tujuh
orang setiap zaman. Mereka seolah menaiki anak tangga maknawi menuju ke hadirat
Alloh dalam setiap tarikan nafasnya. Mereka mendapatkan peningkatan derajat di
sisi Alloh dalam setiap hembusan nafas mereka. Mereka adalah wali-wali yang
memiliki derajat tertinggi. Ayat mereka dari Kitabulloh adalah “wa antumul
a’launa wallohu ma’akum”[75]
(Kalian adalah orang-orang yang paling unggul dan Alloh selalu bersama kalian).
Mereka ini Ahli hadir di hadrat ilahiyah dan dawamul muroroqobah
dalam hembusan tarikan nafas mereka.
Rijalul tahtil asfal
Wali rijal
tahtil asfal (penghuni alam terendah) ada 21 orang setiap zamannya. Mereka
tersibukkan oleh nafas yang diberikan Alloh kepada mereka, hingga mereka tidak
bisa merasakan nafas yang keluar dari mereka karena seluruh perhatian jiwa
mereka terpusat penuh kepada Alloh ketika datangnya anugerah nafas itu. Ayat
mereka dari Kitabulloh adalah : “Tsumma rodadnahu asfala safilin”[76]
(kemudian kami kembalikan mereka kepada keadaan yang paling rendah), keadaan
paling rendah yang dikehendaki sehubungan dengan mereka adalah ‘alam
thobi’ah (alam watak dasar). Alloh menempatkan mereka di sana untuk menghidupkan ‘alam tersebut dengan
cahaya ma’rifat kepada-Nya yang diberikan pada para wali ini. Karena ‘alam
thobi’ah berisi ‘kematian’ pada asalnya. Kemudian Alloh menghidupkannya
dengan menempatkan jiwa-jiwa yang terpaku pada pancaran kasih sayang-Nya (an-nafsu
ar-rohmaniy).
Wali-wali ini
tidak melihat apapun dalam pandangan hati dan jiwa mereka selain hal-hal yang
datang dari Alloh bersamaan dengan tiap tarikan nafas. Mereka ahli hadir
jiwanya di hadapan Alloh secara dawam.
Rijalul imdad al ilahiy wal kauniy
Wali rijal
imdad al ilahiy wal kauniy (ahli mengalirkan pemberian dan pertolongan ilahiy
kepada alam semesta) ada tiga orang setiap zaman. Mereka mengambil anugerah
dari sisi Alloh dan mengalirkannya kepada makhluk. Namun cara memberikannya ini
dengan belas kasih, kelembutan, dan kasih sayang tidak dengan jalan kasar,
keras, dan memaksa. Mereka menghadapkan jiwa kepada Alloh untuk mengambil
manfaat-manfaat, kemudian menghadapkan ruhani mereka kepada makhluk untuk
memberikan manfaat-manfaat tersebut. Mereka ini terdiri dari laki-laki dan
perempuan pilihan-pilihan Alloh.
Alloh
menjadikan mereka ahli berusaha sekuat tenaga dalam rangka memenuhi hajat-hajat
kebutuhan manusia dan menyampaikannya ke hadapan Alloh agar mendapat pemenuhan
dan kegembiraan hanya dari sisi-Nya tidak dari sisi siapapun selain Dia.
Syaikh Muhyidin
IbnuL Arobi berkata :’Aku pernah bertemu salah seorang dari mereka di kota Asybiliyah, Beliau
adalah pembesar mereka yaitu Syaikh Musa bin Imron.”
Masing-masing
dari tiga orang ini tidak meminta apapun dari semua hajat kepada makhluq Alloh.
Ada tersebut
dalam riwayat bahwa Nabi saw bersabda :”Man taqobbala li biwahidatin
taqobbaltu lahu bil jannah, an la yas’ala ahadan syai’an”[77]
(barang siapa menerima karena aku satu perkara, maka aku akan membalasnya
dengan menuntunnya ke syurga, yaitu tidak meminta sesuatupun kepada makhluq).
Sifat dari
wali-wali ini, jika mereka memberikan faidah untuk memenuhi hajat seseorang
adalah dengan cara perlahan dan jalan lembut. Hingga dalam persangkaan
orang-orang menjadi terbalik, bahwa merekalah yang meminta pertolongan kepada
si-makhluk, dan si-makhluk itu yang mengulurkan tangannya untuk mereka. Tidak
akan dijumpai seseorang yang lebih baik pergaulannya dengan manusia selain
mereka ini.
Ilahiyyun Rohmaniyun
Wali ilahiyun
Rohmaniyyun (ahli menerima ilham ilahi yang maha rahman) ada tiga orang dalam
setiap zaman. Mereka mirip dengan wali abdal dalam beberapa hal, namun
mereka bukan abdal. Ayat mereka dari kitab Alloh adalah : wa ma kana
sholatuhum ‘indal baiti illa muka’an wa tashdiyah”.[78](Dan
tidaklah solat mereka di sisi Ka’bah itu selain bersiul dan bertepuk tangan)
Mereka memiliki
I’tiqod yang teramat mengherankan mengenai kalam Alloh. Mereka ini ahli
menerima ilham dan isyarat dari Alloh. dan mereka menangkap ilham dan isyarat
ini bagaikan suara rantai yang mengenai permukaan sebuah batu, demikian
selamanya, atau seperti dentang dari sebuah lonceng. Inilah maqom para
wali tersebut. Terkadang mereka dipanggilkan pula dengan nama Ahli
sholsolatil jaros.
Rijal wahid
Hanya satu
orang setiap zamannya, dan terkadang seorang wanita. Ayatnya dari Kitabulloh adalah : “wahuwal
qohiru fauqo ‘ibadihi” [79](Dia-lah yang memaksa tak
tertolak kehendaknya mengungguli seluruh hamba-hamba-Nya). Mereka dikaruniai
penguasaan terhadap segala sesuatu selain Alloh. berjiwa ksatria, teramat
berani, selalu berada di depan dalam setiap tantangan, dan teramat banyak
mengajak dengan kebenaran. Berkata benar dan menjatuhkan hukum Alloh dengan
adil.
Syaikh Muhyidin
Ibnul Arobi berkata :”Wali yang memiliki derajat ini adalah Syaikh Abdul Qodir
Al-Jiliy di Bagdad. Beliau memiliki penguasaan menegakkan kebenaran terhadap
makhluq. Sangat agung keadaan beliau. Berita-berita mengenai beliaupun teramat
masyhur. Aku belum pernah bertemu dengan beliau, namun aku bertemu dengan
kekasih Alloh yang menduduki derajat ini pada masaku. Namun Syaikh Abdul Qodir
lebih memiliki kesempurnaan dalam hal-hal lain di banding orang ini. Dan
setelah wali ini wafat aku tidak mengetahui lagi siapakah yang ditempatkan
Alloh untuk menduduki derajat ini.”
Rojul murokab mumtazaj
Wali yang
memiliki keadaan sebagai mana Isa ‘alaihis salam. Hanya satu orang
setiap masanya dan tak ada duanya. Dilahirkan dari ruh dan manusia. Tidak
dikenal memiliki ayah dari jenis manusia. Seperti ada diceritakan mengenai Ratu
Balqis, bahwa dia lahir dari jin dan manusia. Wali ini tersusun kejadiannya
dari dua jenis yang berbeda. Beliau bertempat alam barzakh. Dan Alloh selamanya
menjaga alam barzakh dengan menempatkannya di situ.
Dalam setiap
masa pasti ada insan yang dilahirkan dengan sifat seperti ini. Terlahir hanya
dari sel telur ibu saja. Bertentangan dengan yang dikatakan oleh para ahli ilmu
biologi, yang memustahilkan janin bisa terjadi dari sel telur ibu saja. Namun
ternyata Alloh itu maha berkuasa atas segala sesuatu.
Ahlud daqo’iq al mumtaddah ila jami’il ‘alam
Hanya ada satu
orang setiap zaman dan terkadang seorang wanita. Dikaruniai anugerah yang
lembut-lembut dari nikmat batin dan lahir dan menembus ke seluruh alam. Wali
ini adalah seseorang yang derajatnya teramat luar biasa. Maqomnya ghorib (aneh
tak ada duanya). Dan terkadang para penempuh jalan Alloh yang bertemu dengannya
akan menyangka bahwa dia adalah wali al Qutb, padahal dia adalah wali
dengan derajat ini.
Ahli saqith ar-rofrof ibnu saqit al-‘arsy
Wali yang ahli
menerima perintah-perintah yang turun dari rofrof[80] (untaian
kabut) yang menjadi putra dari wali yang ahli menerima perintah yang
turun dari Arsy. Hanya satu orang setiap zaman. Ayatnya dari kitabulloh adalah
:”Wan najmu idza hawa”[81]
(ketika bintang berjatuhan).
Perhatian
jiwanya hanya disibukkan dengan dirinya sendiri dan Tuhan-nya. Tidak tertoleh
kepada selain itu. Teramat agung hal-ahwalnya. Hanya dengan menjatuhkan
pandangan kepada wali ini, akan mampu memberikan pengaruh yang besar bagi hati
orang yang melihatnya.
Wali ini selalu
terpecah berkeping-keping hati dan perasaannya, terpuruk dalam kehinaan
menghadap pada kemuliaan Tuhan-nya. Tidak pernah menganggap dirinya adalah
‘sesuatu’. Memiliki lisan yang teramat fasih jika menerangkan hal kema’rifatan
kepada Alloh. dan selamanya diselimuti perasaan malu kepada Alloh.
Ahlul ghina billah
Wali yang ahli
berkecukupan dengan pertolongan Alloh. Hanya dua orang setiap zaman. Ayatnya
dari kitabulloh adalah : “Fa innalloha ghoniyyun ‘anil ‘alamin”[82]
(dan sungguh Alloh itu tidak membutuhkan pada seluruh alam). Dengan dua orang wali ini, Alloh menjaga
derajat ini yaitu derajat mereka yang tidak berhajat apapun kepada makhluq
karena ada pertolongan Alloh (al ghina billah). Terkadang salah satu
dari dua orang wali ini adalah perempuan.
Orang pertama
memikul beban mengalirkan derajat hati ini kepada ‘alam Syahadah (alam
kasat mata). Maka setiap kekayaan hati di alam syahadah berasal dari
wali ini. Orang kedua memikul beban
mengalirkan derajat hati ini kepada ‘alam malakut (alam tak kasat mata).
Maka setiap perasaan berkecukupan karena Alloh yang ada dalam diri penduduk
alam malakut berasal dari wali ini.
Dua orang wali
ini mendapatkan luberan ruhani dari Ruh yang berada di alam úlwiy
(alam tinggi tempat bertasbih para malaikat). Ruh tadi mendapatkan tempat tersendiri
di sisi Alloh, dan telah dikaruniai
derajat tahaqquq billah (berpijak pada haqiqot pertolongan Alloh), yang
benar-benar berkecukupan dan dicukupi oleh Alloh dengan segala kecukupan dengan
sifat ketidakbutuhan Alloh terhadap segala sesuatu selain Dzat-Nya yang mulia.
Mereka adalah ahlul
ghina bin nafsi (ahli berkecukupan pada dirinya sendiri tidak membutuhkan
orang lain), ahlul ghina billah (ahli berkecukupan dengan pertolongan
Alloh tidak butuh selain Alloh), dan ahlul ghina ghonahulloh (ahli
berkecukupan dengan wujudnya Alloh, tidak melihat wujud apapun selain Alloh).
Ahlut tikror fi kulli nafas
Wali yang ahli
membolak-balik hatinya dalam setiap nafas. Hanya satu orang setiap zamannya.
Tidak ada yang hal-ahwalnya lebih menakjubkan hati dan membingungkan pikiran
selain wali ini. Tidak ada ahli ma’rifat billah yang lebih agung
kema’rifatannya dibandingkan dengan pemilik derajat ini.
Dia takut
kepada Alloh dan mengkhawatirkan dirinya terjatuh ke dalam kemurkaan-Nya setiap
saat, bahkan setiap tarikan nafasnya. Ayatnya dari kitabulloh adalah laisa
kamitslihi syai’un wahuwas sami’ul ‘alim [83](tiada
sesuatupun yang menyerupai-Nya, dan Dia adalah Dzat yang mendengar lagi
mengetahui) dan tsumma rodadna lakumul karrota ‘alaihim.[84]
Ahlu ‘ainit tahkim waz zawa’id
Wali ahli yaqin dalam ilmu hikmah[85] dan ilmu ziyadah[86]
(ilmu ma’rifat) dan menempati derajat keilmuan di sisi Alloh pada tingkatan
penjiwaan ‘ainul yaqin. Mereka sepuluh orang setiap zaman. Hal ahwal
mereka adalah memperlihatkan dengan jelas sifat khususiyah (kema’rifatan kedekatan hati dengan
Alloh) dengan melukiskannya dengan panjang lebar dalam untaian doa. Dan berbuah
menambah keimanan dengan hal gaib serta menambah keyakinan mendapatkan hal gaib
tersebut. Semakin dilukiskan semakin bertambah buahnya.
Tidak hal yang
gaib bagi mereka. Sebab segala yang gaib bagi orang lain bagi mereka terlihat
teramat jelas tanpa tedeng aling-aling.
Dan setiap hal-ahwal bagi mereka menjadi ibadah. Tidaklah setiap yang
gaib menjadi terlihat jelas bagi mereka kecuali akan menjadi sebab bertambahnya
iman dengan hal gaib lain, dan keyaqinan untuk menghasilkan hal gaib lain itu.
Ayat mereka
dari kitabulloh adalah wa qul robbi zidni ilma [87](dan
ucapkanlah : ya robbi tambahkanlah ilmu kepadaku), wal yazdaduu imanan ma’a
imanihim[88]
(dan agar mereka bertambah keimanan lagi bersama keimanan mereka yang lalu)
fazadathum imanan wa hum yastabsyirun[89] (maka
kenikmatan itu menambah keimanan mereka dan mereka dalam keadaan bergembira)
wa idza sa’alaka ‘ibadiy fa inniy qorib ujibu da’watad da’I idza da’aniy[90] (jika
hambaku bertanya kepadamu tentang Aku maka sungguh Aku ini Dzat yang dekat. Aku
menjawab panggilan doa orang yang berdo’a ketika dia berdoa kepada-Ku.)
Al Budala’
Mereka ada dua
belas orang dalam setiap zaman, tidak lebih dan tidak kurang. Derajat (maqom) mereka adalah memperlihatkan
dengan jelas puncak dari sifat-sifat khususiyah dengan melukiskannya
panjang lebar dalam untaian kata-kata doa. Hal-ahwal mereka adalah bertambah
iman dengan hal-hal gaib dan yaqin akan hal-hal tersebut. Mereka disebut Al
budala’ (orang-orang yang mengganti) karena seorang dari mereka dapat
menggantikan posisi-posisi wali-wali al budala’ yang lain jika mereka
kebetulan tidak ada. Dan seorang itu saja dapat melakukan seluruh hal-hal yang
diemban oleh keseluruhan wali-wali al budala’.
Ahlul Isytiyaq
Wali-wali ahlul
isytiyaq (ahli merindukan Alloh) ada lima
orang dalam setiap zaman. Mereka
bagaikan raja-raja para ahli menempuh jalan Alloh. dengan kelima orang ini
Alloh menjaga agar jagad raya tetap maujud.
Ayat mereka
dari Kitabulloh adalah hafidzuu ‘alas sholawati was sholatil wustho[91]
(jagalah selalu oleh kalian sholat-sholat dan sholatil wustho). Mereka
tidak pernah kendor sedikitpun untuk melakukan sholat, baik siang maupun malam
hari.
Ahlul Jihatis Sittiy
Wali-wali ahlul jihatis sittiy (ahli menempati
enam petunjuk arah) ada enam orang. Termasuk salah seorang dari mereka adalah
putra khalifah Harun Ar-Rosyid yaitu Ahmad bin Harun Ar-Rosyid As-sabtiy.
Mereka dikaruniai kekuasaan kemampuan pengaturan pada daerah enam petunjuk arah
(barat, timur, utara, selatan, atas, dan bawah), dan dapat mewujudkan kekuatan
itu dengan berupa wujud manusia. Subhanalloh.
Pada kesimpulannya tidak ada apapun di alam semesta ini
yang memiliki jumlah terbatas, melainkan Alloh memiliki wali-wali di situ,
sejumlah itu pula, yang dengannya Alloh menjaga agar hal-hal tersebut tetap
dapat berlangsung maujud.
GELAR AULIYA
YANG JUMLAHNYA TIDAK PASTI
Al Mulamatiyah (Al Malamiyah)
Mereka adalah
tokoh-tokoh dari pembesar-pembesar ahli Thoriq ilahiy. Bahkan pemimpin
alam semesta ini yaitu Rasulullah Muhammad saw berdiri dalam barisan mereka dan
termasuk salah satu dari mereka.
Mereka adalah
ahli-ahli hikmah yang selalu menempatkan segala sesuatu pada posisi semestinya.
Mereka mengukuhkan posisi usaha-usaha lahir (sababiyah) dalam
keadaan-keadaan seharusnya, dan meniadakan melakukan usaha-usaha tersebut dalam
keadaan-keadaan tertentu yang menuntut untuk membulatkan tekad hati dan badan
agar bisa diam berada dalam genggaman tangan perbuatan Alloh yang Maha Rahman.
Mereka tidak
meninggalkan sedikitpun segala hal yang telah ditata oleh Alloh sedemikian rupa
bagi kelestarian maujud makhluq-makhluqnya. Apapun yang yang semestinya dilakukan dan
ditinggalkan di dunia mereka lakukan dan tinggalkan. Dan apa yang seharusnya
diletakkan dan ditinggalkan untuk kehidupan akhirat mereka lakukan dan
tinggalkan. Mereka melihat segala suatu
dengan visi pandangan Alloh tidak dengan visi pandangan makhluq yang terbatas
dan penuh prasangka. Mereka tidak mencampur-adukkan kenyataan-kenyataan hakikat
segala sesuatu dengan yang lain. Benar-benar menempatkan segala sesuatu pada porsi dan posisi semestinya. Subhanalloh.
Mereka adalah
orang-orang yang dipenuhi dengan ruh ikhlas. Hingga tak bisa terlihat bagaimana
keadaan hatinya dari cerminan hal-ahwal lahir dan perbuatan-perbuatan yang
tampak. Mereka benar-benar tak ingin diketahui keadaan hal-ahwal ruhaninya
oleh siapapun selain Tuan dan Raja mereka, Dzat yang menyembunyikan hikmah
dalam hijab semesta.
Wali Mulamatiyyah
tidak bisa dikenal siapapun kecuali oleh Alloh sendiri yang menempatkan mereka
dalam pingitan kelambu kecemburuan-Nya dan memberi mereka kedudukan khusus
dalam derajat ini. Tidak ada jumlah tertentu bagi mereka dalam setiap zaman.
Kadang banyak, dan kadang sedikit.
Al Fuqoro’
Wali-wali yang menjadi faqir di hadapan Raja nan maha
dermawan. Alloh berfirman dalam rangka
memuliakan mereka dan mempersaksikan seluruh maujud dengan ya ayyuhan nasu antumul fuqoro’u ilalloh[92]
(wahai seluruh yang bernama manusia, kalian adalah orang-orang yang teramat
butuh kepada Alloh).
Syaikh Abu Yazid Al Bustomi bermunajat : Ya Robbi dengan
apa aku mendekatkan diri kepada-MU ?. maka dikatakanlah kepadanya :”Dengan hal
yang tidak ada pada-Ku. Yaitu kehinaan dan kefakiran (sifat membutuhkan)”.
Alloh berfirman wa ma kholaqtul jinna wal insa illa
liya’buduni [93](dan
tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar menghamba pada-Ku).
Menghamba di sini adalah agar menjadi hina di hadapan Alloh yang hadir di
segala tempat dan keadaan.
As-Shufiyah
Mereka adalah ahli berhias dengan akhlaq-akhlaq mulia. Ada disampaikan oleh para
guru ruhani : “Barang siapa yang bergaul dengannya dapat menambah kebaikan
akhlakmu maka dia menambahkan tashowwuf kepadamu”.
Maqom (derajat) mereka adalah berkumpul dalam satu hati.
Meniadakan tiga kata “milikku”, “di sisiku (menurutku)”,
dan “hartaku” dari kehidupan mereka. Mereka meniadakan penyandaran
segala sesuatu kepada diri pribadi mereka. Tiada kepemilikan apapun terhadap
seluruh perkara di sekeliling mereka di antara para makhluq Alloh. Apapun yang
berada di tangan mereka, maka mereka menganggap semua makhluk Alloh memiliki
hak yang sama terhadap hal itu. Namun mereka
mengakui kepemilikan orang lain terhadap hal-hal yang berada di tangan mereka.
Golongan wali-wali as-Shufiyah inilah orang-orang
yang diperkenankan mengeluarkan khoriqul
adat sekehendak mereka sendiri. Ada
kalanya untuk tujuan menunjukkan kebenaran agama pada keadaan-keadaan tertentu
yang teramat membutuhkannya. Bahkan ada sebagian dari wali shufiyah yang
melakukan hal-hal di luar nalar (khoriqul adat) sebagaimana kita
melakukan hal-hal rutinitas saja. Karena bagi mereka hal seperti itu bukan lagi
menjadi perkara hebat yang luar biasa, namun merupakan hal yang biasa-biasa
saja dan lumrah. Mereka berjalan di atas air, terbang di udara, mengambil
makanan minuman dari alam gaib, bergaul dengan jin dan malaikat, dan melakukan
hal-hal aneh lain sama biasanya dengan kita berjalan di atas tanah, dan
pekerjaan rutinitas lain.
Al ‘Ubbad
Wali-wali al-‘ubbad ini ahli melakukan amal-amal
yang fardhu secara khusus. Mereka tidak melakukan selain hal-hal yang fardhu
baik yang lahir maupun yang batin. Alloh berfirman mengenai mereka dengan wa
kanu lana ‘abidin[94]
(dan mereka adalah orang-orang yang menghamba pada-Ku).
Sebagian dari mereka memutuskan hubungan dengan manusia
dengan menetap di gunung-gunung, celah-celah sempit, tepi-tepi pantai, di
kedalaman lembah-lembah, di hutan-hutan, dan berjalan mengembara di
pelosok-pelosok bumi. Ada
juga yang menetap dalam rumah dan selalu melakukan sholat fardhu berjama’ah.
Mereka sibuk dengan mengurus diri pribadinya dalam hubungannya dengan Alloh.
sebagian ada yang memiliki profesi pekerjaan lahiriyah, ada pula yang tidak
bekerja sama sekali.
Mereka adalah orang-orang yang sholih lahir dan batinnya.
Alloh menjaga mereka dari perasaan tidak
enak terhadap orang lain, kedengkian, kerakusan, dan tamak terhadap hal-hal
yang tercela dalam agama. Mereka mampu membelokkan perasaan-perasaan tadi ke
arah yang terpuji menurut agama.
Tidaklah mereka mencium hal-hal berbau ma’rifat ketuhanan
dan rahasia-rahasianya. Tidak pula mereka diperlihatkan keindahan alam
malakut (alam gaib), atau diberikan kefahaman dari Alloh mengenai kedalaman
makna ayat-ayat Al Qur’an ketika dibaca di sisi mereka. Namun pahala amal-amal
sholih itu diperlihatkan nyata di mata mereka. Dan kengerian Qiyamat, Syurga
dan Neraka bagi mereka lebih dari sekedar nyata. Air mata mereka mengalir deras
di kelopak-kelopak mata mereka ketika mengingat hal-hal tersebut.
Mereka menjauhkan lambung-lambung dari alas tidur, karena
sibuk memanggil dan berdoa kepada Tuhan mereka dengan penuh rasa takut dan
pengharapan, dengan merendahkan jiwa dan merendahkan suara. Ketika orang-orang
yang tidak mengenal keadaan mereka berkata hal-hal yang tak pantas, maka mereka
menjawabnya dengan “keselamatan semoga diberikan padamu”. Ketika mereka
berjalan bertemu dengan
perbuatan-perbuatan tak berfaidah maka mereka memalingkan diri dengan cara yang
indah. Mereka menghabiskan malam-malam untuk Tuan Raja mereka dengan sujud dan
berdiri mengagungkan-Nya.
Mereka menyibukkan diri mempersiapkan datangnya kejadian
besar mengerikan hari yang telah dijanjikan. Mereka mengosongkan perut dengan
berpuasa agar dapat berlari cepat dalam keselamatan di atas shirot. Ketika
mereka menafkahkan pemberian Alloh, maka tidak dengan berlebihan dan tidak
terlalu sedikit, dan dengan ukuran sedang di antara keduanya. Mereka bukanlah
ahli perbuatan dosa dan kebatilan sama sekali. Banyak sekali beramal, amal apa
saja. Mereka bergaul dengan Alloh yang terlihat nyata dengan penuh ta’dzim dan
mengagungkan-Nya.
Abu Muslim Al Khoulaniy adalah termasuk salah seorang
dari wali al-‘ubbad ini, dan termasuk pembesar mereka. Beliau berdiri
sholat menghidupkan malam. Ketika tubuh dan kakinya merasa lelah, maka beliau
mengambil pentungan yang telah disediakan di sisinya, kemudian dipukullah kedua
kakinya sambil berkata :”Kalian berdua lebih pantas dipukul dibandingkan hewan tungganganku
itu. Apakah sahabat-sahabat Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam
menyangka mereka lebih berhak memperoleh kedekatan dengan beliau sedang aku
tidak…Demi Alloh aku akan berdesak-desakan dengan mereka untuk kedekatan itu
hingga mereka mengetahui bahwa mereka ada meninggalkan orang-orang yang
bersungguh-sungguh sepeninggal mereka.”
Az Zuhhad
Mereka adalah orang-orang yang meninggalkan dunianya,
padahal sebenarnya mereka mampu untuk itu. Mereka membuang hal-hal duniawi yang
ada di tangan mereka pada tempat-tempat kerelaan Alloh. Mereka mengambil harta
dunia hanya dalam keadaan darurat dan seperti orang yang memakan bangkai ketika
tak ada lagi makanan halal. Hanya cukup untuk menegakkan ruh, dan selebihnya
disedekahkan.
Termasuk pembesar mereka adalah Ibrohim bin Ad-ham.
Beliau tadinya adalah seorang raja dengan segala kebesaran dan kecukupannya.
Kemudian ditinggalkannya seluruh kemegahan itu, dan memilih hidup mandiri
dengan mencari kayu bakar. Hasilnya diambil sepertiga untuk bekal berbuka dan
sahurnya, selebihnya disedekahkan.
Syaikh Muhyiddin Muhammad Ibnul Arobi berkisah :”Salah
satu pamanku Yahya bin Yafan termasuk mereka. Beliau dulunya adalah raja kecil
di kota
Tilmisan. Pada zaman beliau hiduplah seorang Faqih ahli mencurahkan umur untuk
ibadah dari Tunisia
bernama Abdullah At-Tunisiy. Beliau masyhur sebagai penghulu ahli ibadah di
waktu itu. Ketika orang saleh ini berjalan melewati Tilmisan, bertemulah Raja
Tilmisan Yahya bin Yafan dalam kemegahan dan pakaian kebesarannya dengan
beliau. Dari salah seorang pengiringnya berkata :”Ini adalah Abdullah
at-Tunisiy orang saleh ahli ibadah zaman ini.”
Beliau kemudian menahan tali kekang kudanya dan berkata.
Yahya bin Yafan : “Assalamu ‘alaikum warohmatulloh
wabarokatuh”.
Abdullah At-Tunisiy : “Wa ‘alaikumus salam
warohmatulloh wa barokatuh.”
Yahya bin Yafan : “Ya Syaikh apakah pakaianku ini boleh
digunakan untuk sholat ”
Syaikh Abdullah at-Tunisiy mendengar pertanyaan ini
tertawa. Dan bertanyalah raja Yahya bin Yafan :”Apa yang engkau tertawakan ?”
Syaikh Abdullah :”Aku mentertawakan kedunguan akalmu dan
ketidaktahuanmu mengenai keadaan dirimu dan hal ahwalmu. Engkau ini menurutku
seperti seekor anjing yang bergumul dengan darah bangkai, memakannya dan
belepotan kotorannya. Ketika anjing itu akan kencing maka diangkatnya sebelah
kakinya agar tidak terkena percikan air kencingnya sendiri. Engkau ini banyak
menyimpan dan penuh barang haram, dan Engkau bertanya mengenai pakaian yang
pantas dan mengenai kedzalimanmu pada hamba-hamba Alloh yang terpikul pada
tengkukmu ?”
Mendengar ini menangislah Yahya bin Yafan dan segera
turun dari kuda. Ditinggalkannya seluruh kerajaannya dan berkhidmah melayani
Syaikh Abdullah at-Tunisiy. Kemudian Syaikh Abdullah memberikan gemblengan
ruhani selama tiga hari. Setelah hari ketiga, beliau membawa tali dan
memberikannya kepada Yahya bin Yafan. Kemudian memerintahkan :”Wahai
raja….sekarang telah selesai masa tiga hari untuk memuliakan tamu…sekarang
pergilah ke hutan dan carilah kayu bakar..!”
Sejak waktu itu Yahya bin Yafan masuk hutan dan keluar
dengan memikul kayu bakar di atas kepalanya. Beliau masuk ke pasar dengan
memikul kayu itu dan orang-orang banyak yang menangis melihat keadaannya.
Dijualnya kayu itu. Hasilnya diambil sebagian untuk menegakkan hidup dan selebihnya
disedekahkan. Begini terus keadaannya hingga beliau wafat dan dimakamkan di
luar kubur gurunya.
Pada waktu itu, ketika Syaikh Abdullah at-Tunisy di
datangi oleh orang yang meminta barokah doanya, beliau menjawab :”Mintalah doa
pada Yahya bin Yafan. Dia itu seorang raja yang memilih hidup zuhud. Seandainya
aku diberi cobaan Alloh berupa kerajaan dan kemegahan seperti dia, terkadang
aku tak bisa berzuhud seperti itu.”
Rijalul ma’
Mereka adalah wali-wali yang beribadah kepada Alloh di
kedalaman laut-laut dan sungai-sungai.
Tak ada seorangpun yang mengetahuinya.
Syaikh Muhyiddin Ibnul Arobi berkata :”Aku mendapat
khabar dari Abul Badri At-Tamasukiy Al-Bagdadi. Beliau adalah pribadi yang
sangat jujur dan terpercaya. Beliau mendapat khabar dari Syaikh Abu Su’ud bin
As-Syibli. Beliau berkata :”Suatu ketika aku berada di tepi sungai Dajlah di
Bagdad. Kemudian terbetiklah dalam hatiku sebuah pertanyaan “Apakah Alloh
memiliki hamba-hamba yang beribadah kepada-Nya di dalam air?” Belum selesai aku
berucap dalam hati ketika air sungai terbelah dan keluarlah seorang laki-laki
yang berucap salam kepadaku dan berkata :”Benar…wahai Abu Su’ud. Alloh memiliki
hamba-hamba pilihan yang beribadah kepadanya di dalam air. Dan aku adalah
seorang dari mereka. Aku ini berasal dari desa Tikrit. Aku meninggalkan desa
itu karena setelah beberapa waktu akan terjadi sebuah peristiwa”. Beliau
menyebutkan mengenai sebuah peristiwa yang akan menimpa Tikrit. Kemudian lenyap
kembali ke dalam air. Dan ketika telah lewat lima belas hari sejak kejadian itu aku
mendengar sebuah berita tentang Tikrit yang persis sama seperti yang
dikhabarkan lelaki dari dalam sungai itu kepadaku.”
Al Afrod
Mereka adalah
wali-wali yang disendirikan oleh Alloh, hatinya tidak merasa kecuali berkumpul
dalam majlis Alloh sang Maharaja. Memiliki kedekatan dengan Alloh dengan
kesaksian lisan syariat. Syaikh Muhammad Al-Awaniy rahimahulloh
adalah termasuk salah seorang dari mereka. Beliau termasuk salah seorang murid
gemblengan Syaikh Abdul Qodir al jilaniy.
Mereka adalah
hamba-hamba pilihan Alloh yang berada di luar ruang lingkup pandangan Al-Qutb.
Dan Al Khodhir termasuk salah seorang yang berdiri dalam barisan mereka.
Malaikat yang memiliki keadaan sama dengan mereka adalah ruh-ruh yang terdampar
dalam lingkup keagungan Alloh. Yaitu
malaikat karubiyun yang selalu beri’tikaf di Hadroh ilahiyah.
Wali-wali al Afrod dan malaikat karubiyun ini tidak mengenal
siapapun selain Alloh. Tidak melihat menyaksikan apapun selain apa yang mereka
ketahui dari Alloh.
Kedudukan maqom
mereka adalah antara maqom shiddiqiyyah dan nubuwwah tasyri’iyyah.
Ini adalah maqom yang agung dan tidak diketahui oleh kebanyakan para ahli
thoriq ilalloh.
Al-Umana’
Al Umana’ adalah jama’ dari al amin.
Wali-wali al amin adalah hamba pilihan yang memiliki sifat amanah
sesungguhnya, sungguh dapat dipercaya. Nabi Muhammad saw bersabda :”Sungguh
Alloh memiliki hamba-hamba kepercayaan.” Beliau bersabda mengenai sahabat Abu
Ubaidah Ibnul Jarroh :”Dia adalah orang terpercaya umat ini.”.
Mereka adalah golongan teristimewa dari wali-wali mulamatiyah.
Dan wali-wali al-umana’ memang hanya berasal dari mereka, bahkan
termasuk pembesar-pembesar mereka.
Tak bisa orang lain mengetahui hal-ahwal yang
mereka miliki. Karena para wali al-umana’ ini dalam kesehariannya
berlaku sama seperti orang biasa dengan segala profesi dan atribut yang biasa
disandang oleh orang kebanyakan. Mereka berlaku biasa-biasa saja, hingga dalam
urusan pengamalan syari’at hanya memperlihatkan hal-hal yang dilakukan oleh
orang biasa sesuai dengan kaidah pokok iman. Yaitu berdiri pada batas perintah
Alloh dan menjauh dari larangan Alloh yang fardhu-fardhu. Barulah ketika
Qiyamat dihamparkan mereka ini akan terlihat ketinggian derajat dan
keagungannya di hadapan seluruh makhluk. Benar-benar mereka insan-insan
terpercaya yang memegang kerahasiaan sifat khususiyah yang diberikan
pada mereka.
Wali-wali al amin ini tidak terkenal
keistimewaannya di dunia di antara manusia. Bahkan seandainya Al Khodhir tidak
diperintahkan oleh Alloh untuk menampakkan karunia keistimewaan yang diberikan
Alloh kepada Nabi Musa as. Beliau tidak akan menampakkan sedikitpun hal-hal
tersebut kepada Nabi Musa as. Sebab beliau termasuk dalam golongan al umana’.
Wali-wali al amin ini memiliki keistimewaan dibanding wali-wali yang
lain karena satu sama lain tidak saling mengenal. Jika saling bertemu maka
masing-masing selalu berusaha menutupi keadaannya, dan menampakkan diri bahwa
mereka orang mukmin yang biasa-biasa saja.
Al Qurro’
Al Qurro’ adalah jama’ dari al Qori’
(Ahli Al Qur’an). Mereka memiliki
kedekatan dengan Alloh bagaikan raja dengan ahli keluarganya dan orang-orang
khusus sang raja.
Mereka adalah orang-orang yang hafal Al Qur’an dan
mengamalkan isinya. Mereka menghafal huruf-hurufnya dan memperlihatkan isi dan
makna ayat-ayat Al Qur’an itu dalam amaliyah sehari-hari, hal-ahwal dan budi
pekerti mereka.
Syaikh Abu Yazid Al Busthomi adalah termasuk mereka.
Barang siapa yang akhlaqnya adalah Al Qur’an maka termasuk Ahli Al-Qur’an.
Barang siapa termasuk Ahli Al Qur’an maka termasuk Ahlulloh dan orang
khusus bagi Alloh. Karena Al Qur’an
adalah Kalam Allloh yang mulia. Nabi Muhammad saw. bersabda :
اهل القرآن هم اهل الله و
خاصته
”Ahlul qur’an hum ahlullohi wa
khossotuhu” (Ahli Al Qur’an adalah Ahli Alloh dan orang-orang khusus bagi
Alloh).
Syaikh Muhyiddin Ibnul Arobi berkata :”Syaikh Sahl bin
Abdulloh At-Tusturi mencapai derajat ini setelah berusia enam puluh tahun.”
Al Ahbab
Al Ahbab adalah jama’ dari al habib
(kekasih). Wali-wali al habib ini tidak ada jumlah tertentu dalam setiap
zaman. Kadang banyak kadang sedikit. Alloh berfirman : “fa saufa ya’tillahu bi qoumin yuhibbuhum wa yuhibbunahu[95]” (maka
Alloh akan mendatang suatu kaum yang Alloh mencintai mereka dan mereka
mencintai Alloh).
Karena mereka ini termasuk
hamba-hamba yang mencintai Alloh maka
Alloh memberikan cobaan-cobaan dan bala’
kepada mereka. Agar Alloh dapat memperlihatkan kepada makhluk-makhluk kadar
kecintaan mereka kepada-Nya. Yaitu walaupun mereka berada dalam keadaan serba
tidak mengenakkan mereka tetap menghamba dalam cinta dan kerinduan. Sedikitpun
keadaan itu tidak menggoyangkan pandangan hati mereka kepada Dzat yang mereka
cintai. Sebagaimana keadaan pencinta yang rela mengorbankan dirinya dalam
kesengsaraan demi cintanya kepada kekasih.
Kemudian karena mereka termasuk
dalam golongan yang mendapat balasan cinta dan dicintai oleh Alloh, Alloh
memilih mereka dan mengistimewakan mereka.
Golongan ini ada dua. Yaitu mereka
yang mendapat cinta sejak permulaan. Dan satu lagi, orang-orang yang hidupnya
dijalankan oleh Alloh dalam ketaatan kepada Rasulullah saw dan taat kepada
Alloh, hingga kemudian barulah berbuah kecintaan Alloh kepada mereka. Alloh
berfirman :”Qul in kuntum tuhibbunalloha
fattabi’uuni yuhbibkumulloh”[96]
(Katakanlah wahai makhluk termulia : “Jika kalian benar-benar mencintai Alloh
maka ikutilah aku, pasti Alloh akan mencintai kalian”). Ini adalah mahabbah
(kecintaan) yang merupakan buah dari pohon ketaatan. Yang tidak keluar begitu
saja, namun perlu perawatan terhadap pohon dan penjagaan terhadapnya. Namun
bagaimanapun mereka semua adalah hamba-hamba yang tercinta (al
ahbab).
Derajat-derajat (maqomat) mereka di
sisi Alloh tidak samar lagi. Wali-wali al habib
ini ciri-cirinya adalah kebersihan cinta dalam hati mereka. Kecintaan itu tidak
dikeruhkan oleh apapun. Mereka menetapi perasaan cinta ini bersama Alloh. Dalam
pergaulannya dengan sesama makhluq, wali-wali ini menghadapi mereka sesuai
keadaan yang di berikan Alloh baik itu terpuji atau terjela dalam syari’at. Dan
wali-wali ini menghadapi mereka dalam keadaan masing-masing itu sesuai dengan
adab tata krama syari’at.
Mereka mencintai siapapun karena
Alloh, dan memusuhi karena Alloh. Alloh mensifati mereka dalam sebuah Hadis
Qudsi yaitu : Alloh berfirman : Hai hamba-Ku apakah engkau ada beramal amalan
untuk-Ku ? maka si hamba menjawab :” Ya Robbi aku melakukan sholat, dan
berperang. Aku melakukan ini dan itu … dan disebutkannya amal-amal yang baik.
Alloh berfirman :”Itu semua akan menjadi bagianmu”. Si hamba bertanya : “Ya Robbi
apakah amalku yang menjadi bagian-Mu ?” Alloh menjawab :”Apakah engkau ada
mencintai karena-Ku pada orang-orang yang aku cintai. Atau engkau memusuhi
karena Aku pada orang-orang yang Aku musuhi?”.
Hal seperti inilah yang dapat
disebut dengan menomorsatukan Dzat yang dicintai. Yaitu dengan menyukai apa dan
siapapun yang disukai oleh-Nya. Dan membenci apa dan siapapun yang dibenci
oleh-Nya. Alloh berfirman ; Ya ayyuhal ladzina amanu la
tattakhidzu ‘aduwwi wa ‘aduwwakum auliya’a tulquna ilaihim bil mawaddati[97]” (hai
orang-orang yang beriman..Janganlah kalian mengambil musuh-Ku dan musuh kalian
sebagai kekasih-kekasih yang kalian jatuhkan kecintaan itu pada mereka). Alloh
berfirman :”la tajidu qouman yu’minuna billahi wal
yaumil akhiri yawadduna man chaaddalloha wa rosulahu wa kanu aba’ahum au
abna’ahum au ikhwanahum au ‘asyirotahum ula’ika kataba fi qulubihimul imana wa
ayyadahum bi ruhin minhu[98]” (Engkau
tidak akan menjumpai orang-orang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir dalam
keadaan mencintai orang-orang yang memusuhi Alloh dan Rasul-Nya walaupun mereka
(yang memusuhi Alloh dan Rasul-Nya) itu adalah orang tua sendiri, anak-anak
sendiri, saudara-saudara sendiri, atau teman sepergaulan sendiri. Mereka itulah
orang-orang yang telah Alloh tetapkan keimanan dalam hatinya dan Alloh kuatkan
mereka dengan ar-ruh dari sisi-Nya.)
Mereka para wali al-‘ahibba’
ini adalah ahli mendapat penopang kekuatan dari Alloh. Diriwayatkan dalam
sebuah hadis Qudsi bahwa Alloh berfirman :”wajabat
mahabbati lil mutahabbina fiyya wal mutajalisina fiyya wal mutabadzilina fiyya
wal mutazawirina fiyya” (kecintaan (mahabbah)-Ku
akan Aku berikan kepada orang yang saling mencintai karena-Ku, orang yang
duduk-duduk karena-Ku, orang-orang yang saling memberi karena-Ku, dan mereka
yang saling mengunjungi karena-Ku).
Al Muhaddatsun
Mereka adalah wali-wali yang di ajak
berbicara atau menerima pembicaraan dari sisi Alloh. Sahabat Umar
bin Khotob adalah seorang dari Pembesar golongan ini. Syaikh
Muhyiddin Ibnul Arobi berkata :”Pada zamanku yang termasuk dalam golongan
mereka dan aku mengenalnya adalah Abul ‘Abbas Al Khossyab dan Abu Zakariya
al-bucha’iy dari Ma’arroh yang sehari-hari berada di Zawiyah Umar bin Abdul
Aziz di Dir al Baqoroh.
Wali-wali al Muhaddatsun
ini ada dua golongan yaitu :
- Mereka yang menerima pembicaraan dari sisi Alloh dari balik hijab. Alloh berfirman wa ma kana libasyarin an yukallimahullohu illa wahyan au min waro’i hijab[99] (dan tidaklah Alloh berbicara kepada manusia melainkan berupa wahyu (ilham / isyarat) atau dari balik hijab). Mereka yang termasuk golongan ini terbagi ke dalam tingkatan-tingkatan yang banyak sekali.
- Mereka yang menerima pembicaraan dari ruh-ruh dan malaikat dalam hatinya. Terkadang bisa mendengar dari kedua telinganya atau berupa tulisan yang diperlihatkan kepada mereka.
Golongan yang bisa mendengar pembicaraan ruh-ruh ini menempuh jalannya
dengan riyadhoh-riyadhoh nafsiyah
(latihan-latihan penggemblengan kejiwaan) dan riyadhoh
badaniyah (gemblengan fisik) dengan jalan mereka
masing-masing. Karena hati dan jiwa ketika telah bersih dari kekeruhan terikat
dengan watak nafsu akan bertemu dengan alam yang sesuai dan seharusnya
ditempatinya. Maka di sanalah ruh itu akan menemukan apa-apa yang ditemukan
oleh ruh-ruh yang luhur berupa ilmu-ilmu yang tersebar di alam malakut dan sir-sir
yang hanya bisa terlihat dari alam malakut itu. Kemudian akan terukirlah dalam
hati si pemilik jiwa yang bersih ini segala makna-makna yang tersimpan dalam
seluruh alam. Dan akan hasil pengetahuan-pengetahuan gaib menurut kadar
kekuatan yang diberikan Alloh pada masing-masing jiwa tersebut.
Karena walaupun ruh-ruh dan jiwa-jiwa itu memiliki satu persamaan,
namun telah maklum bahwa masing-masing ruh atau jiwa memiliki kedudukan dan
tingkat yang berbeda-beda. Sebagian dari mereka ada yang mendapat kedudukan
agung di sisi Alloh. namun ada pula yang mendapatkan kedudukan lebih agung dari
yang lain.
Jibril ‘alaihis salam misalnya. Walaupun beliau adalah salah
satu yang terbesar di antara mereka, namun Mikail ‘alaihis salam lebih agung dari Jibril dan kedudukannya di
atas Jibril. Dan Isrofil lebih besar dari Mikail. Barang siapapun wali yang dikaruniai hati seperti Isrofil akan
mendapat hal-ahwal dan pemberian Alloh melalui hati Isrofil ‘alaihis salam.
Wali ini lebih agung dari wali yang memiliki hati Mikail. Inilah. Setiap jiwa
mendapat bagian masing-masing dari ruh malaikat yang sebangsa dengan
mereka. Tetapi banyak juga dari wali muhaddats
ini yang tidak mengetahui malaikat siapa yang berbicara kepadanya.
Hal-hal yang digambarkan di atas tadi adalah merupakan hasil dari
kebersihan jiwa dan hati. Dan pengaruh dari menjauhnya hati dan jiwa itu dari
pengaruh unsur-unsur campuran badan yang mengikatnya. Ruh-ruh insan yang
menerima pembicaraan malaikat-malaikat ini adalah ruh yang telah berada di luar
susunan campuran badannya.
Akan tetapi kemampuan ruh untuk menerima pembicaraan
malaikat-malaikat (ilham
malakiyah) ini bukan jaminan untuk memperoleh keberuntungan
di sisi Alloh dan kebahagiaan akhirat. Karena kemampuan itu hanyalah hasil dari
riyadhoh membersihkan hati dari kotoran-kotoran yang melekat padanya. Namun
jika kemampuan ini dihasilkan dari riyadhoh melalui jalan yang di ajarkan
Syariat dan mengikuti perilaku Nabi saw dan disertai dengan keimanan yang kuat
maka dia mendapatkan dua hal sekaligus, yaitu kemampuan menerima pembicaraan (al
hadits) dari ruh-ruh dan malaikat serta mendapatkan janji
Alloh akan kebahagiaan hidup di akhirat.
Jika kemampuan menerima memaham ini tidak terbatas pada pembicaraan
ruh-ruh dan malaikat saja, namun dikaruniai pula kemampuan untuk menerima
memaham kalam Alloh yang berupa ilham robbaniyah,
maka dia termasuk dalam golongan awal seperti di isyaratkan ayat Al Qur’an wa
ma kana li basyarin an yukallimahullohu illa wahyan au min waro’ii hijab.
Al Akhilla’
Al Akhilla’
adalah jama’ dari Al Kholil.
Wali al kholil ini tidak
memiliki jumlah tertentu. Kadang banyak dan kadang sedikit dalam setiap
zamannya. Wali al-Kholil mendapat
karunia seperti halnya Nabi Ibrohim Al Kholil,
nama derajatnya sama hanya saja tidak tidak seagung dan sebesar milik Nabi
Ibrohim ‘alaihis salam. Alloh berfirman wattakhodzallohu
ibrohima kholilan[100] (dan
Alloh menjadikan Ibrohim sebagai kesayangan).
Nabi Muhammad saw bersabda (lau
kuntu muttakhidzan kholilan lattakhodztu aba bakrin kholilan, wa lakin
sohibukum kholilulloh) ”Seandainya
aku boleh mengangkat orang tersayang (al Kholil)
maka aku akan mengangkat Abu Bakar, namun sahabat kalian itu adalah kesayangan
Alloh (Kholilulloh).”
As-Sumaro’
Wali-wali as-sumaro’
ini adalah orang-orang istimewa dari wali-wali ahli hadits
(al muhaddatsun). Mereka ini tidak ada pembicaraan sama sekali dengan
ruh-ruh dan malaikat. Pembicaraan dan munajat mereka hanya bersama Alloh yang
maha tinggi.
Al Warotsah
Al warotsah
adalah jama’ dari al warits
(pewaris nabi). Wali al warits
ini adalah ulama-ulama. Mereka ini ada tiga golongan yaitu dzolimun
li nafsihi, muqtashid, dan sabiqun bil khoirot.
Alloh mengisyaratkan dalam Al Qur’an : tsumma
aurotsnal kitabal ladzinastofaina min ‘ibadina faminhum dzolimun linafsihi wa
minhum muqtashid wa minhum sabiqun bil khoirot bi idznillahi dzalika huwal
fadhlul kabir[101]
(kemudian Aku wariskan Al-kitab kepada orang-orang yang Aku pilih dari
hamba-hamba-Ku, sebagian dari mereka menganiaya terhadap dirinya sendiri,
sebagian berlaku sedang-sedang seimbang, dan sebagian lain berlomba untuk
beramal baik dengan idzin Alloh. itulah dia anugerah yang teramat agung). Nabi
saw bersabda :”al ulama’u warotsatul anbiya’”
(orang-orang alim yang sempurna adalah pewaris para Nabi).
Adapun Firman Alloh mengenai pewaris
Nabi Al Mustofa saw yang
dzalim terhadap dirinya sendiri berkenaan dengan hal-ahwal sahabat Abu Darda’
dan ulama-ulama yang memiliki hal-ahwal sama dengan beliau. Mereka menganiaya
dirinya demi kepentingan dirinya pula di akhirat dan di sisi Alloh. yaitu agar
memperoleh kebahagiaan hidup di akhirat itu. Sebutan dzalim ini dikarenakan
Rasululloh bersabda :inna linafsika alaika
haqqon, wa li’ainika alaika haqqon” (sungguh
dirimu memiliki hak atasmu, dan matamu memiliki haq atasmu). Jika seseorang
berpuasa di siang hari sepanjang tahun selain hari-hari haram berpuasa, dan
tidak memejamkan mata sepanjang malam, maka dia telah menganiaya badannya demi
kepentingan badannya pula dan menganiaya matanya demi kepentingan si mata itu
besok di akhirat. Wali-wali al warits
yang termasuk dzolimun linafsihi
ini menghendaki dan ahli untuk beramal yang berat-berat dan mengamalkan ‘azimah
tanpa mengambil rukhsoh sama
sekali. Jika mereka ditawari dua amal yang satu ringan dan satunya lagi berat,
mereka akan memilih yang berat. Sebab mereka tahu dengan memayahkan diri dan
beramal yang berat-berat terdapat hikmah memerangi nafsu yang selalu
berkeinginan untuk mengambil yang enak-enak dan menganggurkan diri. Mereka adalah orang-orang kuat sesungguhnya.
Dan dzalim terhadap diri seperti ini bukan dzalim yang tercela dalam agama.
Sebab Abu Darda’ tetap dalam keadaan seperti itu hingga meninggal dunia dan
Rasulullah tidak mengharamkan perbuatannya. Serta Al Qur’an memberikan
kesaksian bahwa amalan seperti itu termasuk ke dalam perilaku hamba-hamba Alloh
yang terpilih dan mewarisi ilmu dari Al Qur’an (Al-Kitab).
Adapun sunnah nabi datang dengan
membawa dua hal yaitu rukhsoh
(keringanan) dan azimah (berat)
ini merupakan salah satu perwujudan rahmah Alloh dalam syari’at bagi seluruh
muslimin. Karena diantara mereka terdapat pula orang-orang yang lemah yang
tidak akan kuat jika dibebani amal-amal yang berat-berat terus menerus.
Golongan kedua dari wali al warits
adalah al muqtasid.
Hamba Alloh ini memberikan hak-hak nafsunya menikmati enaknya dunia dengan
tujuan menyemangatkan untuk beramal demi akhiratnya dan berkhidmah kepada
Tuhannya. Mereka mengambil keadaan tengah-tengah di antara rukhsoh
dan ‘azimah. Mereka
beramal ‘azimah namun juga mengambil rukhsoh dan memandangnya sebagai suguhan
dari Alloh yang tak pantas untuk di tolak.
Dan dalam urusan menghidupkan malam mereka disebut dengan mujtahid
(orang-orang yang bertahajud) sebab mereka tidur di malam hari dan bangun pula
di dalamnya. Mereka berpuasa namun mereka juga berbuka (tidak puasa). Demikian
seterusnya menurutkan hal tengah-tengah inilah amalan dari wali al waris al
muqtashid.
Golongan ketiga yaitu sabiqun
bil khoirot adalah hamba-hamba yang bersegera untuk
mengerjakan amal baik sebelum masuk waktunya. Mereka berwudlu dengan sempurna
dan menghadirkan hati di hadapan Alloh sebelum masuk waktu sholat, agar setelah
masuk waktu sholat itu mereka benar-benar telah siap dan dapat menikmatinya
dengan sempurna serta tidak ada urusan apapun yang mengganggunya. Mereka masuk
dan duduk i’tikaf di masjid telah dalam keadaan sempurna dan suci sebelum adzan
diserukan. Mereka bersegera mempersiapkan diri untuk amal sholih sebelum masuk
waktu melakukan amal itu. Dalam urusan zakat mereka juga demikian. Mereka
membayarkan zakat di awal waktu wajibnya tanpa menunda-nunda. Demikianlah
mereka bersegera mempersiapkan diri melakukan segala amal saleh tanpa
menunda-nunda walaupun diperbolehkan.
Nabi saw bersabda kepada Bilal bin
rabah :”Dengan apa engkau mendahuluiku
di surga ?” Bilal menjawab :”Saya tidak pernah berhadas kecuali bersegera
wudlu, dan tidak pernah saya wudlu kecuali bersegera sholat dua raka’at.” Nabi
berkata :”Nah ..itulah..”
AKHLAQ, SIFAT-SIFAT
DAN
PERILAKU HIDUP WALI- WALI KEKASIH ALLOH
DAN
PARA ULAMA PEWARIS NABI
Ulama yang mampu menjadi pewaris
nabi adalah penerang dalam kegelapan, pegangan di kala kebingungan, dan
penyejuk di tengah kehausan jiwa kaum muslimin. Merekalah wali-wali kekasih
Alloh yang menjadi pintu rahmat kasih sayang-Nya di muka bumi. Kerinduan umat
kepada figur-figur ulama seperti ini telah tak tertahankan lagi. Umat ini rindu
bertemu seorang alim yang berpakaian akhlaq-akhlaq Rasululloh. Dan berperilaku
benar-benar seorang hamba Alloh bukan hamba dunia dan segala kemegahannya.
Apalagi di zaman sekarang ini, zaman
yang telah teramat dekat dengan waktu yang dijanjikan Alloh, bahwa dunia dengan
segala kehidupannya akan tergulung dan
berakhir. Bermunculan banyak sekali pembohong-pembohong dalam agama. Mereka
menyandang nama seorang alim nan pertapa, guru rohani, dan sederet lain
identitas agama. Namun jika diperhatikan dengan seksama, identitas lahir dan
perbuatannya bagaikan minyak dengan air, bertentangan. Mereka memakai pakaian
serba putih, kepala berikat serban, dan jari-jari tak pernah lepas dari untaian
biji-biji tasbih. Namun mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
kelezatan kehidupan dunia dan kedekatan dengan penguasa. Bahkan sampai hati
menjual ayat-ayat Tuhan-nya dengan imbalan materi yang teramat sedikit bahkan
dengan harta yang haram pula.
Rindu sekali rasanya ingin bertemu
dengan ulama yang memiliki pijakan kuat dalam zuhud, ibadah, wira’iy, dan
mencegah anggota tubuh yang lahir dan yang batin dari terjatuh ke dalam
perbuatan yang dilarang Alloh. Ingin sekali rasanya menjumpai seorang alim yang
mau menolak pemberian penguasa dan menghindar bertemu dengan kepala
pemerintahan yang dzalim. Di manakah kita bisa menjumpai lagi ulama-ulama yang
berperi laku Qur’ani dan
terlihat ketakutannya kepada Alloh di wajah dan hal ahwalnya sehari-hari…. Ya
Robbi… Pertemukanlah kami dengan wali-wali kekasihmu. Berilah kami pertolongan,
kekuatan, dan keteguhan untuk berhias dengan akhlaq budi pekerti mereka. Hingga
benar-benar engkau perlihatkan kepada kami kejernihan mata air ilmu, mahabbah,
dan takut kepada-Mu dalam hati dan badan kami. La haula wa
la quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim.
Berikut ini adalah akhlaq-akhlaq dan
perilaku yang selalu dimiliki oleh para ulama pewaris nabi dan wali-wali
kekasih Alloh. inilah akhlaq-akhlaq dan perilaku hidup yang membedakan mana
emas dengan loyang, mana yang benar-benar ulama kekasih Alloh dan ulama kekasih
setan. Dengan memohon pertolongan Alloh Dzat Penguasa Alam Raya, inilah taman
penuh bunga dalam keindahan hati para wali-wali Alloh, ulama-ulama yang ahli
mengamalkan ilmu, dan para pencari ridho Tuhan Pencipta semesta.
I
Termasuk akhlaq dan perilaku hidup waliyulloh dan ulama salaf yang
sholih adalah selalu menetapkan diri pada Al Qur’an dan Sunnah seperti halnya
sebuah benda dengan bayangannya. Tidak ada seorangpun dari mereka yang
mengajukan diri membimbing manusia menuju ke jalan Alloh (irsyad)
kecuali setelah memiliki keluasan ilmu-ilmu syari’at seluas samudera.
Syaikh Abul Qosim Al Junaid Rodhiyallohu
‘anhu berkata : “ Kitab kita ini (Al Qur’an dan Sunnah)
adalah penghulu segala kitab dan mengumpulkan makna semua kitab itu. Syari’at
kita ini adalah Syari’at yang paling jelas terang dan paling lembut. Thoriqoh
kita ini (thoriqoh Shufiyah)
ditegakkan dikuatkan oleh Al Qur’an dan Sunnah. Oleh karena itu barang siapa
yang tak bisa baca Al Qur’an, tidak menjaga sunnah, dan tidak bisa memahami
makna keduanya tidak sah dijadikan panutan. Beliau bahkan juga berkata kepada
murid-muridnya :”Seandainya kalian menyaksikan seseorang yang mampu duduk
bersila di awang-awang maka janganlah kalian jadikan dia sebagai panutan sampai
kalian mengetahui perilaku hidupnya terhadap perintah dan larangan Alloh.
Jika kalian telah melihat orang itu
melakukan seluruh perintah Alloh dan menjauhi semua larangan-Nya, maka kalian
boleh meyakininya dan menjadikannya sebagai panutan. Jika kalian melihatnya
tidak melaksanakan perintah Alloh dan menerjang larangan-larangan-Nya maka
jauhilah dia !”
Akhlaq seperti ini, yaitu berdiri tegak tetap dalam jalur ayat-ayat Al
Qur’an dan Sunnah telah menjadi sesuatu yang sulit sekali ditemukan berada
dalam fuqoro’[102]
zaman ini. Banyak sekali orang-orang sekarang ini mengikuti orang yang mengaku
syaikh atau guru rohani yang sama sekali tidak memiliki pijakan dalam thoriqoh,
tidak memiliki dzauq dalam ilmu dan amalan-amalan hati, serta tidak tertib
dalam amalan lahiriyah. Namun syaikh-syaikh karbitan ini dengan nekad
menggerakkan lisan mereka berbicara tentang fana’, baqo’,
mahabbah, dan khouf.
Yaitu hal-hal yang tidak pernah sekalipun mereka alami atau mereka cicipi
rasanya.
Mereka mempesona murid-murid mereka dengan keindahan kata-kata yang
mereka anggap taushiyah namun
sejatinya mereka mengajukan diri menghadang bahaya kengerian kemurkaan Alloh.
Bagaimana tidak demikian, karena kedudukan mereka sebagai ‘mursyid
thoriqoh’ ini mereka jadikan alat mencari wibawa di hadapan
para penguasa dan kedekatan pergaulan dengan mereka. Terkadang mereka
mendatangi pejabat-pejabat itu dengan atribut ke-syaikh-an mereka hingga
kemudian sang pejabat memberikan sepotong harta rakyat yang berada di tangan
mereka. Dan jadilah sang syaikh memakan harta yang haram, karena dia
mendapatkan pemberian itu dengan cara yang berbau penipuan, yaitu dengan
membungkus nanah dan borok dalam hati mereka dengan pakaian alim nan saleh.
Benar-benar nyata firman Alloh dalam diri mereka :
الذين ضل سعيهم فى الحياة الدنيا و يحسبون انهم يحسنون صنعا
“Orang-orang
yang tersesat perjalanannya dalam kehidupan dunia namun mereka merasa bahwa
mereka memperbagus dengan sempurna dalam amal mereka.”
Sungguh jalan yang ditempuh oleh ulama
shufiyah (Alim ahli Tasawuf) adalah jalan yang benar-benar
bersih, berlandasan dan berpagar kitabulloh dan sunah rosul. Jalan ini berhias
dengan adab-adab dan hal-ahwal
Rosululloh dan para sahabatnya.
Syaikh Ali al Khowas rahimahulloh guru dari Wali Qutb Syaikh
Abdul Wahab As-Sya’roni menyampaikan bahwa jalan yang ditempuh kaum shufiyah rodhiyallohu
‘anhum ini benar-benar dikukuhkan dan dipilah-pilah
dengan kaidah-kaidah Al Kitab dan As-Sunnah sebagai halnya pemilahan emas dan
mutiara. Karena dalam setiap gerakan dan diam bagi seorang alim nan sufi
terdapat satu niat sholih yang sesuai dengan timbangan syari’at. Dan tidak akan
bisa mengerti cara memasukkan niat dan menempatkan niat-niat itu kecuali
orang-orang yang memiliki pemahaman ilmu syari’at seluas samudera.
Dan bohong besar orang yang
mengatakan bahwa thoriqoh shufiyah
tidak bersumber dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Karena hakikat seorang shufi
adalah hamba yang ahli ilmu dan mengamalkan ilmunya dengan penuh keikhlasan.
Hanya itu…bukan yang lain.
Dan yang diharapkan seorang guru
dari murid thoriqoh dengan mujahadah-mujahadah,
riyadhoh, berpuasa, ‘uzlah,
mengunci lisan, wira’iy, zuhud,
dan lain-lain adalah agar mereka menjalankan diri dalam penghambaan kepada
Alloh menyerupai amalan pendahulu-pendahulu mereka yang saleh-saleh. Namun
ketika amalan-amalan itu telah banyak hilang dari muka bumi karena matinya para
pengamalnya, maka sebagian orang menyangka bahwa amalan itu telah keluar dari
lingkup Al Kitab dan As-Sunnah. Mereka lupa bahwa memaham perilaku syari’at yang
dicontohkan Nabi dan para sahabat dengan berupa perbuatan-perbuatan tidak akan
bisa sempurna kecuali dengan melihat praktek perbuatan-perbuatan itu secara
nyata dengan bergaul dengan orang-orang yang mengamalkannya. Tidak cukup dengan
membaca keterangan berupa teks-teks tulisan saja. Karena “kata-kata”
sebagaimana diketahui memiliki keterbatasan dan memiliki potensi salah tafsir
teramat besar. Sementara mengambil ilmu dengan memperhatikan langsung praktek
pelaksanaannya akan lebih mendatangkan kesempurnaan pemahaman dan pengaruh
kejiwaan yang besar.
Karena inilah, para guru-guru
thoriqoh yang sesungguhnya adalah tauladan-tauladan dengan amalan-amalan
mereka. Menularkan perasaan-perasaan ke-hamba-an (adzwaq al
‘ubudiyah) dengan ungkapan-ungkapan hati berupa kata-kata
berselimut cahaya. Orang-orang yang hanya dengan bertemu dan berkumpul dengan
mereka telah menarik rasa tenteram. Orang-orang yang dengan diamnya mampu
mengajak siapapun di sekelilingnya untuk berdzikir dan mengukir nama Alloh
dalam hatinya. Mereka tidak berucap apapun melainkan telah ber-istikhoroh
kepada Tuhan-nya dan dengan idzin-Nya. Mereka inilah emas sebenarnya, dan
mutiara sebening-beningnya. Mereka yang menjadikan makna la
haula wa la quwwata illa billah sebagai pengganti darah
mereka. Maha suci Alloh Dzat yang melimpahkan rahmat kasih sayangnya dengan
menampakkan wali-wali-Nya. Memagari mereka dengan adab dan tata krama, hingga
orang yang memiliki mata hati benar-benar akan dapat membedakan mereka dari
musang berbulu domba.
II
Termasuk perilaku hidup para auliya
adalah keengganan mereka terhadap apapun perbuatan dan perkataan hingga mereka
mengetahui kesesuaiannya dengan Al Qur’an dan As-Sunnah.
Dari ini, diketahui dengan yakin
bahwa seseorang yang termasuk dalam lingkungan shufiyah tidaklah mencukupkan
hanya dengan melihat amalan orang banyak untuk dasar perilaku mereka. Bahkan
mereka tidak segan berseberangan dengan amalan orang banyak yang tidak memiliki
kesesuaian dengan Al Qur’an dan As-Sunnah.
Terutama pada zaman akhir di mana keadaan pengamalan agama telah
demikian bercampur aduk dan terbalik-balik. Yang sunnah
dianggap bid’ah dan
bid’ah dianggap sunnah karena
banyak orang yang mengamalkannya.
Syaikh Abdul Wahhab As-Sya’roni
dalam ungkapan keprihatinannya terhadap fuqoro’[103] menuqil sebuah hadis
yaitu :
لا تقوم الساعة حتى تصير السنة بدعة فاذا تركت البدعة يقول الناس تركت
السنة
“Tidak
akan tegak hari Qiyamat hingga amalan sunnah
menjadi bid’ah dan ketika
bid’ah ditinggalkan maka orang
banyak akan berkata “Telah ditinggalkan sebuah sunnah”.
Bahkan
ada sebagian dari ahli thoriq yang ketika mereka tidak menemukan petunjuk
sebuah amal dari sunah Nabi SAW yang tertulis dalam kitab-kitab ilmu hadis yang
ada, mereka kemudian ber-tawajuh kepada Nabi saw. dengan hati mereka.
Dan ketika ruhani mereka telah hadir di hadapan Nabi saw. Merekapun bertanya
mengenai permasalahan tersebut dan mengamalkan apapun keterangan dan jawaban
yang diberikan Nabi saw. Hanya saja keistimewaan seperti ini hanya khusus
dimiliki oleh pembesar-pembesar rijal ahli thoriq
saja.
Lalu apakah boleh bagi seorang yang
telah dikaruniai Alloh kedudukan derajat mampu bertawajuh kepada
Nabi saw untuk memerintahkan orang lain dengan perkara yang di dapat dari
perintah Nabi saw. kepadanya dengan jalan tawajuh ini ?
Allohumma..sebaiknya
dia tidak melakukan hal seperti itu. Karena perintah Nabi yang didapat dari
tawajuh
ini adalah sesuatu yang merupakan tambahan dari sunnah yang telah ditetapkan
terkumpul dengan jalan penuqilan dan periwayatan ilmiyah syar’iy. Sementara
membebani orang lain dengan hal-hal yang lebih dari itu adalah termasuk takalluf
dan memberatkan umat, hal seperti ini tidak sesuai dengan akhlaq seorang
pembimbing rohani yang dicontohkan oleh Rasulullah yang diutus dengan membawa
rahmat kasih sayang dan agama yang murah serta penuh kemurahan.
Benar-benar teruji dalam sejarah
bahwa para ulama salaf yang saleh selalu menganjurkan murid-murid dan
pengikutnya untuk berpegang teguh mengikatkan diri dan perilaku mereka pada Al
Qur’an dan As-Sunnah. Bahkan terkadang mereka bermaksud untuk memerintahkan
sebuah perkara yang mereka pandang sohih dalam ilmu mereka, namun ketika ada
yang menyampaikan bahwa Nabi tidak pernah memerintahkan hal seperti itu, mereka
pun menarik diri dari keinginannya tersebut. Seperti terjadi pada Khalifah Umar
bin Khotob yang berkeinginan untuk memerintahkan orang-orang agar tidak memakai
jenis pakaian tertentu yang pewarnaannya menggunakan campuran pewarna dan air
kencing wanita tua. Namun ketika ada orang yang bersaksi dan mengatakan bahwa
pakaian ini telah dipakai sejak zaman Nabi dan beliau tidak pernah
memerintahkan untuk menanggalkannya, maka Khalifah-pun menarik diri dari
keinginannya itu.
Sayid Ali Zainul Abidin radhiyallohu
‘anhu pernah berkata kepada putranya agar beliau
dibuatkan pakaian khusus yang akan dipakainya untuk membuang hajat. Beliau
bermaksud agar tidak memakai pakaian yang sama untuk sholat menghadap Alloh dan
memakainya lagi ketika berada dalam keadaan buang hajat. Putra beliau menjawab
bahwa hal seperti ini tidak pernah dilakukan oleh Rasululloh. Dan Sayid Ali
Zainul Abidin pun menarik diri dari keinginannya tersebut.
Karena itu … Marilah pelajari Al
Qur’an dan As-Sunnah seluas-luasnya. Kemudian renungkan dan jadikan pedoman
seluruh perkataan dan perbuatan. Jangan dahulu ingkar dan berburuk sangka
terhadap suatu amalan sebelum melakukan penelitian sedalam-dalamnya dan meminta
keterangan langsung dari yang bersangkutan. Agar kita tidak terjebak dalam
fitnah mem-bid’ah-kan sunnah dan men-sunnah-kan bid’ah. Jika jalan yang
ditempuh para ahli thoriqoh shufiyah
adalah bid’ah, jika mereka
yang senantiasa takut menjalani sebuah perkara hingga mengetahui kesesuaiannya
dengan Al Qur’an dan As-Sunnah adalah ahli bid’ah, maka sungguh tak ada lagi sunni
di muka bumi ini. Alhamdulillahi robbil
‘alamin.
III
Termasuk akhlaq dan perilaku para auliya’ radhiyallohu
‘anhum adalah banyaknya menyerahkan urusan kepada Alloh
baik urusan diri mereka sendiri, anak-anak mereka, murid-murid, dan lingkungan mereka. Tidak ada
tumpuan dalam urusan menarik hidayah bagi diri mereka, anak-anak mereka,
murid-murid, dan masyarakat sekitar mereka selain perbuatan Alloh yang memiliki
segala keagungan dan kemuliaan.
Syaikh Abdul Wahhab As-Sya’roni berkisah :”Sungguh anakku si
Abdurrohman itu tidak memiliki sedikitpun semangat dan keinginan untuk menuntut
ilmu agama. Dan aku sangat prihatin dan bersedih karenanya. Berbagai usaha
telah aku lakukan namun sedikitpun tidak merubah keadaaannya. Hingga terbetik
ilham dalam hatiku untuk menyerahkan urusan si Abdurrahman kepada Alloh Dzat yang
menciptakannya. Dan akupun berdoa, bermunajat kepada-Nya pada malam itu. Aku
serahkan urusan kebaikan putraku kepada Raja-nya. Dan sejak malam aku
bermunajat itu aku melihat putraku mau muthola’ah
ilmu tanpa diperintah dan dengan keinginannya sendiri.
Bertambah lagi rasa syukur itu karena aku melihat putraku ini telah menemukan
manisnya ilmu, dan memiliki kecerdasan ketajaman pemahaman yang mengalahkan
para penuntut ilmu yang telah bertahun-tahun bergelut dengan ilmunya. Ternyata
Alloh memberikan aku kelonggaran dari kepayahan dengan menyerahkan bulat-bulat
urusan ini kepada-Nya. Semoga Alloh menjadikannya termasuk ulama’ul
‘amilin yang ahli mengamalkan ilmunya. Amien.”
Syaikh Ali Al Khowwas berkata :”Tidak ada sesuatu yang lebih bisa
bermanfaat bagi putra-putra para ulama dan sholihin selain mendoakan mereka
dari kejauhan dan menyerahkan urusan kebaikan anak-anak itu kepada Alloh”.
Syaikh Abil Hasan Asy-Syadzili ketika diberikan berita kelahiran
putrinya juga melakukan hal yang sama. Beliau kemudian masuk ke dalam ruangan
kholwat. Selama tujuh hari di dalamnya beliau berdoa, bermunajat kepada Alloh
menyerahkan urusan kebaikan putrinya ini kepada-Nya. Pada hari ketujuh ketika
tiba hari penyembelihan aqiqoh beliau-pun meminta agar putrinya di bawa
mendekat. Kemudian dipondong dan dikecup bibir putrinya sambil berdoa dan
beliau berkata :”Marhaban…selamat
datang putriku..Wajihah..jadilah engkau yang terkenal kebaikannya (Arifatul
Khoiriyah).” Dan setelah besar Sayyidah Wajihah ini menjadi
wanita ahli al Qur’an yang menjadi tujuan para penuntut ilmu dan guru-guru di
seluruh Mesir dan sekitarnya untuk men-tajwid-kan
bacaan Al Qur’an dalam Qira'at tujuh dengan beliau mengajar mereka (yang bukan
muhrim) dari balik hijab. tanpa berhadapan wajah.
IV
Termasuk perilaku hidup para auliya’ adalah besarnya keikhlasan mereka
dalam ilmu dan amal. Dan selalu mengkhawatirkan masuknya riya
dalam ilmu dan amalnya itu.
Wahab bin Munabbih rahimahulloh berkata :”Barang siapa mencari
dunia dengan amalan akhirat maka Alloh akan membalikkan hatinya dan menuliskan
namanya dalam buku induk daftar ahli neraka.”
Dan termasuk sebagian dari tujuan dunia adalah mencari ketenaran,
mencari nama baik, agar dikenal sebagai orang saleh, agar dipilih dalam
kampanye calon anggota legislatif atau
dalam kampanye-kampanye mencari jabatan lain, dan berbagai wajah memamerkan
diri atau menonjolkan diri dalam pergaulan masyarakat manusia. Jika
maksud-maksud tersembunyi seperti disebutkan di atas disertakan dalam sebuah
amal kebaikan sebangsa akhirat maka jadilah itu sebagai kegiatan mencari dunia
dengan amalan akhirat.
Imam Sufyan As-Tsauri rahimahulloh sering sekali mencela dirinya
sendiri dengan berkata :”Hai Sufyan..Engkau ini berbicara dengan pembicaraan
orang-orang saleh yang ahli berbuat ketaatan dan ahli beribadah namun
amalan-amalan-mu adalah amal orang-orang fasiq, munafiq, dan suka memamerkan
diri. Ini bukanlah sifat-sifat orang yang ikhlas.”
Ada
orang bertanya kepada Dzun Nun Al Mishri rahimahulloh :”Kapankah
seseorang bisa mengetahui bahwa dirinya telah menjadi hamba yang ikhlas ?”
Beliau menjawab :”Jika dia telah berusaha sekuat tenaga untuk beramal ketaatan
dan menyukai kejatuhan derajatnya di antara sesama manusia.”
Syaikh Muhammad ibnul Munkadir rahimahulloh berkata :”Aku lebih
menyukai saudara-saudara seagamaku menampakkan tanda-tanda kebaikan mereka di
malam hari. Karena ini lebih mulia dari pada memperlihatkannya di siang hari.
Sebab di siang hari hal itu dapat dilihat oleh orang banyak dan di malam hari
diperuntukkan bagi Tuan semesta alam.”
Ada
seseorang bertanya kepada Syaikh Yunus bin Ubaid rahimahulloh :”Apakah
masih ada seseorang yang beramal seperti amalan Syaikh Al Hasan Al Bashri ?”
Beliau menjawab :”Aku tidak melihat ada yang mampu berbicara seperti
pembicaraannya, bagaimana ada yang beramal seperti amalannya ? Mau’idhoh Syaikh
Al Hasan Al Bashri mampu membuat hati menangis, sedang mau’idhoh selainnya
tidak bisa membuat mata menangis."
Imam Sufyan bin Uyainah rahimahulloh pernah memberikan mau'idhoh
dalam sebuah pertemuan Qori'-qori' penghafal Al Qur'an :"Bagaimana seorang
yang hafal Al Qur'an dapat mengamalkan isi Al Qur'an sementara dia di malam
harinya tidur, siangnya tidak berpuasa, dan mau mengambil hal-hal haram dan
syubhat..?"
Syaikh Mansur bin Al Mu'tamir rahimahulloh dalam sebuah majlis
ulama menyampaikan : "Kalian semua bukanlah ulama' tapi orang-orang yang
bergembira dalam kelezatan dengan ilmu-ilmu. Seorang dari kalian mendengar
sebuah masalah agama kemudian diceritakannya kepada orang-orang. Jika
benar-benar kalian ini beramal dengan ilmu-ilmu itu, maka akan merasakan dan
menelan kepahitan-kepahitan dan hal-hal yang menyakitkan tenggorokan. Jika
benar-benar kalian mengamalkan ilmu maka ilmu kalian akan mendorong kalian
untuk berlaku wira'iy dan
berhati-hati hingga dengan ilmu itu kalian akan melihat dan tidak bisa
menemukan sepotong roti yang enak untuk dimakan…"
Al Fudhail bin 'Iyadh berkata :"Seandainya tidak ada kekurangan
yang menghinggapi para ahli Al Qur'an dan Ahli Hadis maka pastilah mereka telah
menjadi manusia-manusia pilihan. Namun mereka menjadikan ilmu mereka itu
sebagai profesi dan alat mencari penghidupan, dan karena inilah mereka menjadi
remeh tidak terhormat di kalangan alam malakutlangit-langit dan bumi. [104]
Imam Muhammad bin Idris As-Syafi'iy berpesan :"Sebaiknya seorang
alim memiliki simpanan amal saleh yang
tidak diketahui siapapun selain dirinya sendiri dan Alloh ta'ala. Karena
sungguh apapun yang terlihat oleh orang banyak baik berupa ilmu atau amal akan
sedikit sekali manfaatnya di akhirat. Dan tidaklah seseorang bertemu dengan
seorang alim dalam mimpi yang berkata :"Alloh mengampuniku karena
ilmuku" melainkan hanya sedikit.
Wali agung Syaikh Abdul Wahhab As-Sya'roni berpesan :"Karena itu
…Wahai Saudaraku…telitilah dirimu sendiri dalam urusan ilmu dan amalmu…
Tangisilah dirimu sendiri jika Engkau melihat ada riya'
atau sum'ah dalam
hatimu…Karena Engkau telah melihat orang-orang besar yang termasuk ulama'
amilin dan ahli ikhlas memposisikan diri mereka menjauhi riya'
dan sum'ah sedemikian
kerasnya.."
V
Termasuk perilaku hidup para auliya' radhiyallohu anhum adalah mereka
selalu mendiamkan saudara sesama ulama yang bergaul rapat dengan penguasa atau
bolak-balik mendatangi pintu rumah mereka tanpa dhorurot
Syar'iyah dan kemaslahatan seperti dalam usaha memerintah
penguasa untuk berbuat ma'ruf dan mencegah mereka berbuat dzalim.
Mereka berlaku seperti itu karena mengamalkan hadis Nabi yang artinya
kurang lebih :"Sungguh di dalam Neraka Jahanam ada jurang yang disebut
Haihab. Alloh menyediakannya bagi para pemegang kekuasaan yang sewenang-wenang
dan Qori' – Qori' (orang yang menguasai ilmu Al Qur'an) yang tukang menjilat.
Mereka masuk bergaul dengan penguasa-penguasa yang lalim."
Gubernur (wali negeri) Basrah pernah
berkata kepada Syaikh Malik bin Dinar :"Apakah Tuan mengerti, apa yang
membuat tuan berani berkata keras kepada kami dan kami tak kuasa untuk
menandingi membalasnya ? Yaitu tidak adanya pengharapan Tuan akan harta benda
yang berada pada kami dan ketidaksukaan Tuan akan akan itu."
VI
Temasuk perilaku hidup para auliya' adalah usaha mereka untuk
meninggalkan kemunafikan. Yaitu menyamakan keadaan lahir dan batin mereka agar
tetap dalam kebaikan. Tidak ada dalam kamus mereka memperlihatkan kebaikan pada
dzahirnya dan dalam hati mereka menyimpan kebusukan. Lahir dan batin selalu
sama. Hingga tak ada satupun amal mereka yang akan dipermalukan besok di
akhirat.
Termasuk wasiat Al Khodhir alaihissalam
kepada Umar bin Abdul Aziz ketika keduanya bertemu di Madinah Al
Musyarofah adalah :"Wahai Umar…Jangan sampai engkau ini
menjadi waliyulloh dalam
tampak lahirnya dan menjadi musuh Alloh dalam tampak batinnya. Karena orang
yang lahir dan batinnya tidak sama adalah munafik. Dan orang munafik akan
berada di lapisan paling bawah dari neraka." Mendengar ini Umar bin Abdul
Aziz menangis tersedu hingga air mata membasahi jenggotnya.
Dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa Rasululloh SAW bersabda :
يخرج فى اخر الزمان اقوام يحتالون (اى يطلبون الدنيا بعمل الاخرة اى
الدنيا بالدين) يلبسون جلود الضأن من اللين السنتهم احلى من العسل و قلوبهم قلوب
الذئاب يقول الله تعالى ا بى يغترون ام
على يجترئون فبى حلفت لابعثن على اولئك فتنة تدع الحليم فيهم حيران
“Akan muncul di akhir zaman suatu kaum yang ahli
khilah (yaitu mencari dunia dengan amalan akhirat yaitu mencari dunia dengan
alat agama) mereka memakai kulit-kulit domba dalam hal kehalusan bulunya,
lisan-lisan mereka lebih manis dari madu dan hati mereka adalah hati-hati
harimau. Alloh berkata (tentang mereka) :”Apakah mereka tertipu oleh-Ku atau
mereka benar-benar berani menentang-Ku. Maka Demi Aku, Aku bersumpah akan
benar-benar aku bangkitkan fitnah pada orang-orang tersebut yang membuat
orang-orang yang bersabar di antara mereka dalam keadaan bingung..”
Ungkapan Rasululloh “mereka memakai
kulit-kulit domba dalam hal kehalusan bulunya” ini sungguh ungkapan yang paling
mampu melukiskan tampak lahir dari ulama-ulama dan qori-qori yang ahli ber-khilah.
Dalam hal pakaian, mereka itu sungguh bagai alim nan pertapa. Pakaian mereka
mensyiarkan kezuhudan terhadap dunia dan kehalusan budi pekerti.
Rasululloh melukiskan lagi sifat mereka
dengan “Lisan mereka lebih manis dari pada madu”. Sungguh ungkapan ini sangat
tepat. Karena ulama-ulama, qori-qori, dan ahli ilmu agama yang menjadi budak
dunia ini ketika mereka menggerakkan lisan mereka dan ‘bercerita’ tentang ilmu
agama dan keindahan akhirat sungguh teramat manis di telinga dan melenakan.
Namun ketika telah selesai ‘pertunjukan tausiyah’ ini tak ada satupun yang
berbekas baik di hati orang-orang yang mendengar lebih-lebih pada si alim
sendiri. Status ustad, guru agama, guru spiritual, kyai, ustadzah, ahli
qiro’ah, dan berbagai sebutan lain bagi mereka adalah sama dengan profesi yang
berujung pada popularitas dan merupakan alat untuk mencari kemakmuran dan
gemerlap keuntungan finansial. Semakin besar nilai uang yang diperoleh untuk
sebuah bentuk acara yang bernuansa religi, maka mereka-pun akan berlomba dan
tak sungkan melamar bahkan mengikuti
audisi untuk itu. Dan mereka pun tak perduli dengan siapa mereka manggung.
Bahkan satu panggung dengan penyanyi-penyanyi pun mereka lakoni dengan dalih
berdakwah sambil bermusik. Mereka lupa bahwa kebatilan dan haq tak
dapat berkumpul dalam satu tempat. Inilah wajah ahli-ahli tausiyah zaman akhir.
Muslimin banyak tertipu dan lebih banyak lagi mereka yang tertegun dalam
kebingungan tiada akhir.
Rasululloh melukiskan lagi sifat mereka
:”Hati-hati mereka adalah hati-hati macan
(Raja dari binatang buas).” Sungguh keadaan jiwa mereka tidak sekedar
mirip hewan yang buas, bahkan di antara sekian hewan-hewan buas merekalah
rajanya. Memiliki kebuasan dan keserakahan melebihi yang lain. Kegelapan hati
mereka sungguh tak terkira. Hingga dengan enteng mereka menipu orang lain
dengan kemunafikan. Mereka memperlihatkan kebaikan dan kata-kata bijak namun
mereka menyimpan kerakusan nafsu dunia dan kebusukan rohani. Dan memang inilah
yang disebut dengan hakikat munafik. Lebih parah lagi mereka berani menghadang
pedihnya azab akhirat dengan keadaan tersenyum. Yaitu dengan menjual ayat-ayat
Alloh ditukar imbalan materi yang tak seberapa.
Syaikh Abu Abdillah Al Antoqiy rahimahulloh berkata :”Amalan yang paling utama adalah meninggalkan maksiat-maksiat
yang batiniyah (tersembunyi dalam hati).” Kemudian ada yang bertanya pada
beliau :”Mengapa bisa demikian ?” Beliau menjawab :”Ketika maksiat-maksiat
batiniyah ini dijauhi maka orang tersebut terhadap maksiat-maksiat yang lahir
akan lebih menjauh. Karena barang siapa yang keadaan batinnya lebih baik dari
hal-ahwal lahir yang terlihat umum maka inilah keutamaan sesungguhnya. Barang
siapa yang lahir dan batinnya sama maka inilah keadilan keseimbangan
sesungguhnya. Barang siapa yang tampak lahirnya lebih baik dari keadaan
batinnya maka inilah kejahatan sesungguhnya.”
Syaikh Malik bin Dinar berkata :”Barang siapa
yang memerintah orang lain dengan perkara yang hal-ahwalnya sendiri tidak mampu
menjangkaunya maka orang ini munafiq. Kecuali jika ada orang yang menanyakan
mengenai hokum dari hal tersebut.” Beliau juga menyampaikan :”Janganlah dirimu
menjadi hamba Alloh yang saleh di siang hari, dan menjadi setan yang durhaka di
malam hari”.
Sahabat Az-Zubair bin Al ‘Awwam berkata
:”Jadilah kalian orang yang memiliki simpanan amal-amal saleh yang tidak
diketahui manusia sebagaimana kalian memiliki kejelekan-kejelekan yang tidak
pula diketahui oleh mereka.” Artinya hendaklah kita memiliki amal-amal saleh
yang hanya dapat dilihat oleh Alloh saja, dan jangan sampai diketahui oleh
orang lain sebagaimana kita memiliki kejelekan dan cacat yang sekuat tenaga
kira sembunyikan agar jangan sampai orang lain mengetahuinya.
Subhanalloh…sungguh zaman kita ini telah
benar-benar terbalik-balik, dan kusut masai tak terurai. Hal-hal sunnah
dianggap bid’ah dan sebaliknya. Kebaikan, kesuksesan, dan keindahan hanya
dilihat dari kepingan-kepingan emas, dan butiran beras. Allohu akbar…ya Alloh
lindungilah kami dari kesesatan..Dekatkan kami..Kenalkan kami dengan
kekasih-kekasih-Mu..Wali-wali pilihan-Mu…agar kami terhindar dari beratnya
kemarahan-Mu..amin.
MANAQIB PARA
AULIYA’
DI TANAH JAWA
- Sunan Muria (Raden Umar Said)
Beliau adalah putra dari Sunan Kalijogo.
Hasil perkawinan dengan putri Syaikh Ali Rahmatulloh, Sunan Ampel. Pendidikan
yang diberikan Sunan Kalijogo kepada Raden Umar Said sejak bayi hingga usia
tamyiz adalah dengan menanamkan tata karma adabiyah kepada orang tua. Untuk
meletakkan dasar birrul
walidain kepada Raden Umar said
sejak kecil, agar supaya birrul
walidain ini dapat menyatu dengan
darah dan terpancar dalam hal-ahwal sehari-hari dengan tanpa paksaan karena
telah menjadi kebiasaan. Hingga diceritakan bahwa adab tata karma Raden Umar
Said kepada kedua orang tuanya ini melebihi tata karma murid kepada gurunya.
Sunan Kalijogo dalam mendidik Raden Umar Said kecil ini memang pertama kali
hanya mengkhususkan tata karma kepada orang tua dan mengenalkan asma-asma Alloh
hingga menancap ke dalam hati Raden Umar said sejak kecil. Tidak ada yang lain
selain dua hal ini.
Barulah ketika beliau telah berumur 5 tahun
mulai mengaji Al Qur’an kepada kedua orang tuanya sendiri. Hingga pada umur 9
tahun, Raden Umar said telah hafal Al Qur’an beserta tafsir lafad-lafadnya dan
penjelasan maknanya. Subhanalloh.
Setelah itu beliau dititipkan kepada Sunan
Ampel untuk mengaji. Namun ini tidak berlangsung lama karena Sunan Ampel
kemudian Wafat. Beliau kemudian dibawa mengaji kepada Sunan Ngudung oleh Sunan
Kalijogo. Di sana
beliau mengaji bersama dengan ulama-ulama dan wali-wali yang lain.
Raden Umar said ini mewarisi keluwesan dakwah
dari Sunan Kalijogo. Beliaulah yang menggubah dua tembang macapat yaitu Sinom
Parijoto dan Maskumambang.
Setelah Sunan Kalijogo membaca dan menyimak dua
hasil karya Raden Umar Said ini, beliau kemudian memberikan perintah agar Raden
Umar Said membuat pesantren di Gunung Muria. Dan sejak ini mulailah beliau
mengajar dan berdakwah kepada Masyarakat banyak.
Raden Umar Said ini termasuk wali yang
tergolong dalam “Ad-Dzohiruna
bi amrillah ‘an amrillah”. Wali yang memperlihatkan
diri dan status khususiyahnya karena diperintahkan oleh Alloh untuk menegakkan
hukum-hukum dan kalimah-kalimah Alloh. Wali-wali yang bersifat seperti ini
hanya ada 18 orang dalam satu periode yang tersebar ke seluruh penjuru dunia.
Dan Sunan Muria adalah salah satunya. Jika di tanah arab yang pernah terkenal
dari golongan ini adalah Syaikh Abu Madyan Su’aib Al Andalusi dari Andalusia (Spanyol).
Khoriqul adat bagi beliau Sunan Muria adalah
hal lumrah dan terjadi setiap saat. Murid-murid beliau banyak yang menjadi
pendekar-pendekar pembela agama dan syari’at yang kuat-kuat dan perkasa.
Beliau hingga saat ini masih bertasarruf
seperti halnya dahulu. Masih mengajar ilmu kepada orang-orang yang
dikehendakinya, masih memberikan barokah doa dan karomahnya kepada siapapun
yang berkunjung ke ‘rumah kediamannya’ di puncak Muria.
Karena beliau termasuk wali yang karomahnya
teramat dzahir maka su’ul
adab dan perbuatan tidak baik
di lingkungan Muria akan mendapatkan balasan seketika dari Alloh. Pernah
diceritakan bahwa ada seseorang yang sedang kesulitan dalam usaha. Kemudian dia
berdoa kepada Alloh bertawassul dengan Syaikh Umar Said dan bernadzar kepada
Alloh “Jika usaha saya mengalami keberhasilan maka saya akan berziarah kepada
Sunan Muria.” Dan Alloh mengabulkan doa orang ini dengan barokah doa Syaikh
Umar Said. Namun ketika sedang dalam perjalanan untuk berziarah ke Muria, orang
ini mampir dulu berziarah ke Sunan Kudus. Yang seharusnya menurut tata karma
yang baik tidaklah demikian. Utamakanlah berkunjung dulu ke Muria baru kemudian
ke Kudus. Benarlah…ketika telah selesai dan dalam perjalanan pulang dari Muria,
belum begitu jauh dari Muria, stir mobil yang dikendarai orang ini berserta
rombongannya macet tidak dapat dibelokkan ke kanan maupun ke kiri. Demi
keselamatan akhirnya mobil di hentikan..dan seluruh penumpang turun. Kemudian
si empunya hajat pun teringat bahwa dia telah su’ul adab terhadap Syaikh Umar Said.
Lalu di ajaklah seluruh penumpang untuk membaca surat Al Fatihah dan dihadiahkan kepada
Syaikh Umar Said dan dalam hati masing-masing mohon ampunan kepada Alloh atas
su’ul adab kepada wali-Nya. Setelah selesai semua rombongan naik kembali dan
ketika mobil mulai dijalankan telah normal lagi seperti biasanya.
Alhamdulillah..karena barokah cinta kepada
auliya’ penulis mendapatkan pemberian Alloh pernah menerima wejangan beliau
ketika berkunjung bersama rombongan kepada beliau. Beliau berkata :”Yen podho kepingin keparingan awak kang sehat lan ati
kang tetep urip nalikane akeh ati kang
podho mati, mongko ngamal sholat sunah fajar rong roka’at nuli moco “ya hayyu
ya qoyyum la ilaha illa anta” kaping patang puluh siji. Nuli sholato subuh
kelawan berjama’ah senajan namun wong loro[105].”
Jika berziarah ‘sowan’ ke Sunan Muria, maka
dalam hati mohonlah kepada Alloh agar mendapat barokah beliau, hingga Alloh
memberikan kita kekuatan yang besar untuk membela agama ini dari orang-orang
yang dzalim, dan mereka yang menyesatkan umat, dan Alloh memasukkan kita ke
dalam golongan tentara-tentara Alloh yang mendapat kemenangan dunia akhirat.
Amien.
- Kyai Parak Awal (Pangeran Benowo) dan Raden Ahmad (Kyai Parak Tsani)
Beliau adalah Putra Mahkota kerajaan Pajang.
Putra dari Sultan Hadiwijoyo. Calon pemangku tahta sepeninggal ayahandanya.
Beliau adalah seorang ahli ilmu agama baik yang lahir maupun batin. Pada waktu
itu ketika terjadi kemelut di kerajaan Pajang. Dikisahkan bahwa setelah Sultan
Hadiwijoyo (sultan Pajang) mangkat, para putera sentana, para Bupati, Sunan
Kudus dan Panembahan Senopati berkumpul untuk membicarakan siapa yang akan
menjadi sultan Pajang yang baru. Sultan Kudus bertanya kepada para Bupati, dan
mereka menjawab : “Prayoginipun ingkang jumeneng nata punika inggih Kanjeng
Pangeran Benowo, sebab Pangeran Benowo punika Putera Jaler sarta sampun
wajibipun” (sebaiknya yang menjadi raja adalah Pangeran Benowo, sebab
Pangeran Benowo adalah putera laki-laki sultan yang telah meninggal dan menurut
hukum menjadi orang yang berhak atas tahta kerajaan.) Namun Sunan Kudus menolak
usul tersebut, dan mengajukan Adipati Demak sebagai raja pengganti Sultan
Hadiwijoyo, sebab sekalipun Adipati Demak itu putra menantu, namun masih
sama-sama keturunan raja, dan istri Adipati Demak adalah putra tertua Sultan
Hadiwijoyo. Adapun Pangeran Benowo hendaknya menjadi Adipati di daerah Jipang.
Pada waktu itu Panembahan
Senopati mau menyambung untuk mengemukakan usulnya, namun dicegah oleh Kyai
Jurumertani. Panembahan Senopati akhirnya diam, dan kehendak sunan kudus
menjadi kenyataan.
Pangeran Benowo kemudian bermukim
di Jipang dengan rasa terpaksa “sarta sanget sakit galihipun” (merasa
sakit hati). Panembahan Senopati kemudian pulang ke Mataram, dan dihibur dengan
nasehat dari Kyai Jurumertani, katanya : “Ananda janganlah engkau banyak suka
mencampuri perebutan kenikmatan duniawi antara Pangeran Benowo dan Adipati
Demak, karena mereka sama-sama saudara sendiri, sekalipun mereka sampai
berperang, biarkan saja. Lebih baik engkau bersedekah dan mengabdi pada
almarhum, agar engkau mendapatkan sawabnya”.
Kemudian karena melihat
kehidupan politik perebuatan kekuasaan ini hati beliau yang dipenuhi cahaya
ilmu agama tidak kuat. Ditambah lagi beliau memperhatikan kehidupan para bangsawan telah jauh dari tuntunan
ilmu agama. Merasakan hal ini beliau sangat bersedih hingga akhirnya beliau
memutuskan dengan tekad bulat untuk meninggalkan segala kemewahan kerajaan
termasuk jabatan Pangeran Pati (putra mahkota) dan memilih untuk hidup
mendekatkan diri kepada Alloh (Ngeparak ing Gusti).
Pangeran Benowo pergi
meninggalkan jabatannya dan mengembara ke Gunung Munggut (sekarang sekitar Desa
Pringapus Kec. Klepu Kab. Semarang)
hingga sampai di hutan Kendal dengan dikawal empat orang abdinya yaitu Kyai
Bahu dan Kyai Wiro, sedang yang kedua orang lagi tidak diceritakan namanya.
Selama dihutan itu Pangeran
Benowo merasa sejuk hatinya melihat padang
yang luas, sedang tanahnya baik dan rata. Hanya sayang di tempat tersebut tidak
ada sungai yang mengalirinya.kemudian Pangeran Bemowo menyampaikan kepada para
abdinya mengenahi masalah tidak adanya sungai itu. Lalu para abdi Pangeran
Benowo menjawab, sebaiknya kita membuat sungai yang dimaksud Pangeran Benowo
itu.
Dalam hal ini maka Kyai
Bahu dan Kyai Wiro lalu mendapat perintah membuat aliran sungai secepatnya,
agar dapat segera mengaliri hutan disekitar itu sehingga dapat menyenangkan
hati orang-orang yang bermaksud ikut
tinggal di hutan itu. Kemudian Pangeran Benowo bersama empat orang abdinya
pergi ke sungai Lotud. Ditempat ini mereka menemukan tempat yang agak datar
yang dapat memudahkan mengalirnya air. Dengan barokah dan izin Alloh, sungai
itu lalu disudat[106]
pangeran Bendowo dengan menggunakan
tongkat, kemudian mengalirlah sungai yang bergerak ke arah timur laut sampai ke
hutan yang akan dijadikan tempat pemukiman tersebut.
Pada waktu itu kebetulan
telah masuk waktu subuh, maka Pangeran Benowo kemudian berhenti di suatu tempat
untuk menunaikan sholat yang dengan terlebih dahulu dikumandangkan adzan. Ketika
adzan dikumandangkan Pangeran Benowo pun melaksanakan sholat sunah. Seusai
sholat, Pangeran Benowo mengatakan kepada keempat orang abdinya bahwa selama
melakukan Sholat, beliau mendengar suara orang menjawab adzan yang dilakukan.
Suara itu berasal lurus dari sebelah timur, lalu Pangeran Benowo
mememerintahkan abdinya untuk mencarinya. Setelah dicari di tempat di mana
suara itu terdengar , ternyata mereka hanya menemukan tiga buah makam, di mana
ketiga makam tersebut hanya bertandakan batu biasa, dan di sebelah barat makam
itu terdapat sebuah pohon Kendal yang besar dan berlubang.
Melihat kenyataan itu,
keempat orang abdi, lalu kembali menuju tempat Pangeran Benowo dan
memberitahukan bahwa di sana
mereka hanya menjumpai tiga buah makam yang bertandakan batu. Mendengar laporan
itu, Pangeran Benowo kemudian pergi untuk memeriksa sendiri. Setiba ditempat
itu Pangeran Benowo memang benar-benar melihat ketiga buah makam tersebut dan
di sebelah baratnya terdapat pohon Kendal yang amat besar dan berlubang.
Kemudian Pangeran Benowo memerintahkan kepada salah satu abdinya yaitu Kyai
Bahu untuk tinggal ditempat itu dan menjadikannya sebagai tempat pemukiman.
Desa itu lalu diberi nama desa Kendal, (sekarang menjadi Kabupaten Kendal).
Kemudian Pangeran Benowo
melanjutkan perjalanannya menuju hutan yang berada di sebelah selatan yang
letaknya berdekatan dengan sudatan sungai dengan dikawal oleh ketiga abdinya.
Ketika sampai di hutan Tiga Layang, Pangeran Benowo berhenti dengan maksud
untuk riyadhoh dengan cara mengubur dirinya dalam sebuah lubang. Kemudian setelah
lubang tersebut jadi dan beliau masuk ke dalamnya, dan beliau memerintahkan ketiga abdinya menutup
lubang itu kembali.
Setelah lebih dari satu
bulan lamanya berada dalam riyadhoh, Panembahan Panembahan Senopati
mengutus dua orang Bintara Prajurit
untuk mencari Pangeran Benowo. Dua orang Bintara tersebut kemudian mencari
Pangeran Benowo hingga sampai di hutan Kendal, namun keduanya tidak menemukan
Pangeran Bendowo di sana.
Malah mereka bertemu dengan seorang pandai besi bernama Kyai Jebeng Pagondan
yang tinggal di tempat tersebut. Hingga karena kedua Bintara tadi belum pernah
bertemu Pangeran Benowo mereka menyangka bahwa Kyai Jebeng Pagondan adalah
Pangeran Benowo. Kemudian mereka memberikan surat dari Panembahan Panembahan Senopati
kepada Kyai Jebeng Pagondan dengan mengatakan bahwa Kanjeng Pangeran diundang
oleh Kanjeng Panembahan. Kyai Jebeng Pagondan berkata dalam hati “Mestinya
kedua orang ini keliru”. Dan menjawab : “Bawalah surat ini pulang, aku tidak mau diundang dan
tidak akan mengabdi kepada raja.” Kemudian kedua Bintara tadi kembali dan
menyampaikan kepada Panembahan Panembahan Senopati mengenai jawaban Kyai Jebeng
Pagondan apa adanya.
Panembahan Panembahan
Senopati setelah mendengar laporan jawaban tersebut kemudian berkata :”Kalian
telah keliru, bukan orang itu yang kami undang”. Kemudian dua orang Bintara
tadi diperintahkan lagi untuk mencari di hutan sebelah selatan hutan Kendal.
Keduanya juga diperintah untuk mendatangi kembali orang yang menjawab undangan
dengan keliru tadi dengan membawa Wedung Panelasan (Pisau raut besar bersarung
untuk menghabisi nyawa seseorang) untuk memancung leher Kyai Jebeng Pagondan.
Sesampai di hutan Kendal
mereka langsung mendatangi Kyai Jebeng Pagondan dan menyampaikan bahwa mereka
diperintah Kanjeng Panembahan untuk meminta nyawanya. Kemudian seketika itu
juga dibunuhlah Kyai Jebeng Pagondan. Dan jenazahnya dirawat oleh anak muridnya
serta dikuburkan di tempat tersebut. Pada masa berikutnya kemudian desa tempat
menguburkan Kyai Jebeng Pagondan itu dinamakan Pegandon.
Setelah selesai membunuh
Kyai Jebeng Pagondan kedua Bintara tadi berjalan menuju ke arah selatan dan
sampai di hutan Tiga Layang. Di sana
mereka bertemu dengan tiga orang abdi Pangeran Benowo dan bertanya di manakah
gerangan tuan mereka berada. Para abdi
menjawab bahwa Pangeran Benowo sedang riyadhoh tapa ngluweng (mengubur
diri), dan baru berjalan satu bulan lebih empat hari. Mereka menyampaikan
kepada kedua Bintara tersebut untuk menunggu hingga riyadhoh Pangeran Benowo
genap empat puluh hari. Karena mereka telah mendapat perintah untuk membuka
lubang jika telah berumur empat puluh hari.
Kemudian genap pada hari ke
empat puluh riyadhoh Pangeran Benowo, lubang pun di buka oleh Kyai Wiro. Namun
mereka tidak menjumpai Pangeran Benowo di dalam lubang, dan lubang itu dalam
keadaan kosong. Kemudian mereka berlima mencari Pangeran Benowo di sekitar
tempat tersebut yaitu ke arah selatan dan ke arah barat dengan menaiki gunung.
Hingga di sekitar gunung itulah pangeran Benowo ditemukan sedang duduk tafakur
menghadap ke arah barat di tempat antara dua sungai besar (Sungai Brangkongan
dan Sungai Galeh), beribadah mendekatkan diri kepada Alloh. Dengan ditemukannya
Pangeran Benowo dalam keadaan mendekatkan diri kepada Alloh (Ngeparak :jw)
ini, kemudian tempat tersebut dinamakan PARAKAN (tempat mendekatkan diri kepada
Alloh). dan beliaulah cikal bakal pembuka daerah Parakan hingga kemudian hari
beliau terkenal dengan sebutan Simbah Kyai Parak.
Konon menurut cerita,
setelah para abdi menyampaikan bahwa ada dua orang Bintara Mataram utusan
Panembahan Panembahan Senopati datang menghadap, maka diterimalah keduanya oleh Pangeran
Benowo. Keduanya kemudian menyampaikan surat
Panembahan. Setelah surat dibaca oleh Pangeran Benowo ternyata isinya adalah
bahwa Pangeran Benowo diminta pulang dahulu, pertama karena kakaknya
(Panembahan Panembahan Senopati) telah merasa rindu, dan kedua apapun kehendak
Pangeran Benowo Kanjeng Panembahan akan
menyerah dan mau melakukannya.
Selesai membaca surat, Pangeran Benowo
menyampaikan kepada Bintara utusan Kanjeng Panembahan, dan berkata : “Ingsun
ora ngersa’ake kondur ing negari. Yen kangmas ya ratu gustimu kagungan kerso
opo wahe ingsun wakilake marang si –Bahu. Lan kangmas ora susah kirim nawala
susulan. Nuli pusaka iki aturno marang kakangmas minangka pratondho yen siro sakloron
wus ketemu marang ingsun lan Pengeran Benowo ora kagungan rasa kang ora narima’ake[107]
.” Pusaka ini kemudian disimpan di keraton Mataram dan dinamakan Kyai Ragil
Parak. Kedua Bintara tersebut kemudian berkata mengiyakan dan mereka membawa
serta Kyai Bahu pulang ke Mataram.
Pangeran Benowo kemudian
bertempat tinggal di gunung Kukulan. Beberapa hari kemudian beliau meninggalkan
gunung Kukulan untuk mencari tempat yang baik yang berada di pinggir sungai (di
lereng gunung Sindoro dan gunung Sumbing). Kemudian bertempatlah Beliau di
tempat tersebut bersama ketiga orang abdinya.
Lama-kelamaan banyak orang
berdatangan menghadap Pangeran Benowo, mereka bermaksud ingin membuka tanah dan
membuat tempat kediaman serta masuk menjadi muridnya. Tempat itu akhirnya
menjadi pemukiman yang bernama PARAKAN.
“Amargi kathah tiyang ingkang sami marak dhumateng kanjeng Pangeran” (karena banyak orang yang berdatangan menghadap Kanjeng Pangeran).
Sesampainya Kyai Bahu di
Mataram, kemudian menerima perintah dari Kanjeng Panembahan Panembahan Senopati
agar usahanya membuka tanah dan membuat pemukiman di daerah Kendal diwujudkan
menjadi negeri, sedang penghasilan negeri itu di haturkan pada Pangeran Benowo.
Disamping itu Pangeran Benowo dijunjung derajatnya dengan diberi gelar
Sesuhunan Parakan, sedang nama Kyai Bahu mendapat gelar nama Kyai Hangabehi
Bahurekso (makamnya ada dilereng gunung Kendali sodo dengan sebutan Kyai Singo
Yudo) sekarang ada di desa bergas, kec. Klepu Semarang.
Pangeran Benowo ini karena
berkah perilaku zuhudnya mendapatkan balasan kemuliaan dari Alloh hingga beliau
diangkat derajatnya sebagai wali kekasih Alloh yang termasuk Ahlud daqo’iq
Al Mumtadah ila jami’il ‘Alam. Diberikan karunia ilmu yang lembut-lembut
dan pandangan yang menembus ke seluruh alam. Jika wali ini menginginkan maka
beliau akan dapat menyampaikan informasi apapun baik yang telah terjadi sedang
terjadi atau kan
terjadi di seluruh alam cipta’an Alloh. Hanya sa Alloh memberikan pakaian sifat
malu kepada Alloh yang teramat besar yang mendorong untuk tetap menyimpan
pengetahuan itu serta tidak membuka apa yang menjadi rahasia Alloh kecuali
kepada ahlinya.
Alloh juga memberikan
karunia ilmu ma’rifat yang lembut-lembut dan mukasyafah yang luar biasa
beningnya kepada Simbah Kyai Parak. Dan
dibukakan pula sir-sir dan makna-makna serta keistimewaan yang terkandung dalam
Surat Al Fatihah yang merupakan induk dari semua ilmu karena Al Fatihah adalah
Ummul Qur’an. Alloh menganugerahi ilmu tentang Surat Al Fatihah ini kepada
Simbah Kyai Parak sebagai mana beliau pernah membukanya kepada Sayyidah Nafisah
Al Mishriyah. Sayidah nafisah ini adalah orang yang selalu dimintai barokah doa
oleh Imam Syafi’iy ketika beliau merasa berat dengan penyakitnya. Beliau memiliki
doa teramat mustajab lebih-lebih jika berdoa dengan surat Al Fatihah.
Salah satu wejangan Simbah
Kyai Parak tentang Surat Al Fatihah yaitu :”Ora ana aurad kang luwih cepet
lan luwih gedhe neka’ake futuh kejobo fatihah. Yen kepingin ngamal fatihah
mongko asor-asore diwaca sedina sewengi kaping satus. Saben-saben tekan ayat
ihdinas shirotol mustaqim ing njero ati ndonga Ya Alloh gusti kawulo nyuwun
futuh...”
Setelah semakin lama
semakin ramai maka, datanglah seorang pemuda dari Surakarta yang masih terhitung keponakan
Pangeran Benowo, yaitu Raden Ahmad. Beliau bertempat tinggal di dalam
lingkungan beteng keraton dan pernah menikah dengan putri bangsa sayid
(syarifah) serta termasuk orang yang dekat kepada raja. Raden Ahmad ini juga
seorang ahli ilmu agama. Adapun kepergian beliau meninggalkan lingkungan beteng
keraton adalah karena beliau memandang bahwa kehidupan para bangsawan di
sekelilingnya tidak cocok dengan ilmu agama yang dimilikinya. Hingga beliau
amat bersedih dan bertekad bulat untuk meninggalkan segala kehidupan
kebangsawanan yang penuh dengan kemewahan kenikmatan untuk mengamalkan ilmu
agama mendekatkan diri kepada Alloh. Beliau berdoa kepada Alloh agar
dipertemukan dengan seseorang yang bisa menjadi pembimbing rohaninya yang
kehausan. Hingga Alloh mempertemukannya dengan Pangeran Benowo yang telah
bermukim di Parakan.
Kemudian Pangeran Benowo
mengangkat Raden Ahmad sebagai menantu untuk membantu tugas beliau menyebarkan
agama dan mendidik masyarakat Parakan dan sekitarnya. Pada akhirnya Pangeran
Benowo wafat Raden Ahmad kemudian menggantikannya sebagai sesepuh daerah
Parakan. Dan kemudian terkenal sebagai ulama yang mustajab doanya. Bahkan
dikisahkan dalam urusah karomahnya beliau tidak kalah dari Pangeran Benowo. Beliau
termasuk ke dalam golongan kekasih Alloh yang diisyaratkan dalam ayat “Fa
amma bini’mati robbika fa haddis.” Khoriqul ‘adat bagi Raden Ahmad adalah
lumrah dan terjadi seperti peristiwa biasa. Karomah beliau berupa berbagai
macam ilmu yang bermacam-macam, dan keramat badaniyah yang lahir dan dapat
dilihat walaupun oleh orang awam sekalipun. Hingga kemudian masyhur bahwa dalam
urusan karomah Raden Ahmad melebihi ayah mertuanya, Pangeran Benowo. Namun
Pangeran Benowo lebih unggul dalam urusan kema’rifatan dan karomah batiniyah.
Termasuk Karomah beliau
yang besar adalah ketika beliau telah merasa umurnya hampir sampai pada
ajalnya. Beliau kemudian mengumpulkan seluruh ahli keluarga, dan berwasiat.
Setelah berwasiat beliau berkata kepada putra-putra dan keluarga yang berada di
sekelilingnya :”Kalian semua keluarlah dari kamar ini. Tinggalkanlah aku sendirian. Sebab aku malu kepada Alloh.
Dan aku ingin menemuinya dalam keadaan sendirian. Nanti jika aku telah mati
barulah kalian boleh masuk lagi ke sini.” Kemudian keluarlah seluruh putra-putra
dan ahli keluarga dari kamar beliau. Namun setelah beberapa saat putra-putra
beliau menjadi tidak tega meninggalkan Raden Ahmad sendirian dan kemudian
bersama-sama masuk ke dalam kamar ayah mereka. Dan ternyata Raden Ahmad telah
meninggal dan telah memakai kafan dengan rapi dan berbau harum. Karomah sejenis
ini pernah terjadi pada Syaikh Al Kabir Ahmad
Ar-Rifa’iy Guru dari Syaikh al Kabir Ahmad Al Badawi, gemblengan Sulthonul
Auliya Syaikh Abdul Qodir al Jilaniy rodhiyallohu ‘anhum wa alaina
ajma’in. Tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan pastinya beliau
meninggal, dan siapa yang memandikan dan mengkafaninya. Bahkan diceritakan jika
dalam peristiwa Syaikh Ahmad Ar-Rifa’iy, setelah dinyatakan meninggal beliau
mandi sendiri dan tidak dimandikan oleh orang lain.
Kemudian setelah disolati Raden
Ahmad dimakamkan dan perjuangan beliau diteruskan oleh putra-putra dan
keturunannya.
Karena berkah perilaku
zuhud beliau sebagaimana halnya Pangeran Benowo, maka Alloh memberikan
kemuliaan berupa keturunan-keturunan yang terkenal sebagai ulama-ulama yang
sholih dan ikhlas. Hampir seluruh ulama di daerah Pegunungan Menoreh masih
memiliki hubungan keturunan dengan beliau. Raden Ahmad dimakamkan di sebelah
timur makam Pangeran Benowo (Simbah Kyai Parak Awal) dan terkenal dengan
panggilan Simbah Kyai Parak Tsani. Makam Simbah Kyai Parak Awal ini berada
tepat di sebelah barat Pondok Pesantren Kyai Parak Bambu Runcing. Dan makam
Kyai Parak Tsani berada di sebelah timur pondok.
- Maulana Ahmad Jumadil Kubro
Beliau adalah putra Raja Samarkand. Raja Samarkand ini disamping
seorang raja juga seorang ahli ilmu agama dan ahli ibadah. Dikisahkan bahwa
ketika itu ibunda beliau yang tengah hamil dalam keadaan tertidur dan ayahanda
beliau sedang dalam keadaan duduk berdzikir kepada Alloh, ketika itu ayahanda
beliau melirik ke arah sang ibu dan melihat Rasululloh saw hadir di kamar itu
dan mengelus-elus perut sang ibu yang sedang mengandung. Dan fahamlah sang ayah
bahwa putra beliau akan menjadi seorang kesayangan Rasululloh saw.
Ketika benar terlahir seorang bayi laki-laki
maka diberilah nama Ahmad. Nama yang sama dengan nama Rasululloh. Dan
dikemudian hari beliau dipanggilkan Maulana Ahmad Jumadil Kubro atau Syaikh
Jumadil Kubro.
Masa kecil Maulana Ahmad adalah seorang anak
yang dikaruniai Alloh kecerdasan ladunni. Cerdas luar biasa. Hingga dalam usia
masih belasan tahun beliau telah mengungguli ulama-ulama yang ada di Samarkand dalam hal
penguasaan ilmu dan keluasan pemahaman. Beliau ini mahir dan ahli hampir semua
cabang ilmu. Bahkan kemahiran dan keahlian ini bukan hanya dalam ilmu-ilmu
agama saja termasuk dalam berbagai bidang ilmu yang lain.
Ketika itu Khalifah di Baghdad mengadakan
sayembara untuk mengirimkan ulama-ulama yang telah memiliki karomah sebagai
juru dakwah ke tanah jawa. Karena disampaikan oleh wali Agung di tanah Baghdad bahwa dinegeri
timur ada sebuah tempat bernama jawi yang besok akan menjadi tempat
perkembangan agama Islam yang teramat besar. Karenanya beliau meminta kepada
Khalifah untuk mengirimkan ulama-ulama yang telah memiliki karomah agar
berdakwah ke sana.
Oleh sang ayah, Raja Samarkand beliau
diperintah untuk mengikuti sayembara ini dan berdakwah menyebarkan agama Alloh.
Ini berarti menjauhi kehidupan istana dengan segala kemudahan dan kenikmatannya
menuju kehidupan berjuang di jalan Alloh yang penuh tantangan dan cobaan.
Beliau kemudian pergi ke Tanah Jawi dan
mendapat bagian dakwah daerah Jawa bagian utara. Beliau berdakwah dengan metode
yang luar biasa dan teramat luwes. Yaitu mendatangi daerah-daerah tandus
kemudian beliau mengunjungi keramaian orang dengan membawa sebatang lidi aren.
Lidi ini beliau tancapkan ke tanah dan dicabut dengan membaca dua kalimah
Syahadat. Dari bekas cabutan ini keluarlah mata air yang menyembur keluar.
Orang-orangpun menjadi heran dan tertarik hatinya. Hingga kemudian bertanya
bagaimana caranya mengeluarkan air dari dalam tanah seperti itu dan ilmu apa
yang digunakan. Beliau menjawab ini adalah Islam dan dengan Syahadat.
Orang-orang kemudian tertarik mempelajari Syahadat itu dan tata cara beribadah
muslim yang beliau sampaikan sebagai syarat dari Ilmu Syahadat. Dan jadilah
mereka muslim dengan sendirinya. Teristimewanya semua murid-murid yang berguru
pada Maulana Ahmad ini bisa mengeluarkan mata air dengan lidi aren sambil
membaca dua Kalimah Syahadat. Kemudian setelah kaum di situ menjadi muslim
beliau menunjuk salah seorang yang terpercaya untuk menjadi pemimpin dan beliau
melanjutkan perjalanan untuk berdakwah lagi.
Suatu ketika beliau berjalan melewati hutan
di daerah Salatiga Jawa Tengah sekarang. Di sana beliau dicegat oleh gerombolan perampok
yang meminta harta perhiasan emas. Beliau menjawab :”Aku tidak membawa emas.
Tapi jika kalian menginginkan emas…sebentar akan aku panggilkan teman-temanku.
Beliau kemudian bertepuk tangan dan memanggil “Macan…Macan..Macan”. seketika
itu berdatanganlah macan-macan yang besar-besar mengelilingi Maulana Ahmad
dengan masing-masing menggigit sebongkah emas di mulutnya. Perampok-perampok
inipun ketakutan setengah mati..dan mereka meminta ampun dan bertobat di tangan
Maulana Ahmad serta mohon agar dijadikan murid. Beliaupun menyanggupi. Dan
jadilah perampok-perampok itu murid-murid beliau yang dikemudian hari menjadi
juru dakwah-juru dakwah yang menyebarkan agama islam seperti gurunya.
Beliau ini adalah Ayah dari Maulana Ishaq dan
Maulana Ibrahim As-Samarqondi atau Syaikh Ibrohim asmorokondi. Maulana Ishaq
adalah ayah dari Sunan Giri. Dan Syaikh Ibrohim As-Samarqondi adalah ayah dari
Syaikh Ali Rahmatulloh (Sunan Ampel).
Keistimewaan Maulana Ahmad adalah menjadi guru
agung dari banyak Thoriqoh Mu’tabaroh. Mengumpulkan berbagai hal-ahwal auliya
dalam hatinya. Dengan hanya bertemu beliau saja hati sekeras apapun akan
menjadi lembut. Memiliki haibah dan mahabbah yang luar biasa. Luberan tarbiyah ruhani beliau bisa dirasakan dari manapun berada sekalipun jauh. Memiliki mukasyafah yang teramat bersih, memiliki ma’rifat billah yang bening, dan ahli isyarah yang baligh. Adab kepada Alloh yang sempurna. Menempatkan
segala sesuatu benar-benar pada tempatnya. Memiliki karomah dalam lisan yang
luar biasa. Siapapun itu..sekeras apapun watak seseorang jika telah mendengar
kata-kata beliau pasti akan menjadi lunak hatinya dan menerima cahaya dari
Alloh. Jika beliau mengeluarkan kata-kata maka dari mulut beliau mengeluarkan
cahaya maknawi..terlebih jika beliau berdoa atau membaca ayat-ayat Al Qur’an.
Sangat mustajab doanya. Dan penuh belas kasih, keramahan, kelembutan, dan
keindahan ahlaq Rasululloh sangat tercermin dari diri beliau. Siapapun yang
datang berkunjung akan diterima dan dimuliakan tanpa pandang bulu. Hingga
siapapun yang bertamu kepada beliau akan merasa menjadi orang yang istimewa.
Keagungan wibawa beliau yang teramat besar
itu terbungkus oleh pancaran cahaya rahmah ilahiyah, hingga mampu menghidupkan
hati yang mati karena banyak lupa kepada Dzat Pencipta Semesta. Benar-benar
beliau adalah ulama yang menjadi perwujudan kasih sayang Alloh kepada Alam
Semesta. Benar-benar ahli melembutkan hati yang keras membatu. Ya robbi
limpahkan rahmat dan ridha kepada Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dengan limpahan
yang sederas cucuran air langit di musim hujan dan terus-menerus tanpa putus
hingga besok Engkau kumpulkan kami bersama dengan beliau..
Salah satu petuah beliau yang pernah penulis
terima adalah “Donga kang
paling bagus iku donga kang den faham. Dene donga kang paling didemeni dening
Alloh iku donga kelawan nganggo ayat-ayat Al Qur’an. Sebab Al Qur’an iku kalame
Alloh. Nanging bisoho yen moco Al Qur’an iku duwe hal koyo ngene….[108].” Allohumma tancapkanlah barokah hal
Maulana Ahmad ketika membaca Al Qur’an dalam hati ini dan jangan pernah Engkau
cabut dari sana…Sungguh
kenikmatan ini tak kuat rasanya jika Engkau tutupi dari hati-hati kami…
- Syaikh Abdul Jalil (Syaikh Siti Jenar)
- Syaikh Panjalu
- Mbah Kyai Ahmad Kadirejo Solo
- Mbah Kyai Siradj Solo
- Mbah Kyai Dalhar Watucongol
Bersambung..silahkan tunggu
artikel berikutnya.......
[1] Q.S. As-Syu’aro : 88-89
[2] Hal menurut istilah ulama
shufiyah adalah sesuatu yang dialami oleh seorang hamba dan berubah-rubah yang
berasal dari perkara yang datang dalam hatinya dari sisi Alloh. sebagai contoh
seseorang mengalami perasaan takut kepada Alloh namun perasaan ini tidak lama.
Maka orang tersebut disebut memiliki hal khouf. Namun menurut
ulama lain, seseorang bisa disebut memiliki hal jika perasaan khouf itu telah menetap dan tidak berubah lagi.
[3] عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله تعالى قال من عادى لي وليا فقد آذنته
بالحرب وما تقرب إلي عبدي بأفضل من أداء ما افترضت عليه وما يزال عبدي يتقرب إلي
بالنوافل حتى أحبه فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به وبصره الذي يبصر به ويده
التي يبطش بها ورجله التي يمشي بها ولئن سألني لأعطينه ولئن استعاذني لأعيذنه وما
ترددت عن شيء أنا فاعله ترددي عن نفس المؤمن يكره الموت وأنا أكره مساءته رواه
البخاري
[4] وعن أنس بن مالك عن النبي صلى الله عليه وسلم عن جبريل عن ربه عز وجل قال
من أهان لي وليا فقد بارزني بالمحاربة وما ترددت عن شيء أنا فاعله ما ترددت في قبض
نفس مؤمن أكره مساءته ولا بد له منه وإن من عبادي المؤمنين من يريد بابا من
العبادة فأكفه عنه لئلا يدخله عجب فيفسده ذلك وما تقرب إلي عبدي بمثل أداء ما
افترضت عليه وما يزال عبدي يتنفل حتى أحبه ومن أحببته كنت له سمعا وبصرا ويدا
ومؤيدا دعاني فأجبته وسألني فأعطيته ونصح لي فنصحت له وإن من عبادي المؤمنين من لا
يصلح إيمانه إلا الفقر وان بسطت حاله أفسده ذلك وإن من عبادي من لا يصلح إيمانه
إلا الغنى ولو أفقرته لأفسده ذلك وإن من عبادي المؤمنين من لا يصلح إيمانه إلا السقم
ولو أصححته لأفسده ذلك وإن من عبادي المؤمنين من لا يصلح إيمانه إلا الصحة ولو
أسقمته لأفسده ذلك إني أدبر عبادي بعلمي بقلوبهم إني عليم خبير
[5]
ورواه
عبد الكريم الجزري عن أنس مختصرا وقال فيه إني لأسرع شيء الى نصرة أوليائي إني
لأغضب لهم أشد من غضب الليث الحرب
[7] وعن عطاء بن يسار قال موسى عليه السلام
يا رب من أهلك الذين هم أهلك الذين تظلهم في عرشك قال هم البريئة أيديهم الطاهرة
قلوبهم الذين يتحابون بجلالي الذين إذا ذكرت ذكروا وإذا ذكروا ذكرت نذكرهم الذين
يسبغون الوضوء في المكاره ينيبون إلى ذكري كما تنيب النسور إلى وكورها ويكلفون
بحبي كما يكلف الصبي بحب الناس ويغضبون لمحارمي إذا إستحلت كما يغضب النمر إذا حرب
[8]
وعن وهب بن منبه قال لما بعث الله موسى
وأخاه هارون إلى فرعون قال لا تعجبنكما زينته ولا ما متع به ولا تمدا إلى ذلك
أعينكما فإنها زهرة الحياة الدنيا وزينة المترفين ولو شئت أن أزينكما من الدنيا
بزينة ليعلم فرعون حين ينظر إليها أن مقدرته تعجز عن مثل ما أوتيتما لفعلت ولكني
أرغب بكما عن ذلك وأزويه عنكما وكذلك أفعل بأوليائي وقديما خرت لهم فإني لأذودهم
عن نعيمها ورخائها كما يذود الراعي الشفيق غنمه عن مراتع الهلكة. وإني لأجنبهم سلوتها وعيشها كما يجنب الراعي
الشفيق إبله عن مبارك العرة وما ذاك لهوانهم علي ولكن ليستكملوا نصيبهم من كرامتي
سالما موفرا لم تكلمه الدنيا ولم يطغه الهوى
واعلم أنه لم يتزين العباد بزينة أبلغ فيما عندي من الزهد في الدنيا فانها
زينة المتقين عليهم منها لباس يعرفون به من السكينة والخشوع سيماهم في وجوههم من
أثر السجود أولئك هم أوليائي حقا حقا فإذا لقيتهم فاخفض لهم جناحك وذلل لهم قلبك
ولسانك واعلم أنه من أهان لي وليا أو أخافه فقد بارزني بالمحاربة وباراني وعرض لي
نفسه ودعاني اليها وأنا أسرع شيء الى نصرة أوليائي أفيظن الذي يحاربني أن يقوم لي
أو يظن الذي يعاديني أن يعجزني أو يظن الذي يبارزني أن يسبقني أو يفوتني وكيف وأنا
الثائر لهم في الدنيا والآخرة لا أكل نصرتهم إلى غيري
[9] Maksud
Melihat batin dunia adalah melihat bahwa dunia itu semuanya adalah ujian
keimanan. Melihat seluruh keindahan dunia jika dipakai akan menjauhkan dari
akhirat. Dan melihat dunia dengan kacamata ayat-ayat Al Qur'an dan Hadis yang melukiskan
dunia itu hanyalah permainan dan hal yang remeh. Dunia diciptakan Alloh untuk
menguji siapakah yang lebih baik amal untuk akhiratnya. Dan berbagai keterangan
yang dapat dirujuk pada Al Qur'an dan hadis-hadis Nabi tentang itu.
[10] Maksud melihat dzahir
dunia adalah melihat bahwa dunia penuh berisi keindahan, kemewahan, kelezatan,
dan dan merupakan sarana untuk hidup yang sempurna. Oleh karena itu mereka
berjuang sekuat tenaga, mencurahkan segenap pikiran untuk mengumpulkan harta
untuk kemudian menikmati "kesuksesan" itu, dan tak membiarkan
siapapun untuk mengambilnya.
[11] Maksud melihat kesudahan
dunia adalah melihat bahwa semua kenikmatan dunia selalu berujung pada
penyesalan dan kehilangan. Melihat bahwa semua kenikmatan dunia tidaklah abadi
dan berganti dengan keadaan sebaliknya di akhirat.
[12] Maksud melihat ke-kini-an
dunia adalah melihat memegang harta dunia akan memudahkan segala kesulitan dan
memuaskan segala keinginan. Tanpa uang tidak ada kemudahan. Tanpa uang tidak
ada harga diri.
[13] وعن وهب بن منبه قال قال الحواريون يا
عيسى من أولياء الله الذين لا خوف عليهم ولا هم يحزنون فقال عيسى عليه السلام
الذين نظروا الى باطن الدنيا حين نظر الناس الى ظاهرها والذين نظروا إلى آجل
الدنيا حين نظر الناس إلى عاجلها فأماتوا منها ما خشوا أن يميتهم وتركوا ما علموا
أن سيتركهم فصار استكثارهم منها استقلالا وذكرهم إياها فواتا وفرحهم بما أصابوا
منها حزنا فما عارضهم من نائلها رفضوه أو من رفعتها بغير الحق وضعوه خلقت الدنيا
عندهم فليسوا يجددونها وخربت بينهم فليسوا يعمرونها وماتت في صدورهم فليسوا
يحيونها يهدمونها فيبنون بها آخرتهم ويبيعونها فيشترون بها ما يبقى لهم رفضوها
وكانوا برفضها فرحين وباعوها ببيعها رابحين نظروا الى أهلها صرعى قد حلت بهم
المثلات فأحيوا ذكر الموت وأماتوا ذكر الحياة يحبون الله ويحبون ذكره ويستضيئون
بنوره لهم خبر عجيب وعندهم الخبر العجيب بهم قام الكتاب وبه قاموا وبهم نطق الكتاب
وبه نطقوا وبهم علم الكتاب وبه علموا فليسوا يرون نائلا مع ما نالوا ولا أمانا دون
ما يرجون ولا خوفا دون ما يحذرون رواه الإمام أحمد
[47] وبشر المخبتين الذين اذا ذكر الله وجلت قلوبهم و الصابرين على ما اصابهم
و المقيمى الصلاة و مما رزقناهم ينفقون (Al Hajj :35)
[57] Wali kang dadi puncere jagat : jw
[58]Wali yang menjadi pusat
jagad raya yang menyendiri dalam keramaian semesta karena tidak mengenal selain
Alloh yang satu serta mengumpulkan seluruh maqomat dan ahwal
seluruh auliya’illah
[59] Sebutan bagi wali yang mendapat tajalli asma’ dan sifat
jalal dari Alloh.
[60] Sebutan bagi wali yang mendapat tajalli asma’ dan sifat
jamal dari Alloh
[61] Sebutan bagi wali yang mendapat tajalli Dzat dari Alloh
[62] Mengintip-intip kehadiran Alloh dalam setiap tempat dan keadaan
[63] Wali kang dadi pathoke jagad : jw
[64] Perjalanan ruhani menuju ke hadrat ilahiyah. Hadrat ilahiyah adalah
sebuah keadaan di mana seorang mukmin akan merasakan kehadiran dirinya di
hadapan Alloh yang maha mulia lagi maha agung. Ini adalah kenikmatan surgawi
yang disegerakan di dunia. Yang hanya diberikan kepada hamba-hamba pilihan,
siapapun yang dikehendaki oleh Alloh untuk masuk dalam lingkup rahmat dan
ridho-Nya.
[65] Keistimewaan, khasiat dan hikmah penciptaan serta manfaat yang
dapat diambil untuk memudahkan berbagai urusan kehidupan. Karena Alloh tidaklah
menjadikan apapun di dunia ini sia-sia.
[66] Wali kang pungkasan : jw
[67] Al Asbab adalah hal yang mengiringi musabab. Makan adalah
sabab dan kenyang adalah musabab. Bekerja adalah sabab dan mendapatkan hasil
uang adalah musabab.
[80] Ampak-ampak : jw
[84] Q.S. Al Isro : 6
[85] Ilmu yang dianugerahkan Alloh sebagai buah dari mengamalkan ilmu.
Yaitu berupa makna-makna kalam Al-Qur’an, Hadis Nabi, dan rahasia dari
ayat-ayat kauniyah yang terhampar dalam penciptaan semesta beserta
isinya. Berdasar pada hadis Nabi yang maknanya :”Barangsiapa yang beramal
dengan ilmunya maka Alloh akan mengajari ilmu yang belum diketahuinya.”
[86] Ilmu yang dianugerahkan Alloh sebagai buah bersihnya hati dari
seluruh kotoran najis dan hadas ruhani serta ahlak-ahlak yang tercela. Yaitu
berupa terbukanya hijab maknawi yang menghalangi kehadiran seorang hamba di
hadrat ilahiyah, serta pengetahuan-pengetahuan yang muncul dari perbuatan Alloh
memperkenalkan diri-Nya kepada hamba yang dimaksud itu hingga si hamba pun
menjadi lebih mengenal sifat-sifat Tuan-nya yang penuh keindahan dan keagungan
dengan pengetahuan yang bersifat dzauqiyah (meresap penuh ke dalam
seluruh relung jasad dan ruhani serta ruang dan waktu yang ditempatinya) dan
ini akan memantek menyedot habis seluruh perhatian jiwanya pada penyaksian
keagungan, keindahan, dan wujud Alloh. Allohu akbar…tenggelam dalam kedalaman
samudera wahdaniyatillah yang tak bertepi dan tidak berdimensi…Allohu
akbar…tiada wujud haqiqi selain Alloh…
[87] Q.S. Toha : 114
[88] Q.S. Al Fath : 4
[89] Q.S. At Taubah : 124
[90] Q.S. Al Baqoroh : 186
[91] Q.S. Al Baqoroh : 238
[92] Q.S. Al Fathir : 15
[93] Q.S. Ad-Dzariyat : 56
[94] Q.S. Al Anbiya : 73
[95] Q.S Al Ma’idah : 57
[96] Q.S. Ali Imron : 31
[97] Q.S. Al Mumtahanah : 1
[98] Q.S. Al Mujadalah : 22
[99] Q.S. As-Syuro : 51
[100] Q.S. An Nisa’ : 124
[101] Q.S. Al Fathir : 32
[103] Fuqoro’ dalam istilah tasawuf adalah sebutan yang ditujukan kepada
orang-orang yang mengamalkan thoriqoh dan suluk ruhani untuk dapat wushul
kepada Alloh. Mereka yang dapat beramal
dengan sempurna akan dipanggil dengan sebutan Ahli Thoriq, ahlit
thoriqoh atau ahli Thoriq ilalloh.
[105] “Jika ingin memiliki badan yang sehat dan hati yang tetap hidup
ketika banyak hati yang mati, maka beramallah sholat sunah fajar dua rokaat
kemudian setelah selaesai membaca “Ya hayyu ya qoyyum la ilaha illa anta” empat
puluh satu kali. Kemudian setelah itu sholatlah subuh dengan berjamaah walaupun
hanya dua orang.”
[106] Di gali tanah di tepinya
[107] Aku
tidak mau pulang ke negeri, Jika kakanda….tuanmu mempunyai kehendak apapun, aku
hanya mewakilkan diri kepada si Bahu saja, dan kakanda tidak usah membuat surat
lagi, dan pusaka ini agar dihaturkan kepada kakanda, sebagai tanda bahwa kalian
telah bertemu denganku, dan Pangeran Benowo tidak memiliki rasa yang tidak enak
yang artinya telah ridla.”
[108] Doa yang paling bagus adalah doa yang bias difaham (oleh orang yang
berdoa) sedang doa yang paling dicintai Alloh adalah doa dengan ayat-ayat Al
Qur’an. Sebab Al Qur’an itu adalah Kalam Alloh. Namun usahakanlah jika membaca
Al Qur’an itu keadaan hatimu seperti ini…….bersambung-----------------------