Selasa, 21 Mei 2013






KEINDAHAN AKHLAQ NABAWI
DALAM PRIBADI WALI

Mengenal Kehidupan Kekasih Alloh
Melarutkan Kepayahan Jiwa
Dalam Kesejukan Mata Air Ruhani

















MUKADIMAH


Segala pujian yang indah-indah hanyalah milik Alloh, Raja semesta sesungguhnya. Dialah yang menampakkan sinyal-sinyal kehadiran-Nya bagi mereka yang terpilih untuk hadir jiwanya untuk beri’tikaf di majlis munajat dan doa-doa. Dialah Alloh. Sebuah keindahan nan sempurna. Keindahan tanpa warna, tanpa bentuk, tanpa rupa. Dapat dirasa tak dapat diraba. Menggelamkan tanpa kedalaman. Menggoncangkan tanpa getaran. Keindahan-Nya mutlak nan mematikan melenyapkan. Keagungan dan wibawa-Nya menghidupkan menguatkan meneguhkan. Pengharapan kepada-Nya memberikan rasa aman dan berkecukupan.  Putus hubungan dengan-Nya berarti kebinasaan, kesengsaraan, kesusahan dan kesedihan tak berkesudahan.
Semoga Dzat pemilik kedermawanan itu melimpahkan kasih sayang dan keagungan kepada kekasih-Nya. Muhammad, makhluk yang diciptakan sebagai pintu rahmat bagi seluruh alam. Insan termulia yang berbicara dengan idzin-Nya : Innamallohul mu’ti wa anal qosim (sungguh hanya Allohlah yang memberikan dan aku adalah yang membagi pemberian itu). Semoga keselamatan dan rahmat keagungan itu terlimpah pula kepada seluruh ahli bait, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti hal-ihwal mereka dengan baik hingga besok datangnya hari pembalasan.
Jalan agama yang ditempuh para ulama shufiyah  adalah jalan yang berlandaskan Al Qur’an, berpagar Sunnah,  bersendi perilaku hidup para sahabat, dan bernafas adab tata karma akhlak mulia. Rasululloh membimbing umat dengan tiga metode tauladan. Yaitu nasehat dengan kata-kata lisan, amalan ilmu dengan perbuatan, dan kekuatan akhlak qur’ani yang tercermin dalam hal-ihwal beliau. Ada hikmah besar di sini bahwa ibadah (penghambaan) seorang muslim hendaknya berupa tiga hal yang tidak terpisah-pisah. pertama dengan lisan, kedua dengan amalan perbuatan anggota tubuh, dan dengan hal-ahwal yang merupakan cerminan perasaan yang tersimpan dalam hati.
Namun di zaman akhir kita…Pengajaran beragama telah berubah jauh dari metode itu, menjadi sekedar pemindahan kata-kata berbentuk tulisan namun miskin tauladan pengamalan dan tak memiliki ruh penghayatan. Banyak sekali amalan ibadah yang sebenarnya merupakan rasa yang tertancap dalam jiwa, seperti takut (khouf, taqwa, khosyah), cinta (mahabbah), berharap (roja’), mengintip kehadiran Alloh (muroqobah), dan amalan-amalan hati lain yang difaham hanya dengan melihat bentuk penampakannya dalam anggota lahir. Sebagaimana telah umum difaham orang ketika mereka ditanya : “Kapankah anda dapat disebut orang yang takut (taqwa) kepada Alloh ?” Mereka akan menjawab bahwa taqwa adalah menjalankan apapun yang menjadi perintah-Nya dan menjauhi apapun yang menjadi larangan-Nya. Jawaban ini bukannya tidak benar. Namun karena kedangkalan pemahaman kita, akhirnya ditangkap bahwa perintah dan larangan Alloh yang dimaksud itu hanyalah ibadah lahir. Mereka akan mengatakan bahwa ketika saya telah menjalankan sholat lima waktu, berpuasa, berzakat bersedekah, dan pergi haji, bergaul dengan baik, maka saya adalah orang yang bertaqwa.
Ibadah-ibadah lahiriyah adalah jasad. Sedangkan ruhnya adalah amalan-amalan hati. Sholat tanpa kekhusu’an hanya akan menggugurkan tuntutan hukum di dunia karena Syari’at menetapkan bahwa orang yang terbukti meninggalkan sholat dan tidak mau bertobat lebih dari tiga hari terkena hukuman pancung leher. Orang berpuasa romadlon tanpa memasung kebiasaan-kebiasaan nafsu hanya akan menyelamatkan dari hukuman ta’zir. Orang bersedekah berzakat tanpa perasaan gembira memberi karena Alloh hanya akan menyelamatkan dirinya dari perampasan harta itu secara paksa. Karena Khalifah Rasululloh, Abu Bakar as-Shidiq menetapkan bahwa orang yang mencegah pembayaran zakatnya boleh di paksa dengan kekuatan senjata. Berhaji tanpa persiapan rohani yang bersih dan harta yang halal hanya akan menyelamatan dari celaan manusia. Bergaul dengan baik tanpa dilandasi rasa gembira menjalankan perintah Alloh dan Rasul-Nya hanya akan berbuah popularitas dan nama baik di masyarakat manusia. Ibadah badaniyah tanpa ruh berupa amalan hati hanya akan mendapatkan balasan dunia,  tak ada harga dan manfaatnya di akhirat atau di hadapan Alloh. Amalan-amalan seperti ini hanya akan memunculkan orang-orang yang membanggakan kebaikannya, dan melupakan cacat serta aib dirinya. Inilah mereka yang tersesat dalam amal hidup dunianya, namun mereka berperasaan bahwa mereka telah menjalankan tugas sebaik-baiknya.  Alloh menegaskan dalam Al Qur’an :”Yauma la yanfa’u malun wa la banuun. Illa ma atalloha bi qolbin saliim”.[1] (Hari Kebangkitan itu adalah hari yang harta dan anak keturunan tidak ada manfaatnya. Kecuali orang yang menghadap Alloh dengan hati yang selamat (dari berbagai ahlaq tercela)). Rasululloh pun tidak di utus oleh Alloh melainkan untuk menuntun menuju kesempurnaan akhlaq. Sementara akhlaq itu bersemayam dalam hati yang menampakkan wujud dalam perbuatan baik.  Perbuatan baik yang tidak bersumber dari mata air akhlaqul karimah adalah kemunafikan. Sementara menyimpan keinginan baik tanpa menampakkan wujud nyata adalah kecacatan dan kesesatan. Karena ini Rasululloh bersabda “li utammima makarimal akhlaq” (untuk menyempurnakan ahklaq-akhlaq mulia). Beliau tidak berkata :”Aku di utus dengan membawa akhlaq-akhlaq mulia”. Karena keinginan mulia tanpa wujud nyata sama saja ilmu tanpa amal. Bagaikan pohon tanpa buah.
Alloh mengajarkan kepada para sahabat melalui Malaikat Jibril yang datang bertanya kepada Nabi bahwa agama ini bersendi tiga yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Iman berisikan amalan-amalan hati, berupa keyakinan dan wujud-wujud ketundukan jiwa. Islam berisikan amalan-amalan lahir sebagai penampakan dari ketundukan hati pada perintah Rajanya. Ihsan adalah penyempurnaan yang merupakan buah dari pengamalan iman dan islam. Hingga dalam setiap gerakan dan diam seorang hamba dalam beribadah akan mendapat satu dari dua hal yaitu “seolah bisa melihat Alloh”  atau “merasa dilihat diperhatikan oleh Alloh”.
Para ulama kemudian memberikan keterangan yang mempermudah dan semakna dengan itu bahwa agama bersendikan tiga pasak. Yaitu Syari’at, Thoriqoh, dan Haqiqot. Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’iy memberikan ilustrasi sedikit berbeda dengan istilah Al-Fiqhu, At-Tasahowuf, dan Al-Haqiqoh. Beliau menyampaikan :”Man tafaqqoha wa la tashowafa tafassaqo, wa man tashowwafa wa la tafaqqoha tazandaqo, wa man tafaqqoha wa tashowwafa tahaqqoqo” (Barangsiapa beramal Al Fiqh tanpa bertasawwuf maka menjadi fasiq. Barang siapa beramal tasawwuf tanpa Al-Fiqh maka jadi kafir zindiq. Dan barang siapa beramal Al Fiqh dan bertasawuf maka akan menemukan Al Haqiqoh).
Orang mempelajari ilmu syari’at kemudian bertasawuf akan memperkenalkannya dengan kehidupan dan perilaku para wali. Karena memang merekalah guru-guru tauladan dari urusan ini. Oleh karena itu jika akan melihat tasawuf dengan wajah yang bersih dan bercahaya maka mendekatlah kepada para wali. Mereka yang tetap hidup setelah kematian fisiknya. Hidup dengan kehidupan yang sebenar-benarnya, hanya saja kita tidak mampu merasakannya karena indera ruhani kita mengalami sakit parah yang muncul dari banyaknya dosa dan lupa kepada Dzat yang hidup dan menjadi sumber segala kehidupan. Karena itulah saya tuliskan apa yang Alloh jatuhkan dalam hati saya demi rasa cinta saya kepada mereka para auliya’ dan keinginan saya agar barokah mereka menyebar kepada kaum dan saudara muslim saya.

Dengan memohon pertolongan Alloh dan hanya kepada-Nya saya meminta..semoga kitab ini menjadi amal yang bersih dan menarik kerelaan dan ampunan-Nya, bermanfaat untuk membuka hati saudara-saudara saya..dan menarik cahaya penerang dalam jiwa mereka..sebagai berkah dari bibit-bibit cinta kepada para auliya’ yang bersemi di dalamnya..dan semoga menjadi amal jariyah yang berbuah kenikmatan sejati hingga besok berdirinya hari pembalasan…Amin...
جعل الله هذا الكتاب جارية نفع به المسلمين الى يوم الدين ببركة اوليائه المكرمين. و صلى الله على الهادى محمد سيد المرسلين و على اله وصحبه المنتخبين و هو حسبى و نعم الوكيل لا حول ولا قوة الا بالله العلى العظيم و الحمد لله رب العالمين
Jepara, April 2012

(Syifa’ul Fuad Al Ghoffar) Ditulis ulang Oleh : Bambang  Kiswanto,Cht,CNLP

Majlis Ta’lim
NURUL HUDA SUBULASSALAM
Sendangsari Banjaran Bangsri Jepara

































WALIYULLOH ..?

Sungguh Rasululloh Muhammad saw adalah makhluq yang menjadi tumpuan pandangan rahmat Alloh di seluruh alam semesta ini, baik di dunia maupun akhirat. Demikian pula para ulama pewaris-pewaris beliau juga mendapat kemuliaan sebagaimana kemuliaan beliau. Mereka itulah para wali-wali kekasih Alloh. hamba-hamba yang menjadi tumpuan pandangan kasih sayang Alloh dari seluruh perwujudan jagad raya. Merekalah pintu-pintu dari gedung-gedung yang penuh berisi simpanan-simpanan Alloh yang berupa berbagai pemberian yang indah-indah. Merekalah sungai-sungai yang mengalirkan air cahaya ilmu, ma’rifat, dan akhlaq-akhlaq terpuji yang bersumber dari mata air ruhani yang menyemburkan isi nan berlimpah tak pernah kering dalam semua zaman, bahkan hingga ketika zaman telah tak berlaku lagi. Merekalah yang menjadi cabang-cabang, dan ranting-ranting Al wasa’ith dari dahan pokok kayu Iman, Islam, dan Ihsan.
            Kumpulan para auliya adalah ibarat sebuah pohon besar menjulang tinggi di langit penuh kerimbunan daun dan buah beraneka warna serta memiliki pokok kayu yang menancapkan akarnya jauh ke dalam bumi. Pokok pohon dengan akarnya yang kuat yang menjadi sumber dan penopang dari seluruh bangunan pohon itu adalah Rasulullah Muhammad saw. Buminya adalah Ilmu Alloh dan ahlaq ilahiyyah yang menampakkan dirinya dalam hamparan ayat-ayat Al Qur’an dan Sunnah Nabi.
            Mereka, para wali-wali itu adalah tempat terbaik untuk singgah dan meminum air yang dalam perjalanan hidup dunia yang penuh kepayahan ini. Agar kita mendapat penyegar ruhani yang kehausan dan membutuhkan kesegaran kekuatan untuk menempuh jalan menuju Alloh Dzat Al Maqsudul ‘a’dzom Dzat yang menjadi tujuan seluruh hidup dan kehidupan.
Merekalah pendekar-pendekar Alloh, yang diberikan keahlian bela diri dan siasat memerangi hawa nafsu dan musuh yang sejati yaitu syaitan dan seluruh bala tentara kegelapannya.
Mereka disebut dengan panggilan ‘Alamul anfas. Panggilan ini bermakna meliputi seluruh waliyulloh. Mereka menduduki tempat yang berbeda-beda di sisi Alloh dan memiliki hal-ahwal[2] yang bermacam-macam. Sebagian ada yang mengumpulkan lebih dari satu derajat dan hal bahkan keseluruhan itu. Ada pula yang hanya mendapatkan satu derajat dan hal.
Sebagian dari mereka ada yang jumlahnya diketahui secara terbatas tiap periode zaman, dan ada yang tidak diketahui secara pasti, bisa banyak bisa pula sedikit. Masing masing dari mereka memiliki gelar dan panggilan tersendiri yang membedakan tingkat kedudukan dan keistimewaan mereka di sisi Alloh.













































KEAGUNGAN
PARA WALIYULLOH

Para wali, kekasih-kekasih Alloh adalah maksud tujuan dari penciptaan Alam semesta beserta segala isinya. Artinya hanya hamba-hamba yang beriman, bertaqwa, dan beramal sholih yang memiliki harga di hadapan Alloh, hanya merekalah yang ada nilainya dalam pandangan Alloh. Selain mereka kedudukannya sama dengan debu-debu yang beterbangan, sama nilainya dengan batu-batu yang berserakan, dan tiada bedanya dengan kotoran-kotoran hewan dan sampah yang bergeletakan. Tidak mendapat perhatian lebih, tidak terlintas khusus dalam ingatan. Sebab hanya mereka para kekasih Allohlah yang mendapat karunia ilmu dan mengamalkannya dengan sebenar-benarnya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a[3]. : Rasulullah shollallohu alaihi wasallam bersabda : Sungguh Alloh ta’ala berfirman : “Siapapun yang memusuhi wali-Ku, maka benar-benar Aku akan mengumumkan perang kepadanya. Tiadalah hambaku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku cintai dibandingkan dengan perkara yang Aku wajibkan padanya. Dan hamba-Ku tiada putus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga aku mencintainya. Ketika Aku telah mencintainya, maka jadilah Aku pendengaran, yang hamba itu akan mendengar dengannya, jadilah Aku penglihatan, yang hamba itu akan melihat dengannya, jadilah Aku tangan, yang hamba itu akan memukul dengannya, dan jadilah Aku kaki, yang hamba itu akan berjalan dengannya. Sungguh jika hamba itu meminta kepada-Ku maka pasti akan aku beri, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku maka pasti akan aku lindungi. Dan tidaklah Aku banyak menimbang-nimbang sesuatu yang akan Aku lakukan, lebih dari keinginan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang membenci kematian padahal aku benci akan kejelekannya (jika terus hidup dengan banyak maksiat)”. Hadis diriwayatkan oleh Imam Al Bukhori.
Dari Anas bin Malik dari Nabi Muhammad SAW dari Jibril dari Penguasa Jibril yang Maha Mulia dan Maha Agung, Dia berfirman : ”Siapapun yang merendahkan wali-Ku maka sungguh telah berani berhadapan perang dengan-Ku. Dan tidaklah Aku berbalik-balik pikir terhadap sesuatu yang akan aku lakukan lebih banyak dari keinginanku segera mencabut nyawa seorang mukmin yang aku benci kejelekannya (bertambah banyak) padahal kematian itu pasti akan mendatanginya. Sungguh ada sebagian hamba-hambaku yang menginginkan suatu ibadah namun aku cegah darinya agar tidak ada perasaan berbangga diri dalam dirinya, yang malah akan merusak seluruh ibadahnya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang bisa menyamai melakukan hal-hal yang aku fardhukan. Hamba-Ku akan terus-menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Dan siapapun yang Aku cintai, maka jadilah Aku pendengaran, penglihatan, tangan, dan yang menguatkannya. Dia memanggil, pasti Aku jawab. Memohon, pasti Aku beri. Dia menginginkan kebaikan karena-Ku, pasti Aku akan menginginkan kebaikan karenanya.  Sungguh ada sebagian dari hamba-Ku yang beriman, yang tidak bisa memperbaiki keimanannya kecuali kefakiran, jika Aku luaskan keadaan hidupnya, maka rusaklah imannya. Ada pula sebagian hamba-Ku yang tidak bisa memperbaiki keimanannya kecuali kekayaan, jika Aku jadikan dia fakir, maka rusaklah imannya. Ada pula sebagian hamba-Ku yang beriman, mereka ini imannya tidak akan bertambah baik kecuali dengan penyakit, jika Aku sehatkan badannya, maka rusaklah imannya. Ada pula sebagian hambaku yang beriman, mereka ini imannya tidak akan baik kecuali dengan kesehatan. Jika Aku berikan penyakit maka akan rusak imannya. Sungguh Aku mengatur hamba-hamba-Ku berdasarkan pengetahuan-Ku pada hati-hati mereka. Sungguh Aku ini Dzat yang Maha Mengetahui yang besar-besar dan Maha mengetahui yang lembut-lembut[4].”
Imam Abdul Karim Al jazairiy juga meriwayatkan hadis di atas secara lebih ringkas, dan di dalamnya terdapat kata-kata :”Sungguh aku ini akan sangat cepat menolong wali-wali-Ku. Sungguh Aku akan sangat murka karena mereka terhina, dengan kemarahan yang lebih ganas dibandingkan harimau yang mengamuk.[5]
Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Sungguh ada sebagian dari hamba-hamba Alloh yang jika bersumpah atas nama Alloh maka Alloh akan meluluskan sumpahnya.[6]
Dari Atho’ bin Yasar, beliau berkata : “Musa ‘alaihis salam berkata : “Ya Tuhanku. Siapakah orang-orang terdekat-Mu yang engkau berikan keteduhan dalam keagungan Arsy-Mu ?” Alloh menjawab : “Mereka adalah orang-orang yang tangannya bebas dari segala kedzaliman, hatinya bersih dari ahlaq tercela. Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku. Merekalah orang-orang yang ketika nama-Ku disebut-sebut maka nama mereka turut disebutkan. Dan ketika nama mereka disebut-sebut, Aku turut pula disebutkan. Aku selalu mengingat mereka. Orang-orang yang menyempurnakan wudlu pada waktu-waktu yang teramat dingin. Mereka kembali menuju tempat  untuk berdzikir kepadaku seperti keadaan burung-burung Nazar kembali ke sarangnya. Orang-orang yang hidupnya diberi kecukupan dengan adanya ikatan kecintaan kepada-ku, sebagaimana halnya bayi yang berkecukupan dengan adanya ikatan cinta antar manusia. Mereka marah karena dirusaknya larangan-larangan-Ku seperti halnya kemarahan seekor harimau ketika diganggu dan dimusuhi. [7]
Dari Wahab bin Munabbih berkata, ketika Alloh mengutus Musa dan saudaranya, Harun, kepada Fir’aun, Alloh berfirman :”Janganlah engkau berdua ta’jub melihat harta perhiasan Fir’aun dan keindahan yang diberikan kepadanya ! Janganlah mata kalian melihat kepada semua itu, karena itu hanyalah kembang kehidupan dunia, perhiasan orang yang berlebih-lebihan. Seandainya Aku berkehendak menghias kalian dengan kehidupan dunia, agar Fir’aun mengetahui ketika melihatnya, bahwa segala miliknya tidak mampu menandingi yang Aku berikan pada kalian, maka pasti akan Aku lakukan. Namun Aku tidak menyukai yang demikian itu pada kalian, dan aku akan menyempitkan dunia ini bagi kalian. Demikian pula yang akan aku lakukan pada wali-wali-Ku, dan telah Aku pilih itu sejak dahulu (sebelum aku ciptakan mereka). Sungguh Aku akan menggiring mereka menjauh dari kenikmatan-kenikmatan dunia itu sebagaimana penggembala yang teramat menyayangi kambing-kambingnya menggiring mereka menjauh dari tempat-tempat yang berbahaya. Sungguh Aku akan menjauhkan mereka dari manis lezatnya kehidupan dunia sebagaimana penggembala yang teramat menyayangi unta-untanya menjauhkan mereka dari tempat-tempat yang menjerumuskan. Dan tidaklah yang demikian itu karena mereka termasuk orang-orang yang remeh dan hina di sisi-Ku, namun agar mereka mendapat bagian sempurna dari karomah-karomah-Ku, tetap utuh, tidak dipotong-potong oleh nikmat di dunia dan tidak dikotori oleh kenikmatan-kenikmatan hawa nafsu. Dan ketahuilah bahwasanya tidak ada seorangpun hamba yang memakai perhiasan lebih indah dengan perhiasan-perhiasan dari sisi-Ku selain zuhud di dunia. Karena zuhud di dunia adalah perhiasan orang-orang yang takut kepada-Ku. Mereka akan dikenal dengan pakaian-pakaian pada jiwa mereka, berupa ketenangan dan  khusyu’. Tanda-tanda mereka terlihat jelas memancar dalam wajah-wajah mereka karena pengaruh dari sujud (kepada-Ku). Mereka itulah wali-wali-Ku yang sesungguhnya dan sebenar-benarnya. Jika Engkau bertemu mereka maka bentangkanlah kedua tanganmu,  merendahlah pada mereka dengan hati dan perkataan lisanmu, dan ketahuilah ! siapa saja yang meremehkan wali-Ku atau menakut-nakuti mereka, maka sungguh telah menampakkan diri kepada-Ku dengan perang, memutuskan hubungan dengan-Ku, menghadangkan dirinya di hadapan-Ku dan memanggil diri-Ku untuk mencelakainya. Padahal Aku ini teramat cepat dalam urusan menolong wali-Ku. Apakah orang yang berhadapan perang dengan-Ku menyangka akan dapat menandingi Aku ? Apakah orang yang bermusuhan dengan-Ku menyangka akan dapat melemahkan Aku? Apakah orang yang berhadapan tanding dengan-Ku menyangkan akan dapat mendahului Aku atau menghentikan Aku? Dan bagaimana (mereka dapat mencelakai wali-Ku?)…Padahal Akulah yang menjadi pembela mereka di dunia dan akhirat. Tidak sekalipun aku pasrahkan urusan ini kepada selain diri-Ku."[8]
Dari Wahab bin Munabbih rahimahulloh beliau berkata : "Para sahabat Al Hawariyyun bertanya :"Wahai Isa siapakah auliya'illah yang tidak ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka bersusah hati ?"
Isa ‘alaihis salam  menjawab : "Mereka adalah orang-orang yang melihat kepada keadaan batin dunia[9] ketika orang-orang semua melihat dzahir dunia[10] itu. Mereka adalah orang-orang yang melihat kepada kesudahan dunia[11] ketika orang-orang hanya memperhatikan ke-kini-an dunia[12] itu. Mereka membunuh (keinginan akan hal-hal) dunia yang mereka khawatirkan hal-hal itu akan mematikan (hati) mereka. Mereka meninggalkan hal-hal dunia yang mereka yakini akan dapat meninggalkan mereka (dalam kerugian di akhirat). Maka kekosongan tangan dari harta dunia itu bagi mereka adalah kekayaan. Dan (hanya karena) mengingat akan harta dunia bagi mereka adalah rasa kehilangan. Dan kegembiraan ketika memperoleh perhiasan dunia bagi mereka adalah kesusahan.  Maka apapun yang ditawarkan kepada mereka dari orang-orang yang memiliki harta-harta dunia itu akan mereka buang. Atau ketinggian derajat dunia tanpa haq akan mereka rendahkan dan letakkan. Dunia diciptakan di samping mereka, dan mereka tidak memperbaharuinya. Dunia runtuh roboh di sisi mereka, dan mereka tidak membangunnya kembali. Dunia telah mati dalam hati mereka dan tidak mereka hidupkan lagi. Memang mereka merobohkan dunia itu dalam hati mereka untuk membangun di atas reruntuhan itu istana akhirat mereka. Mereka menjual dunia mereka ditukar dengan kenikmatan yang abadi. Mereka membuang (harta dan kenikmatan) dunia dan mereka bergembira karenanya. Mereka menjual dunia dengan akhirat mereka dan mereka dengan perniagaan ini mendapat keuntungan. Mereka melihat kepada ahli-ahli dunia, semuanya dalam keadaan mabuk dan pingsan, sungguh telah tertimpa musibah besar.  Hingga kemudian mereka hidup-hidupkan mengingat kematian dan mereka mati-matikan mengingat-ingat kehidupan. Mereka mencintai Alloh dan sangat menyukai berdzikir kepada-Nya. Mereka mencari penerang dengan cahaya dzikir itu (dalam kegelapan dunia ini). Mereka memiliki kebaikan yang teramat mengherankan. Dan di sisi mereka terdapat kebaikan yang mengherankan. Dengan adanya merekalah Kitab (Alloh) tetap tegak, dan dengan Kitab (Alloh)-lah mereka menegakkan hidup. Dengan (melukiskan) merekalah Kitab (Alloh) membicarakan, dan dengan Kitab (Alloh)-lah mereka berbicara. Dengan adanya merekalah Kitab (Alloh) diajarkan, dengan Kitab (Alloh)-lah mereka mendapatkan ilmu.  Mereka sama sekali tidak meyakini telah memperoleh sesuatu dengan kemuliaan di sisi Alloh yang mereka peroleh itu. Mereka sama sekali tidak meyakini rasa aman selain pengharapan mereka  (akan belas kasihan Alloh). Dan tidak sama sekali meyakini ada kekhawatiran selain dari perkara yang mereka takuti (akan kejatuhan mereka dalam pandangan Alloh). Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal.[13]   















GELAR PARA AULIYA
SECARA UMUM

Alloh mengatur keteraturan makhluk di alam semesta ini sebagai sebuah kerajaan, karena Alloh menyebut Dzatnya sendiri dengan Raja dari sebuah kerajaan (al malikul mulki) dan Raja (al malik). Dan Alloh menjadikan kesesuaian antara yang lahir dan batin. Sebagaimana halnya raja sebuah kerajaan memiliki pembesar-pembesar, menteri-menteri, panglima perang, prajurit, dan pegawai-pegawai yang diserahi tugas-tugas dalam kerajaan itu. Demikianlah gambaran dari derajat-derajat auliya’ di sisi Alloh, sekedar gambaran bukan keadaan sesungguhnya. Karena Alloh adalah Raja yang memiliki kekuasaan mutlak, kemampuan sempurna, dan kemandirian mutlak. Alloh tidak membutuhkan bantuan dari siapapun untuk menjalankan dan mengatur seluruh kerajaan-Nya. Alloh memperlihatkan kedudukan para wali sedemikian rupa untuk memperlihatkan kepada seluruh makhluk-Nya akan ketinggian derajat mereka di sisi-Nya.


Anbiya’

            Anbiya adalah jama’ dari Nabi. Mereka adalah hamba-hamba pilihan yang diangkat untuk menerima jabatan kenabian. Mereka adalah orang-orang yang dipingit oleh Alloh untuk mengabdi pada-Nya.  Mereka terpilih untuk berkhidmah di hadirat-Nya. Mereka diistimewakan atas sekalian hamba-hamba Alloh untuk senantiasa menghadirkan hati di hadrat ilahiyah.
            Alloh memberikan mereka syari’at untuk peribadatan mereka masing-masing kepada Alloh. Namun mereka tidak diperintah secara wajib untuk menularkan kaifiyah ibadah itu kepada orang lain. Derajat kenabiyah (nubuwwah) adalah maqom khusus dan istimewa dalam derajat-derajat kewalian (wilayah).
            Nabi-nabi itu menginjakkan kaki di atas jalan syari’at masing-masing yang diperintahkan oleh Alloh. Alloh menghalalkan perkara-perkara bagi mereka, dan mengharamkan perkara lain. Bagi sebagian nabi dihalalkan dan untuk nabi yang lain diharamkan. Urusan halal dan haram ini khusus berlaku hanya pada mereka tidak bagi yang lain. Karena memang demikianlah sifat dunia. Tempat kehidupan dan kematian serta bala’ cobaan. Alloh berfirman alladzi kholaqol mauta wal hayata liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amalan[14] (Alloh adalah Dzat yang mencipta kematian dan kehidupan untuk menjatuhkan bala’ cobaan pada kalian, manakah di antara kalian yang lebih baik amalannya.) di mana taklif  atau beban syari’at itulah yang dimaksud dengan bala’ atau coba’an dalam ayat di atas.

Rasul

            Termasuk dalam golongan wali-wali adalah para rasul. Mereka adalah hamba-hamba yang diangkat untuk menerima risalah (jabatan rasul). Mereka adalah Nabi-nabi yang di utus kepada sekelompok kaum saja, atau kepada seluruh manusia. Dan yang kedua ini hanya ada pada Muhammad saw.
            Mereka menyampaikan dari Alloh apapun yang diperintahkan untuk disampaikan. Alloh berfirman : ya ayyuhar rosulu balligh ma unzila ilaika min robbika[15] (wahai rasul sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu) wa ma ‘alar rosuli illal ballagh[16] (dan tidaklah terbeban kepada rasul selain banyak menyampaikan). Derajat menyampaikan perintah dari Alloh inilah yang sebenarnya ditekankan dari risalah (kerasulan).
            Menurut Syaikh Muhyidin Ibnul Arobi pembicaraan mengenai derajat nubuwah dan risalah ini hanya berhak terpulang kepada Nabi atau Rasul saja. Sebab tak ada pengetahuan dzauqiyah bagi seorang walipun mengenai maqom ini. Karena Alloh telah menutup pintu menuju ke sana dengan kemunculan Rasululloh dan Nabiyulloh Muhammad saw Nabi dan Rasul terakhir yang diutus ke dunia.
            Sebagai gambaran keagungan ilmu para Nabi dan Rasul itu adalah sebuah riwayat yang mengatakan bahwa seandainya keluasan ilmu-ilmu Alloh adalah lautan yang tak bertepi, maka yang diberikan kepada Rasululloh Muhammad saw adalah satu kendi. Dan yang beliau tablighkan serta ajarkan baik berupa makna ataupun lafadz barulah satu tetes dari air di dalam kendi tersebut. Dan satu tetes itu terbagi ke dalam hati seluruh sahabat, ulama, dan wali-wali dari umat beliau mulai derajat terendah hingga yang tertinggi. Subhanalloh.

As-Shiddiqin
            Adalah hamba pilihan Alloh yang di angkat menerima derajat Shidiqiyah. Alloh berfirman walladzina amanu billahi wa rusulihi ula’ika humus shiddiquna[17] (orang-orang yang beriman kepada Alloh dan rasul-rasul-Nya mereka itulah para wali shiddiqin).
            Seorang hamba Alloh disebut Shiddiq jika beriman kuat kepada Alloh dan Rasul-rasul-Nya dari keterangan khabar yang sampai kepadanya mengenai itu. Kuatnya kepercayaan dan keimanan itu tidak butuh dalil dan petunjuk lain kecuali cahaya iman yang dicampakkan Alloh dalam hati mereka. Cahaya inilah yang mencegahnya dari keragu-raguan mengenai kebenaran khabar si pembawa keterangan berita mengenai Alloh dan rasul itu.
            Ketika mereka mendengar keterangan mengenai Alloh dan rasul-Nya, seketika itu pula berpendar cahaya iman yang teramat terang dalam hatinya, tertancap kuat tanpa diusahakan dan dibuat-buat. Benar-benar perbuatan Alloh yang maha rahman yang telah memilih mereka.
            Syaikh Muhyidin Ibnul Arobi menyampaikan bahwa antara derajat Shiddiqiyah dan Nubuwah Tasyri’iyyah tidak ada lagi derajat lain yang menyelanya. Jadi seandainya si wali as-shidiq ini di naikkan derjatnya satu tingkat saja pastilah dia seorang Nabi. Hanya saja siapapun yang mengaku mendapat maqom nubuwwah setelah diutusnya Rasululloh Muhammad saw, maka dia kufur dan bohong. Namun di sana ada sub derajat di bawah Maqom Nubuwwah yaitu maqom Al Qurbah yang dimiliki oleh wali-wali al afrod yang keadaannya sama dengan malaikat karubiyun. Inilah yang dimaksudkan dengan sir yang tersimpan dalam hati Abu Bakr As-Shidiq. Dan dengannya Abu Bakr mengungguli seluruh Sahabat Nabi. Karena tidak terdapat lagi derajat ketiga di tengah Nubuwwah dan Shiddiqiyah. Oleh karena itu antara Abu Bakr as-Shidiq dan Rasululloh saw tidak ada orang ketiga yang menjadi penengah. Karena Abu Bakr adalah pemilik maqom sir dan shidiqiyah pada masa itu.

As-Syuhada’

            As-Syuhada’ adalah jama’ dari as-Syahid.  Wali As-Syahid ini adalah hamba terpilih yang diangkat untuk menyaksikan (Syahadah). Makna syahadah adalah sejalur dengan an-nadhru dan al-bashor. Jika an-nadhru adalah melihat dengan kedua mata kepala, dan al-bashor adalah melihat dengan mata batin yang ada di hati, maka as-syahadah adalah melihat dengan seluruh anggota tubuh lahir dan batin. Saking kuatnya makna melihat dalam As-syahadah hingga seolah orang yang melihat merasa melebur menjadi satu dengan peristiwa atau sesuatu yang disaksikan itu. 
            Mereka para wali as-syahid termasuk hamba-hamba terdekat. Mereka ahli merasakan kehadiran diri dan jiwa bersama  Alloh dengan berlandasan pada ilmu mengenai Alloh. keadaan hati dan pikiran mereka terhadap kehadiran Alloh dalam setiap waktu dan tempat ini sama dengan perasaan yang dialami oleh para malaikat. Mereka adalah hamba-hamba yang dikarunia limpahan ilmu ma’rifat yang bersih yang tertancap kuat menyatu dengan detak jantung dan aliran darah. Alloh berfirman mengenai mereka : syahidallohu annahu la ilaha illa huwa wal mala’ikatu wa ulul ‘ilmi qo’iman bil qisth[18] (Alloh menyaksikan bahwa tiada Dzat yang berhak disembah selain Dia, dan juga para malaikat serta orang-orang yang diberikan ilmu. (Hal demikian itu) tegak dengan adil.)
            Dalam ayat di atas Alloh mengumpulkan para wali As-syahid bersama para malaikat. Mereka duduk bersama menyaksikan benar dengan seluruh bagian jiwa dan raga kehadiran Alloh yang benar-benar tak ada Dzat yang maujud secara hakiki melainkan Dia.
            Mereka adalah ahli-ahli tauhid yang menyaksikan kehadiran ilahi dan mendapat pertolongan azaliyah. Keadaan hal-ahwal mereka teramat mengherankan. Dan urusan mereka  ini benar-benar ghorib. Mereka adalah ulama-ulama billah yang memiliki ilmu tentang Alloh dan ilmu itu mengantar mereka benar-benar mengenal (ma’rifat) dan menyaksikan Alloh. mereka memiliki keimanan yang kuat seiring pertambahan ilmu mereka.
            Mereka berada dalam tingkatan ketiga setelah anbiya’, dan shiddiqin. Wali shiddiqin lebih sempurna cahayanya dibanding wali syuhada’ karena tauhid wali shiddiqin bersumber dari cahaya iman di hati mereka. Sedang tauhid wali syuhada’ bersumber dari ilmu bukan dari iman. Namun demikian, walaupun wali syuhada berada di bawah wali shiddiqin dalam tingkatan keimanan, namun lebih unggul dalam tingkatan keilmuan.
As-Sholihin
            Alloh mengangkat mereka untuk diberikan kesalehan. Alloh menjadikan mereka menduduki derajat ke empat setelah wali-wali as-syuhada’. Bahkan tiada seorang Nabi pun melainkan disebutkan bahwa beliau ini hamba yang sholih dan berdoa agar dimasukkan golongan sholihin dalam keadaan yang telah menjadi Nabi. Hal ini menunjukkan bahwa derajat kesalehan adalah kedudukan khusus dalam sifat-sifat kenabian.
            Kesalehan ini terkadang diberikan kepada hamba-hamba yang bukan Nabi, wali Shiddiqin, atau wali Syuhada’. Kesalehan para Nabi adalah sebagian hal yang mengiringi dengan mereka sejak awal permulaan umur mereka.
            Tanda-tanda wali sholihin adalah seseorang yang tidak terdapat cela dalam amal-amal mereka, keimanan, dan apapun yang datang dari sisi Alloh. Jika terdapat cela maka batallah kesalehan itu. Kesalehan seperti inilah yang disukai oleh para Nabi. Karenanya setiap hamba Alloh yang tidak terdapat cacat dan cela dalam keyakinan keimanannya (shiddiqiyah) maka termasuk wali sholih. Yang tidak memiliki cela dalam penyaksiannya terhadap Alloh (syahadah) maka termasuk pula wali sholih.
            Wali-wali sholihin ini benar-benar berdiri dalam jalur syari’at baik lahir maupun batin dengan semestinya dan dengan baik. Memenuhi hak-hak Alloh dan hak-hak sesamanya dengan semestinya. Berkhidmah kepada Tuan segala Raja dengan sepantasnya. Subhanalloh.
Al Muslimin dan Al Muslimat

            Sebagian dari para wali ada yang dipanggilkan dengan sebutan wali muslim atau wali muslimah. Mereka adalah hamba-hamba yang diberikan pengangkatan untuk menerima Al-Islam. Yaitu ketundukan khusus kepada apapun yang datang dari sisi Alloh. Tidak lain. Ketika seorang hamba memenuhi seluruh kewajiban dalam agama Islam beserta seluruh syarat-syarat di dalamnya maka dia termasuk wali muslim. Kewajiban di sini terdiri dari kewajiban-kewajiban agama yang lahir seperti rukun islam yang lima, berbuat adil, menjauhi haram dan kewajiban batin seperti bersabar, bersyukur, dan akhlaq terpuji lain.
            Nabi memberikan gambaran mengenai keadaan wali Muslim dengan sabda beliau :Al Muslimu man salimal muslimuna min lisanihi wa yadihi[19] (seorang Muslim adalah orang yang seluruh muslimin selamat dari (kejelekan) lisan dan tangannya). Artinya seluruh muslimin dari segala hal yang bisa dilakukannya pada mereka berupa tindakan apapun yang tidak diajarkan dalam Islam atau yang melampaui batas-batas yang telah digariskan oleh Alloh. demikian pula lisannya tidak pernah menimbulkan sakit hati, atau menyakiti perasaan muslimin manapun. Inilah pertanda hamba Alloh yang Muslim.
Al Mukminin dan al Mukminat

            Sebagian dari wali-wali Alloh adalah al mukminin dan al mukminat (orang-orang yang memiliki kesempurnaan iman baik laki-laki maupun perempuan). Mereka diangkat derajatnya oleh Alloh dengan keimanan yang sempurna. Benar-benar amal-amal, perkataan, dan hal-hal yang diyakininya berdasar kepada iman. Mereka sholat bukan karena mereka tahu bahwa sholat itu adalah kewajiban atau berpahala, namun didorong oleh keimanan mereka kepada Alloh. mereka berdzikir dan berkata yang baik bukan karena dorongan pahala atau maksud apapun selain hanya iman di dada mereka. Mereka meyakini azab dan siksa kubur bukan dengan alasan apapun selain cahaya iman di hati mereka.
            Al mukmin adalah orang yang perkataan dan perbuatannya sesuai dengan keyakinannya dalam perbuatan dan perkataan itu. Karena inilah Alloh berfirman mengenai mereka : nuruhum yas’a baina aidihim wa bi aimanihim[20] (cahaya mereka berjalan di depan dan kanan kirinya), yaitu cahaya amal sholih yang mendahului dan mengitari mereka di sisi Alloh. mereka inilah orang-orang yang dijanjikan Alloh akan mendapat ampunan dan pahala yang sangat besar.
            Rasululloh saw bersabda : al mukminu man aminahun nas ‘ala amwalihim wa anfusihim[21] (al mukmin adalah orang memberikan rasa aman pada harta-harta dan pribadi seluruh manusia). Nabi saw juga bersabda : al mukminu man amina jaruhu bawa’iqohu[22] (al mukmin adalah orang yang seluruh tetangganya merasa aman dari segala hal-hal buruk pada dirinya). Dalam hadis ini perbuatan baik seorang mukmin yang bisa memberikan rasa aman itu tidak dibatasi oleh Rasululloh  saw pada sesama muslim orang yang seiman saja, melainkan seluruh jenis manusia (all man kind) dan semua yang bertetangga dengannya merasakan buah manis budi pekertinya. Sedang dalam sabda beliau mengenai Muslim, rasa aman itu terbatas pada orang yang seiman saja.
            Al mukmin yang dikehendaki dalam istilah para penempuh jalan menuju Alloh memiliki dua ciri khusus. Pertama adalah hal-hal gaib baginya telah menjadi seperti hal-hal yang terlihat jelas, dalam hal tak ada keraguan sedikitpun mengenainya. Kedua adalah keimanan itu memunculkan pengaruh keamanan bagi seluruh isi alam. Hingga mereka aman dari gangguan atau perusakan terhadap harta, keluarga, dan diri mereka yang muncul dari si mukmin ini. Jika dua ciri ini atau salah satunya tidak terdapat pada seseorang yang mengaku mukmin maka dia bukanlah termasuk wali al mukmin yang dikehendaki dalam pembahasan kita ini.
Al Qonitin dan Al Qonitat

            Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diberikan pertolongan oleh Alloh untuk berada dalam ketatan (al Qunut). Mereka tunduk taat kepada Alloh dalam segala hal yang diperintahkan dan dicegah. Alloh. Alloh berfirman : wa qumu lillahi qonitin[23] (dan berdiritegaklah kalian karena Alloh dalam keadaan qunut) artinya dalam keadaan taat. Alloh berfirman wal qonitin wal qonitat (dan laki-laki yang  taat dan perempuan-perempuan yang taat)
            Sayyid Muhyidin Muhammad Ibnul Arobi berkisah :”Pada suatu ketika aku berkumpull bersama dengan hamba Alloh yang saleh yaitu Haji Mudawar Yusuf Al Ustuji. Dia tidak bisa membaca dan menulis. Namun dia termasuk orang yang memutuskan hubungan dunianya untuk beribadah kepada Alloh dan termasuk orang yang bercahaya penglihatan batinnya.  Kebetulan di depan pintu ada seorang peminta-minta yang berkata :”Wahai penghuni rumah… siapakah yang akan memberi sesuatu padaku karena Alloh”. Kemudian seorang laki-laki membuka kantong uangnya, dan mencari-cari potongan dirham yang kecil untuk diberikan kepada peminta-minta tersebut. Haji Mudawar bertanya kepadaku :”Wahai syaikh apakah engkau tahu apa yang sebenarnya dicari-cari oleh si pemilik dirham tadi ?” Aku menjawab :”Tidak…” kemudian dijawabnya sendiri pertanyaan tadi :”Orang tadi menimbang-nimbang kedudukan dan nilai dirinya di hadapan Alloh…karena si pengemis meminta atas nama Alloh dan diberikannya potongan dirham yang kecil, maka sekecil dan seringan itu pula nilai dan harga dirinya di hadapan Alloh.”
            Akan tetapi syarat ketaatan yang termasuk dalam amalan wali al qonitin ini adalah ketaatan yang dimunculkan oleh dorongan kesadaran bahwa dia adalah hamba Alloh, yang telah semestinya seorang budak mentaati Tuannya yang maha mulia nan perkasa. Bukan ketaatan yang didorong oleh keinginan mendapat pahala yang dijanjikan oleh Alloh bagi siapapun yang mentaatinya.

As-Shodiqin dan As-Shodiqot

            Termasuk waliyulloh adalah as-Shodiqin (laki-laki yang jujur membenarkan janji Alloh) dan as-shodiqot (perempuan yang jujur membenarkan janji Alloh). Mereka adalah hamba yang diangkat derajatnya oleh Alloh dan dikaruniai kejujuran dalam seluruh perkataan dan hal-ahwal keseharian mereka. Alloh berfirman : rijalun shodaqu ma ‘ahadulloha alaihi[24]  (…orang-orang yang benar-benar  menyatakan apa yang mereka janjikan kepada Allloh).

As-Shobirun dan As-Shobirot

            Mereka adalah wali-wali yang ahli bersabar. Alloh mengangkat derajat mereka dengan memberikan kesabaran. Mereka adalah orang-orang yang menahan diri untuk selalu bersama Alloh dalam ketaatan tanpa batas waktu. Karenanya Alloh memberikan balasan ketaatan mereka dengan pahala tanpa hitungan.
            Kesabaran wali-wali ahli as-shobirun ini memenuhi seluruh tempat dan keadaan yang memang menuntut seorang hamba untuk bersabar. Tanpa kecuali, benar-benar berdiam di hadapan Alloh dalam keadaan sabar. Sebagaimana mereka bersabar memaksa nafsu mereka untuk selalu melakukan perintah-perintah Alloh, maka mereka pun juga bersabar dalam menahan nafsu mereka agar meninggalkan larangan-larangan Alloh, baik yang lahir maupun batin.
            Mereka itulah yang ketika diberikan cobaan dan ujian-ujian musibah senantiasa menahan nafsu dan dirinya dari berkeluh kesah dan meminta kepada selain Alloh untuk menghilangkan atau meringankan musibah-musibah tersebut. Baik jalan meminta doa orang lain atau syafa’at dari hamba-hamba pilihan Alloh. dan tidaklah merusakkan kualitas kesabaran ini dengan meminta tolong kepada Alloh untuk menghilangkan musibah mereka. Namun permintaan ini hanyalah kepada Alloh saja.
            Termasuk pembesar wali-wali as-shobirun ini adalah Nabi Ayyub ‘alaihis salam. Beliau dalam keadaan musibah yang demikian berat, sedikitpun tidak pernah kendor dari peribadatan kepada Alloh dan tidak pernah sedikitpun melakukan hal-hal yang dilarang oleh Alloh. beliau tidak pula mengeluhkan tentang musibah itu walupun kepada istri sendiri. Beliau hanya meminta kepada Alloh saja, dan dengan bahasa yang teramat santun “robbi inni massaniyad dhurru wa anta arhamur rohimin”[25] (wahai Dzat yang memiliki diriku…sesungguhnya aku terkena musibah..dan Engkau adalah Dzat yang paling berbelas kasih dari semua yang memiliki belas kasihan..). Dalam kalimat-kalimat ini terdapat usaha beliau untuk mencari terangkatnya musibah, dan menampakkan keadaan musibah itu kepada Alloh yang memiliki diri beliau. Kemudian Alloh menjawab doa Nabi Ayyub dan menghilangkan musibah tersebut. Namun Alloh juga tetap memujinya sebagai hamba yang bersabar. Alloh berfirman “inna wajadnahu shobiron ni’mal abdu innahu awwab[26] (sungguh Aku menjumpainya dalam keadaan bersabar. (Ayyub) adalah sebaik-baiknya hamba. Sungguh dia orang yang banyak kembali (kepada-Ku)).
            Dalam kasus ini Alloh memuji Nabi Ayyub ‘alaihis salam dengan tiga predikat sekaligus, yaitu :
  1. Sebagai hamba yang bersabar.
  2. Hamba yang mampu berlaku sebagaimana layaknya seorang hamba dengan sebaik-baiknya.
  3. Orang yang banyak kembali kepada Alloh dalam ujian musibahnya.
Seandainya berdoa memohon terangkatnya musibah seperti Nabi Ayyub itu berlawanan dengan kesungguhan bersabar, pastilah Alloh tidak memujinya dengan seperti itu.
            Bahkan menurut Syaikh Muhyiddin Ibnul Arobi,  termasuk su’ul adab (jeleknya tata krama) dengan Alloh adalah ketika seorang hamba tidak mau berdoa meminta agar musibah itu diangkat dari dirinya. Karena dalam munajat doa memohon diangkatnya bala’ musibah itu terdapat keringanan dari menahan tekanan kekuasaan ilahi. Dan memohon keringanan adalah menampakkan sifat lemah dan ketidakberdayaan. Sementara lemah dan ketidakberdayaan inilah yang sepantasnya dikenakan seorang hamba di hadapan Tuan-nya yang maha kuat dan perkasa.
            Seorang yang benar-benar mengenal Alloh akan berkata :”Bahwasanya Alloh membuatku didera rasa lapar agar aku menangis, dan memperlihatkan kelemahanku.” Maka walaupun sebenarnya masih ada kekuatan sabar untuk menahan cobaan ini, seorang yang mengenal Alloh dengan baik tetap akan melarikan diri menuju kelemahan diri dan ketidakberdayaannya dan memakai adab yang baik dengan memperlihatkan ketidakberdayaan seorang hamba itu ketika Alloh memperlihatkan tanda-tanda keagungan-Nya sebagai Raja dan Tuan atas dirinya dengan menjatuhkan bala’ dan musibah tersebut. 
            Karena kekuatan dan keteguhan hanyalah milik Alloh semata. Maka seorang hamba yang mengenal Alloh akan meminta kepada Dzat yang memiliki dirinya agar menghilangkan bala’ musibah yang sedang menimpa itu, atau meminta perlindungan agar tidak turut terkena imbas ketika ada persangkaan mengenai jatuhnya musibah tersebut. Hal seperti ini sama sekali tidak merusak ridho terhadap qodho’ Alloh. karena hal terjadinya musibah yang dialami itu adalah realita dari keputusan Alloh. Maka ketika musibah itu kita alami, kita ridho dengan keputusan Alloh menjatuhkan musibah pada diri kita, namun ketika itu juga kita menemukan diri ini lemah tidak berdaya dan meminta kepada Alloh pula agar musibah ini segera berlalu dan agar dibukakan hikmah dalam hati. sedang terjadi. Inilah yang disebut hamba yang ridho dan sabar.  Bukankah Dzun Nun Al Mishri pernah berkata : “As-Shobru al isti’anah billah” (kesabaran itu adalah meminta tolong kepada Alloh).

Al Khosyi’un dan Al Khosyi’at

            Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat derajatnya untuk menerima kekhusyu’an ketundukan. Mereka adalah orang-orang yang dikuasai oleh perasaan hina seorang hamba di hadapan Tuan-nya yang maha mulia. Mereka adalah orang-orang pilihan yang menerima penampakan sifat kekuasaan ketuhanan Alloh di dunia. Hingga tidak ada perasaan berharga sedikitpun dalam jiwa mereka. Perasaan wali-wali ahli khusyu’ ini selalu dikuasai ketidakberhargaan. Mereka tidak bisa merasakan bahwa diri mereka adalah sesuatu yang ada nilainya. Karena mereka selalu merasakan kemuliaan keagungan Alloh di manapun mereka berada. Dan perasaan hina nan tak berharga ini memancarkan cahaya yang menampakkan wujud dalam kekhusyu’an anggota lahir mereka di manapun berada.

Al Mutashoddiqun dan Al Mutashodiqot  

            Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat derajatnya untuk menerima pakaian kedermawanan Alloh dalam hati masing-masing. Hingga kemudian menampakkan wujud dalam banyaknya sedekah yang keluar dari tangan mereka.
            Mereka adalah orang-orang yang telah tidak memiliki ketergantungan sedikitpun kepada harta dunia atau apapun selain Alloh. Bagi mereka pertolongan Alloh lebih dari segala-galanya dan mencukupi segalanya. Hingga kemudian Alloh benar-benar memperlihatkan kepada dunia kemuliaan mereka, dengan merendahkan dunia itu di bawah telapak kaki mereka. Alloh menjadikan mereka sebagai pengganti-Nya dalam menangani urusan dan perkara-perkara yang banyak dibutuhkan oleh makhluk-makhluk-Nya. Maka Alloh membuat orang-orang itu menjadi butuh terhadap mereka karena kekayaan hati mereka dengan kecukupan Alloh.

As-Sho’imun dan As-Sho’imat

            Ini adalah wali-wali Alloh, laki-laki dan perempuan yang diangkat derajatnya untuk menerima pakaian menahan diri (al-imsak) dari-hal-hal yang membatalkan dan merusakkan pahala puasa baik yang lahir maupun batin. Mereka menahan diri dengan selalu berpuasa demi mencari derajat yang luhur di sisi Alloh. Benar-benar orang-orang yang ahli menahan jiwa dan anggota tubuh karena Alloh, hingga kemudian hanya Alloh yang mengetahui kadar balasan amal mereka dan memberikannya sendiri. Subhanalloh.

Al-Hafidzun li hududillah wal hafidzot

            Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat derajatnya untuk menerima perlindungan ilahi. Hingga dengan perlindungan dari sisi Alloh itu mereka dapat menjaga diri mereka dari apapun yang semestinya mereka jauhi. Mereka senantiasa menjauh dari batas-batas larangan Alloh, apapun itu wujudnya.
            Mereka ini terbagi ke dalam dua tingkatan, yaitu umum dan khusus. Yang pertama adalah yang senantiasa menjauhi batas-batas larangan Alloh dan berdiri di atas peraturan-peraturan-Nya (al-hafidzuna li hududillah). Ini adalah golongan yang umum. Yang khusus dari mereka adalah orang-orang yang menjaga farji-farji mereka dari segala hal kecil dan besar yang bisa menarik kemarahan-Nya (al-hafidzuna li furujihim).

Ad-Dzakirunalloha katsiron dan Ad-Dzakirot

            Wali-wali yang banyak sekali berdzikir kepada Alloh. Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat derajatnya untuk menerima ilham dzikir agar mereka mengingat Tuan mereka dan Dia mengingat mereka.
            Alloh berfirman “fadzkuruni adzkurukum[27]” (maka ingatlah kalian kepada-Ku, pasti Aku akan mengingat kalian). Alloh mengakhirkan dzikir-Nya terhadap hamba dan mendahulukan menyebut dzikir mereka terhadap diri-Nya. Dalam hadis qudsi Alloh berfirman “man dzakaroni fi nafsihi dzakartuhu fi nafsi, wa man dzakaroni fi mala’in dzakartuhu fi mala’in khoirin minhu[28]” (barang siapa mengingat menyebut diri-Ku dalam hatinya maka aku mengingat menyebutnya dalam Dzat-Ku, dan barang siapa menyebut mengingati-Ku pada sebuah kumpulan maka aku menyebut mengingatnya dalam kumpulan golongan yang lebih baik dari itu). “Man taqorroba ilayya syibron taqorrobtu ilaihi dziro’an[29]” (Barang siapa mendekat kepada-Ku sejengkal maka aku mendekatinya sedepa). Dalam Al Qur’an Dia berfirman :”Fattabi’uni yuhbibkumullohu[30]” (maka ikutilah aku (Rasululloh) pasti Alloh akan mencintai kalian).
            Dzikir kepada Alloh (dzikrulloh) adalah derajat hati yang paling tinggi. Wali yang ahli dzikir adalah yang paling tinggi derajatnya dibanding siapapun yang menempati semua maqomat selain maqom dzikrulloh.
           
At-Ta’ibuna, At-Ta’ibat dan At-Tawwabuna

            Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang bertaubat serta orang-orang yang banyak bertaubat. Itulah hamba-hamba yang diangkat derajatnya hingga selalu bertaubat (kembali) kepada Alloh dalam segala keadaan. Orang yang bertaubat (at-ta’ib) adalah hamba yang kembali kepada Alloh dari keadaannya  menentang perintah dan larangan-Nya baik yang lahir atau batin, kecil atau besar, yang jelas atau yang samar.
Keadaannya bagaikan orang yang kembali ke dalam benteng perlindungan raja nan perkasa setelah tadinya berada di luar lingkungan benteng yang penuh bahaya. Sang Raja pemilik benteng telah menurunkan titah agar tidak seorangpun dari rakyatnya keluar dari lingkungan benteng itu. Orang yang bertaubat adalah orang yang keluar kemudian kembali lagi ke dalam lingkungan benteng. Mereka ini adalah wali-wali yang dikasihi Alloh berdasarkan keterangan Al Qur’an yang mulia.

Al Mutatohirun

            Wali-wali yang ahli membersihkan diri. Mereka diangkat derajatnya oleh Dzat yang maha bersih untuk selalu membersihkan diri.  Alloh berfirman “innalloha yuhibbut tawwabina wa yuhibbul mutatohhirin[31] (sungguh Alloh mencintai hamba-hamba yang banyak taubat (kembali pada-Nya) dan hamba-hamba yang ahli membersihkan diri).
            Ketahuilah ! Bahwa ahli membersihkan diri di jalan Alloh ini adalah hamba-hamba yang termasuk auliya’illah. Hamba yang ahli membersihkan diri ini adalah orang yang selalu membersihkan dirinya dari segala sifat yang menghalanginya untuk masuk ke hadirat Tuhannya. Baik itu sifat yang lahir maupun batin. Karena inilah untuk melakukan sholat disyari’atkan bersuci karena sholat adalah memasuki hadirat Alloh untuk berbisik-bisik kepadanya.
            Keadaan suci ini terbagi kepada tiga bagian, yaitu
  1. Kesucian pakaian dan tempat dari najis atau memperolehnya dengan jalan haram atau syubhat.
  2. Kesucian badan dari najis, hadas besar atau hadas kecil, dan kemasukan makanan haram.
  3. Kesucian hati dari segala akhlaq dan budi pekerti, prasangka, keinginan, dan bisikan-bisikan hati yang buruk dan tercela.

Al Hamidun

            Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang ahli memuji kepada Alloh. Alloh mengangkat derajat mereka dengan memperlihatkan akhir urusan segala sesuatu yang menyebabkan mereka mengungkapkan puji-pujian. Mereka adalah ahli mengetahui akhir dari segala urusan (ahli ‘awaqibil umur).
            Wali ahli memuji Alloh ini adalah hamba yang melihat terdapat pujian secara mutlak pada lisan seluruh isi alam semesta benar-benar kembali dan bermuara kepada Alloh. baik yang mengeluarkan pujian itu para hamba yang termasuk ahlillah atau bukan. Baik yang dipuji itu memang jelas terang Alloh sendiri atau hal lain yang dipandang pantas dipuji menurut kebanyakan orang. Karena bagi mereka, pada akhirnya semua pujian itu terlihat tertuju kepada Alloh tidak pada yang lain.
            Alloh membanggakan para auliya ahli memuji ini dengan sebutan orang-orang yang diperlihatkan akhir dari segala perkara ketika pertama kali mereka bertemu atau melihat perkara tersebut. Hingga kemudian mereka mengeluarkan pujian yang pantas dan sesuai dengan akhir urusan yang baik itu, walaupun pada awalnya terlihat tidak sesuai untuk dipuji.          Seperti contoh wali ini bertemu dengan seorang pemabuk yang dalam ilmu Alloh dia termasuk kedalam orang yang dikaruniai taubat nasuha dan menjadi seorang alim nan wira’iy. Pada waktu bertemu itu pula si wali tidak akan mencela si pemabuk, bahkan dia akan memanggilnya dengan “Wahai fulan yang alim dan wira’iy, takutlah engkau kepada Alloh !! Alhamdulillah…..Sungguh bahagia aku bertemu denganmu”. kata-kata ini mengandung dua pujian sekaligus dan sama sekali tidak bernada mencela.
            Wali ahli memuji ini tidak menerima hal apapun dari Alloh kecuali yang keluar dari lisannya adalah pujian. Walaupun perkara itu tidak enak dan tidak baik dalam pandangan manusia pada umumnya. Ini karena mereka benar-benar dikaruniai penglihatan mengenai akhir segala hal yang datang pada mereka itu, yang semuanya memang berhak mendapatkan pujian karena datang dari Alloh Dzat yang pantas untuk dipuji segala tindakan dan perbuatannya. Allohu akbar.

As-Sa’ihun

            Para pengembara. Inilah wali-wali Alloh laki-laki dan perempuan yang ahli menapaki punggung bumi. Nabi Muhammad SAW bersabda “Siyahatu ummati al jihadu fi sabilillah[32] (pengembaraan umatku adalah jihad fi sabilillah). Mengembara yang dimaksud di sini adalah berjalan di penjuru bumi untuk mengambil ibarat dengan melihat peninggalan-peninggalan zaman yang lampau dan peninggalan umat-umat terdahulu.
            Pengembaraan ini menjadi istimewa karena para ahli ma’rifat mengetahui bahwa bumi merasa bangga karena dzikrulloh yang dilakukan di atasnya. Dan mereka ahli mendahulukan dan memenuhi hak-hak ‘orang lain’.  Mereka melihat bahwa daerah yang ramai di bumi pasti terdapat orang yang berdzikir kepada Alloh di situ dari golongan orang awam maupun orang khos. Namun di daerah-daerah yang jauh dari keramaian, di pelosok-pelosok hutan, dan tempat-tempat yang sulit dijangkau tidak terdapat manusia yang berdzikir kepada Alloh di sana. Oleh karena itu sebagian orang yang ahli ma’rifat melakukan pengembaraan untuk berdzikir kepada Alloh sebagai sodaqoh mereka kepada tempat-tempat yang tidak akan mau bersusah-susah mendatanginya kecuali orang-orang seperti mereka.
Mereka menuju tepi-tepi laut, pelosok-pelosok hutan, kedalaman jurang-jurang, sela-sela gunung, gua-gua, dan jalan-jalan sempit nan sulit di dataran-dataran tinggi. Mereka menuju tempat-tempat itu dalam keadaan berdzikir dan untuk berdzikir. Mereka mendatangi tempat-tempat yang ditinggali orang-orang kafir. Yaitu bumi Alloh yang menangis karena tidak ada orang yang mentauhidkan-Nya dan beribadah kepada-Nya di situ. Mereka datang dalam keadaan berdzikir dan untuk berdzikir.
Oleh karena itulah Rasululloh SAW menjadikan pengembaraan mereka sebanding dengan jihad fi sabilillah. Sebab bumi yang tidak pernah digunakan untuk mentauhidkan Alloh dan beribadah kepada Alloh akan lebih bersusah dan sedih dibandingkan bumi yang ramai ditempati orang-orang yang berdzikir dan mentauhidkan-Nya. Untuk menggemakan dzikrulloh di bumi orang-orang kafir inilah yang menjadi kelebihan  jihad memerangi dan membunuh mereka.  Memenggal leher orang-orang kafir dan mengusir mereka dari bumi-bumi Alloh dalam keadaan berdzikir kepada Alloh adalah yang paling utama dibandingkan hanya mengembara saja tanpa berperang. Namun berperang tanpa berdzikir bukanlah ibadah namun kejahatan. Karena maksud sesungguhnya dari jihad perang dan pengembaraan itu adalah menggemakan dan meninggikan kalimatillah di tempat-tempat yang penuh dengan kedurhakaan dan ritual-ritual agama kafir. Mereka yang bersungguh-sungguh melakukannya adalah wali-wali as-sa’ihun (para pengembara).
Syaikh Muhyidin Ibnul Arobi berkata :”Aku pernah bertemu dengan salah satu pembesar mereka yaitu Yusuf al Maghowiriy al-Jala’. Seorang pengembara yang berperang di tanah-tanah kafir 20 tahun lamanya. Dan seorang pemuda yang berjaga di benteng Jilma’iyah yang bernama Ahmad bin Hammam As-Syaqoq dari Andalus. Tumbuh sejak kecil dalam ibadah kepada Tuan-nya. Dan termasuk pembesar para auliya’ dalam umurnya yang masih begitu muda. Dia memutuskan hidupnya hanya untuk Alloh dengan menjaga perbatasan jilma’iyah dari gangguan orang-orang kafir sejak usia belum baligh. Dan terus-menerus seperti itu hingga meninggal dunia. Semoga Alloh memberikan ridho kepada mereka.”

Ar-Roki’un

            Alloh menyebut keadaan mereka di dalam Al-Qur’an dengan ar-roki’un (orang-orang yang ahli ruku’). Ruku’ yang dikehendaki di sini adalah tawadlu’ kepada Alloh. mereka adalah wali-wali yang ruhaninya senantiasa dalam keadaan ruku’ karena tawadlu’ dalam penyaksian mereka terhadap keagungan dan kemuliaan Alloh yang terhampar dalam hidup dan seluruh jenis kehidupan.

As-Sajidun

            Hamba-hamba yang ditinggikan derajatnya di sisi Alloh dengan hati dan jiwa yang senantiasa dalam keadaan sujud. Walaupun badan mereka melakukan aktifitas kemanusiaan pada umumnya namun batin dan jiwa mereka bersujud di hadrat ilahiyah Tidak pernah sekalipun mereka mengangkat kepala dari ruh mereka yang bersujud itu baik ketika di dunia atau di akhirat. Ini adalah keadaan yang teramat dekat dengan Alloh. Karena sujudnya hati dan jiwa hanya disebabkan oleh merasakan panampakan keagungan Alloh dan musyahadah yang di alaminya.
            Alloh berfirman “wasjud waqtarib”[33] (dan sujudlah engkau serta mendekatlah). Kedekatan yang dimaksud di sini adalah kedekatan untuk memulyakan, kebaktian, dan kedekatan sebagai anugerah. Sebagaimana seorang raja yang berkata kepada orang yang masuk dan memberikan penghormatan dengan bersujud di depannya. Maka kemudian raja itu berkata : “dekatkanlah orang itu ! Dekatkanlah dia !” hingga sampai pada batas kedekatan tertentu yang diinginkan oleh sang Raja. Inilah kedekatan yang dimaksudkan dalam firman Alloh “waqtarib” yang di anugerahkan ketika seorang hamba dalam keadaan sujud. Perintah mendekat ini merupakan isyarat bahwa Alloh Sang Maha Raja telah menyaksikan hamba yang bersujud di hadirat-Nya. Isyarat bahwa hamba itu telah benar-benar di hadapan-Nya. Dan perintah “Mendekatlah” ini diucapkan-Nya untuk lebih menguatkan dan menambah kedekatan tersebut. Sebagaimana di katakan Alloh dalam Hadis Qudsi “man taqorroba ilayya syibron taqorrobtu minhu dziro’an[34] (barangsiapa mendekat kepada-Ku sejengkal maka aku mendekat darinya sedepa).
            Jika mendekatnya seorang hamba dilakukan karena adanya perintah ilahi, maka akan bernilai lebih agung dan lebih sempurna dalam kebaktian dan pemulyaannya. Karena hamba ini mengikuti perintah Tuannya atas dasar memaham yang muncul dari mukasyafah. Inilah dia sujud dari hamba-hamba yang benar-benar mengenal Tuan mereka (Al-‘arifin). Orang-orang yang Alloh memerintahkan Nabi SAW untuk membersihkan Rumah-Nya untuk mereka dan orang-orang yang semisal dengan mereka. Alloh berfirman “wa tohhir baitiya lit-to’ifina wal-‘akifina war-rukka’is sujud[35] (dan bersihkanlah Rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, beri’tikaf, dan banyak ruku’ dan sujud). Dan Dia memerintahkan kepada Nabi-Nya shollallohu ‘alaihi wa sallam “fa sabbih bi hamdi robbika wa kun minas sajidin[36]” (maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah Engkau termasuk orang-orang yang senantiasa bersujud).

Al-Amiruna bil Ma’ruf

            Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat derajatnya dengan diberikan memerintah dan menganjurkan dengan kebaikan (al-amru bil ma’ruf) atau memerintah dan menganjurkan dengan Alloh (almru billah). Karena Alloh adalah kebaikan mutlak yang tidak diingkari bahkan oleh orang-orang kafir dan musyrik sekalipun. Alloh berfirman “wa la’in sa’altahum man kholaqos-samawati wal ardho layaqulunnalloh”[37] (dan sungguh jika Engkau bertanya kepada mereka (orang-orang kafir) siapakah yang menciptakan langit dan bumi, maka mereka akan menjawab “Alloh “). Al Qur’an menerangkan bahwa dalam kemusyrikan dan kekafirannya jawaban setiap orang kafir dan musyrik tentang pertanyaan siapa pencipta alam semesta adalah “Alloh”. dan ketika ditanya mengapa mereka menyembah tuhan-tuhan selain Alloh, mereka akan menjawab “ma na’buduhum illa liyuqorribuna ilallohi zulfa”[38] (kami tidak menyembah mereka (tuhan-tuhan itu) melainkan agar mereka mendekatkan kami kepada Alloh).
            Rasululloh SAW bersabda :”man ‘arofa nafsahu faqod ‘arofa robbahu”[39] (barangsiapa yang telah mengenal dirinya maka benar-benar mengenal Tuhannya). Jika dia telah mengetahui bahwa dirinya lemah maka Tuhannya adalah Dzat yang maha kuat. Dan begini seterusnya. Maka barang siapa yang memerintah dengan bersandar kepada Alloh (al-amru billah) maka dia benar-benar telah memerintah dengan kebaikan.
            Memerintah dengan kebaikan ini (al amru bil ma’ruf) adalah melakukan, mengeluarkan, atau menetapkan sebuah perintah baik kepada dirinya sendiri dan orang lain dengan cara yang baik dan menuju hal yang baik. Memerintah dengan Alloh (al amru billah) adalah melakukan, mengeluarkan, atau menetapkan sebuah perintah baik kepada dirinya sendiri dan orang lain dengan menghadapkan hati kepada Alloh, merasakan bahwa perbuatan itu adalah karena pertolongan Alloh bukan dari dirinya sendiri, dan menuju kepada hal-hal yang menarik ridho Alloh.
Orang yang melakukan hal kedua ini (al amru billah) termasuk ke dalam golongan tertinggi dalam hal al amru bil ma’ruf. Karena mereka telah dikarunia kebersihan ikhlas, karena tidak menisbatkan sedikitpun dari perintah kebaikan itu kepada diri mereka sendiri. Mereka adalah orang-orang yang fana’ dalam perintah Alloh (fana’ fi amrillah). Sedang golongan pertama (al amru bil-ma’ruf) masih menisbatkan kepada diri mereka sendiri. Mereka mengambil manfaat dari ilmu, dan mengatur siasat penerapannya. Dan mengharapkan pahala dari itu. Namun bagaimanapun mereka adalah hamba-hamba pilihan Alloh yang mendapatkan limpahan taufiq dan perlindungan ilahiyah. La haula wa la quwwata illa billah.


An-Nahuna ‘anil munkar

            Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat derajatnya oleh Alloh dengan diberikan mencegah kemunkaran. Kemunkaran di sini adalah apapun yang dijadikan sekutu bagi Alloh dan hal-hal yang diadakan oleh kebodohan orang-orang musyrik yang tidak bisa diterima dan diingkari oleh ketauhidan ilahi. Maka jadilah hal-hal tersebut sebagai kemungkaran yang berujud kata-kata dan kebohongan.
            Mereka ini ahli mencegah terhadap apapun kemunkaran yang bisa menodai kemurnian tauhid mereka atau saudara-saudara mereka. Berdasar kepada ilmul yaqin dan kema’rifatan bahwa di sana benar-benar tidak ada sekutu bagi Alloh sama sekali.

Al-Khulama’

            Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat derajatnya dengan diberikan kesabaran kemurahan hati. Yaitu tidak memberikan hukuman atau pembalasan seketika atas kesalahan yang dilakukan padahal mereka mampu untuk itu dan tidak pula menyegerakan hukuman dan pembalasan itu. Tidak menghukum seketika atau menyegerakannya. Karena menyegerakan pelaksanaan hukuman adalah dalil kerasnya hati. Al-khalim adalah mereka yang tidak menjatuhkan tangan keras padahal mereka mampu untuk itu dan tidak ada yang menghalang-halangi sama sekali.

Al Awwahun

            Mereka adalah orang-orang yang diangkat derajatnya dengan berkeluh kesah penyesalan kepada Alloh karena hal-hal yang datang dalam hatinya. Alloh memuji Nabi Ibrohim Al-Kholil dengan “Inna Ibrohima lakhalimun awwahun munibun”[40] (sungguh Ibrohim adalah orang yang sabar nan murah hati, banyak berkeluh dengan penyesalan, dan banyak kembali kepada Tuan-nya”. Beliau seorang yang awwahun. Banyak berkeluh penyesalan melihat peribadatan kaumnya yang kufur. Beliau al khalim karena beliau tidak menjatuhkan tangan keras kepada mereka padahal beliau mampu untuk itu dengan berdoa mohon turunnya azab. Ini karena beliau masih memiliki harapan mereka akan mau beriman, walaupun itu anak-anak keturunan mereka. Seandainya Nabi Ibrohim mengetahui hal yang diperlihatkan Alloh kepada Nabi Nuh hingga terucap dalam doa beliau “wa la yaliduu illa fajiron kaffaron”[41]  (dan mereka tidak akan berketurunan melainkan orang-orang yang menyeleweng dan banyak kufurnya), maka pastilah Nabi Ibrohim tidak akan bertindak seperti itu, dan akan berdoa sama dengan doa Nabi Nuh ‘alaihis salam.

Al Ajnad al ilahiyun

            Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat derajatnya dengan dijadikan tentara Alloh. Yang dengan mereka Alloh mengalahkan musuh-musuh agama dan orang-orang yang mengganggu ketentraman muslimin dalam beribadah. Alloh berfirman “wa inna jundana lahumul gholibun”[42] (sungguh tentara-Ku itulah orang-orang yang berkemenangan).
            Bekal tentara-tentara Alloh ini adalah :
  1. Taqwa, yaitu seperti disifati Al Quran dalam awal surat Al Baqoroh hingga ayat kelima
  2. Muroqobah, keadan jiwa yang senantiasa mengintip-intip kehadiran Alloh beserta keagungan dan keindahan-Nya.
  3. Al haya’, keadaan jiwa yang senantiasa malu untuk melakukan apapun yang tidak disukai Alloh.
  4. Al khosyah, Keadaan hati yang senantiasa diselimuti perasaan takut kepada Alloh, karena memang Dia adalah Dzat yang pantas untuk ditakuti demi mengagungkan-Nya.
  5. As-shobru, yaitu keteguhan dan kesabaran menahan apapun cobaan dan rintangan.
  6. Al-iftiqor. Keadaan jiwa yang senantiasa dikuasai ketergantungan luar biasa kepada Alloh dan perasaan teramat membutuhkan-Nya. Tidak terlintas setitikpun dalam hati ada alat apapun atau siapapun yang bisa membantu, memudahkan, dan menolong selain Alloh.

Sebagian dari mereka ada yang ahli ilmu dan yaqin yang menjadi dasar bagi munculnya khoriqul adat (hal-hal luar biasa) di mana khoriqul adat ini menjadi semacam dalil atau hujjah bagi seorang alim ketika berdebat dengan musuh agama. Tentara Alloh yang ahli ilmu dan yaqin ini mengusir dan mengalahkan musuh-musuh agama dengan mengeluarkan khowariqul adat, tidak dengan ayunan pedang atau tembakan meriam. Sebagaimana Rasululloh mengusir musuh dalam perang Hunain ketika beliau terdesak dengan mu’jizat yaitu melemparkan segenggam pasir ke arah musuh yang mengepung dan merekapun kacau balau.

Al Akhyar

            Mereka adalah hamba-hamba terpilih (al Akhyar) dari laki-laki dan perempuan. Alloh berfirman  wa innahum ‘indana laminal mustofainal akhyar.[43] (dan mereka di sisi-Ku adalah termasuk orang-orang pilihan yang terbaik). Alloh mengangkan derajat mereka dengan memberikan kebaikan-kebaikan (al khoirot). Alloh berfirman wa ula’ika lahumul khoirot[44] (mereka adalah yang memiliki kebaikan-kebaikan).  Kebaikan di sini adalah hal yang paling istimewa dari setiap sesuatu. Wali-wali al akhyar ini adalah orang-orang yang mengungguli seluruh jenisnya dengan memiliki sesuatu yang mereka tidak memilikinya, yaitu keunggulan ilmu ma’rifatulloh dengan visi pandangan yang istimewa yang tidak dijumpai kecuali pada ahli-ahli jenis mereka saja.

Al Awwabun

            Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang banyak kembali kepada Alloh dalam seluruh hal-ahwal mereka. Alloh berfirman  fa innahu kana lil awwabina ghofuron [45](sungguh Dia terhadap orang-orang yang banyak kembali pada-Nya itu banyak mengampuni). Al awwab adalah orang yang banyak kembali kepada Alloh dari setiap arah yang digunakan iblis untuk mendatangi manusia. Dari arah depan, belakang, kanan, dan kiri. Mereka kembali kepada Alloh pada semua keadaan dan tempat-tempat tersebut, baik pada awal maupun akhirnya. Subhanalloh.

Al Mukhbitun

            Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat derajatnya dengan diberikan ketenangan (al ikhbat, at-tuma’ninah). Nabi Ibrohim ‘‘alaihis salam berkata wa lakin liyathma’inna qolbiy[46]. (namun agar hatiku menjadi tenang). Orang-orang yang merasa tenang karena kehadiran Alloh maka akan dengan tenang menuju kepada-Nya. Mereka akan merendahkan diri berada di bawah naungan ma’na nama Alloh rofi’ud – darojat (Dzat yang amat tinggi derajat-Nya) dan mendapati diri mereka hina dina berhadapan dengan kemuliaan-Nya. Mereka inilah Al Mukhbitun yang Alloh memerintahkan Nabi SAW untuk memberikan berita gembira bagi mereka dengan firman-Nya wa bassyiril mukhbitina. Alladzina idza dzukirollohu wajilat qulubuhum was shobirina ‘ala ma ashobahum wal muqimis sholata wa mimma rozaqnahum yunfiqun[47] (dan berilah berita gembira kepada al mukhbitin, yaitu mereka yang ketika Alloh disebut-sebut akan menciut takut hatinya, dan orang-orang yang sabar atas cobaan yang menimpa mereka, dan orang-orang yang menegakkan sholat, serta menafkahkan (di jalan Alloh) sebagian dari rizqi yang diberikan Alloh kepada mereka). Inilah sifat-sifat dari al-mukhbitun.

Al Munibun

            Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat derajatnya dengan diberikan inabah (kembali) kepada Alloh subhanahu dari setiap apapun perkara. Alloh memerintahkan mereka untuk berbalik kembali kepada-Nya menjauh dari setiap perkara dengan mereka menyaksikan dalam hal mereka bahwa mereka banyak menjauh dari Alloh dalam urusan kembali kepada-Nya itu.

Al Mubshirun

            Mereka adalah wali-wali dari laki-laki dan perempuan yang diangkat derajat oleh Alloh dengan diberikan penglihatan kewaspadaan (al ibshor). Ini adalah keistimewaan khusus bagi hamba-hamba yang ahli taqwa. Alloh berfirman innalladzinat taqou idza massahum thoifun minas syaitoni tadzakkaruu fa idza hum mubshirun[48] (sungguh orang-orang yang taqwa itu ketika gelapnya kemarahan yang berasal dari setan mengenai mereka, maka merekapun berdzikir dan ketika itulah mereka melihat dengan penuh kewaspadaan).

Al Muhajirun dan Al Muhajirot

            Alloh mengangkat derajat mereka dengan berhijrah, yaitu Alloh mencampakkan keinginan berhijrah dalam hatinya dan memberikan pertolongan untuk itu. Alloh berfirman Man yakhruju min baitihi muhajiron ilallohi wa rosulihi tsumma yudrikuhul mautu fa qod waqo’a ajruhu ‘alallohi[49] (Barang siapa yang keluar dari rumahnya untuk berhijrah menuju Alloh dan Rasul-Nya kemudian menjumpai kematian maka jatuhlah beban pahalanya pada (tanggungan) Alloh.) Al muhajirun dan Al Muhajirot adalah laki-laki dan perempuan yang mampu meninggalkan segala hal yang diperintahkan oleh Alloh dan Rasulnya untuk ditinggalkan. Bukan sekedar berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.


Al Musyfiqun

            Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat derajatnya oleh Alloh dengan diberikan kekhawatiran dalam hatinya (al Isyfaq) yang muncul karena takut kepada Alloh.  Alloh berfirman innalladzina hum min khosyati robbihim musyfiqun [50](sungguh orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka itu selalu merasa khawatir). Alloh berfirman min adzabi robbihim musfiqun, inna adzaba robbihim ghoiru ma’mun[51] (…orang-orang yang khawatir terhadap siksaan Tuhan mereka. Sungguh siksaan Tuhan itu tidak bisa mereka merasa aman).
            Hamba-hamba yang dipenuhi rasa khawatir dari golongan wali-wali ini selalu mengkhawatirkan dirinya dari pergantian status iman dan perubahan hal-ahwal menuju perkara yang mendatangkan kemurkaan-Nya. Jika Alloh memberinya keamanan dengan datangnya berita gembira maka kekhawatiran mereka berpindah menjadi kekhawatiran terhadap nasib makhluq Alloh yang lain, sebagaimana kekhawatiran rasul-rasul terhadap nasib umat-umat mereka.

Al Washiluna ma amarollohu bihi an yushola

            Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diberi pertolongan untuk menyambung apapun yang Alloh perintahkan untuk menyambungnya. Alloh berfirman walladzina yashiluna ma amarollohu bihi an yushola[52] (dan orang-orang yang menyambung apapun yang Alloh perintahkan untuk menyambungnya). Yaitu berupa tali silaturahim (hubungan kekerabatan). Dan tetap menyambung hubungan dengan orang-orang yang memutuskan hubungan dengan mereka dari golongan mukminin. Mereka tetap menyambung hubungan sebisa mereka. Baik dengan mengucapkan salam dan lebih dari itu berupa perbuatan-perbuatan baik. Mereka tidak pernah menjatuhkan hukuman terhadap kesalahan orang lain yang mereka mampu untuk memaafkan dan melupakannya. Mereka tidak pernah memutuskan hubungan dengan makhluq kecuali yang Alloh memerintahkan untuk memutuskannya.




Al Kho’ifuna
               Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat derajat oleh Alloh dengan diberikan rasa takut kepada-Nya. Alloh berfirman wa khofuni in kuntum mu’minin (dan takutlah kalian kepada-Ku jika kalian benar-benar beriman). Dan Alloh pun memuji mereka yang takut kepada-Nya dengan yakhofuna yauman tataqollabu fihil qulubu wal abshor[53] ….. wa yakhofuna su’al hisab [54](mereka takut akan hari terbalik-baliknya hati-hati dan penglihatan-penglihatan di dalamnya….. dan mereka takut akan hisab yang buruk). Ketika mereka memiliki perasaan takut ini, mereka akan bertemu dengan golongan-golongan malaikat yang luhur, dengan adanya persamaan sifat di antara keduanya, yaitu takut kepada Alloh. Alloh berfirman mengenai mereka yakhofuna robbahum min fauqihim wa yaf’aluna ma yu’marun[55] (mereka takut kepada Tuhan mereka (yang mampu menjatuhkan kemarahan) dari atas mereka dan melakukan apapun yang diperintahkan pada mereka).

Al Mu’ridhun

            Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat derajatnya oleh Alloh dengan menerima anugerah berupa “berpaling” (al I’rodh). Alloh berfirman  walladzina hum ‘anil laghwi mu’ridhun [56](dan orang-orang yang berpaling dari hal yang tidak bermanfaat). Alloh berfirman  fa a’ridh ‘an man tawalla ‘an dzikrina (dan berpalinglah dari orang yang menjauh dari dzikir kepada-Ku).

Al Kuroma’

            Mereka adalah laki-laki dan perempuan yang diangkat derajatnya dengan diberikan kemuliaan dan kemurahan hati (karomun nufus). Alloh berfirman wa idza marru bil laghwi marru kiroman (dan ketika mereka bertemu dengan perbuatan yang tak berfaidah maka merekapun melewatinya dengan keadaan hati yang mulia). Artinya mereka tidak memperhatikan hal tersebut hingga merekapun tidak terkena “kotoran” yang muncul dari melihat perkara yang tak berfaidah. Mereka melewatinya dengan tanpa menoleh sedikitpun karena mereka bermurah hati untuk tidak memandang perkara yang tidak dilihat oleh Alloh dengan pandangan rahmat.










GELAR AULIYA’
YANG JUMLAHNYA DIKETAHUI

Al Qutb
Al Qutb jama’nya Al Aqtob. Al Qutb[57] maknanya adalah Wali yang menjadi pusat alam semesta. Wali al Qutb adalah manusia pilihan Alloh yang diberi anugerah dapat mengumpulkan seluruh ahwal dan maqomat al auliya’. Derajat Al Qutb ini dalam setiap angkatan hanya ada satu orang di seluruh dunia, jika meninggal maka Alloh akan menggantikan dengan yang baru. Al Qutb ini juga disebut Al Ghouts, yaitu hamba Alloh yang teragung dan junjungan yang mulia, di mana para manusia membutuhkannya ketika bertemu dengan kesulitan-kesulitan untuk memperjelas hal-hal yang masih samar dalam ilmu-ilmu yang penting-penting dan yang keterangan yang bersifat rahasia. Dia menjadi tempat tujuan untuk meminta barokah doa dalam setiap hajat karena beliau memiliki doa yang mustajabah, jika mau bersumpah atas nama Alloh maka Alloh akan memberikan apapun yang menjadi keinginannya.
Mereka para wali Al Qutb adalah Khalifah-khalifah pewaris kepemimpinan Rasulullah Muhammad SAW. Sebagian ada yang mendapat gelar kekhalifahan lahir dan batin. Seperti halnya Usman bin Affan, Sayyidina Ali bin Abi Tholib, Sayid Hasan bin Ali, dan Umar bin Abdul Aziz. Namun kebanyakan dari mereka mendapat gelar khilafah batin saja, seperti Imam Syafi’iy, Sayid Abdul Qodir Al Jilani, dan Syaikh Abil Hasan Ali Asy-Syadzili.
Seorang wali tidaklah menjadi Al Qutb sehingga diberikan anugerah dan pertolongan Alloh untuk mengamalkan seluruh amalan khususiyah para auliya’ mulai yang paling kecil hingga yang tertinggi baik amalan yang dzahir maupun batin. Demikian pula Al Qutb mengumpulkan dalam hatinya seluruh maqomat dan ahwal para auliya’ mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Subhanalloh.
Qutbul auliya’ adalah pemimpin dan penghulu para wali.  Menurut sebagian ulama’ wali al qutb ini banyak jumlahnya, jika memakai pemaknaan bahwa dia adalah pemimpin para wali. Dalam setiap maqom auliya ada satu orang yang menjadi pemimpin, dan dia adalah Qutub dari mereka. Para wali abdal memiliki pemimpin yang ditaati, menjadi panutan, dan mereka mangambil ilmu darinya. Beliau adalah Qutbul abdal. Demikian juga keadaan bagi setiap tingkatan (maqom) para auliya’.
Bumi Alloh yang paling mulia adalah tanah haram dan rumah Alloh yang paling mulia adalah Baitil Haram. Makhluq Alloh yang paling mulia pada setiap masa adalah wali Al Qutb. Tanah Haram menjadi perumpamaan bagi jasadnya dan Baitil Haram, menjadi perumpamaan bagi hatinya. Adapun wali Al Qutb Al Fardu Al Jami’[58] hanya ada satu dalam setiap masa. Dan inilah yang dimaksud dengan pengertian wali Al Qutb secara mutlak sebagaimana kedudukan Syaikh Abdul Qodir Al Jilani dan Syaikh Abil Hasan Ali As-Syadzili.
Adapun Wali Al Qutb Al Fardu Al Jami’ yang pertama kali diangkat oleh Alloh adalah Sayid Hasan bin Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anhu. Ini barokah dari isyarah Nabi mengenai beliau innabni hadza as-sayyid wa la’allalloha an yusliha bihi baina fi’ataini adzimataini minal muslimin (sungguh cucuku ini adalah as-sayyid, semoga Alloh merukunkan dengannya dua golongan besar dari muslimin yang berselisih)

Al Imam atau Al Imamani

Al Imam adalah mufrod dari Al A’immah, tasniyahnya adalah Al Imamani. Wali Al Imam ini adalah pendamping Al Qutb. Sebagaimana kedudukan wazir dari seorang sultan. Al Imam ini dalam setiap zaman hanya dua orang seluruh dunia. Yang satu berada di arah kanan Al Qutb, dan yang satu berada di arah kiri Al Qutb.
Dua orang wali ini mendapat derajat di sisi Alloh dengan nama Abdul Malik[59] (hamba Dzat yang merajai) dan Abdurrobbi[60] (Hamba Dzat yang mengurus alam semesta). Sedangkan Al Qutb dikenal dengan nama Abdulloh[61] (Hamba Dzat yang bernama Alloh). Pandangan Wali Imam yang berada di kanan Al Qutb tertuju pada ‘alamul malakut (alam gaib) dan yang di arah kiri pandangannya tertuju pada ‘alamul mulki (alam kasat mata). Yang berada di sebelah kiri ini lebih tinggi derajatnya dari yang sebelah kanan, dialah yang akan menggantikan dalam derajat Al Qutbiyyah sepeninggal Al Qutb.
Wali Al Imam memiliki delapan amal, empat amal terlihat, dan empat lagi amal batin yang tidak terlihat. Empat yang dzohir adalah Zuhud, Wira’i, amar ma’ruf dan nahi munkar. Empat yang batin adalah As-Shidqu, Ikhlas, al haya’ (malu), dan muroqobah[62].

Al Autad

Wali Al Autad[63] hanya ada empat orang seluruh dunia dalam satu periode. Mereka tersebar pada empat arah mata angin, dan dengan merekalah Alloh menjaga daerah yang berada dalam empat mata angin itu. Satu orang di arah Barat, satu lagi di arah timur, satu lagi di arah utara, dan satu di arah selatan. Adapun penentuan arah ini dilihat dari Ka’bah. Syaikh Muhyiddin Ibnul Arobi berkata : Aku pernah bertemu salah seorang dari mereka yang bertempat tinggal di kota Fas. Namanya Ibnu Ja’dun. Dia hidup dengan menerima upah dari menghaluskan bubuk celak.
Wali Al Autad memiliki delapan amal, empat amal yang terlihat dan empat amalan batin yang tidak terlihat. Empat yang terlihat adalah adalah banyak berpuasa, menghidupkan malam ketika orang-orang tertidur, banyak mengalahkan kepentingan diri sendiri, dan beristighfar di waktu sahur. Empat yang tak terlihat adalah tawakkal, tafwidh, tsiqot, dan taslim. Salah satu dari mereka adalah penghulu bagi tiga orang yang lain.
Mereka disebut al autad (pasak-pasak jagad raya) karena keberadaan mereka bagaikan pasak-pasak penguat berdirinya dunia.

Al Abdal

Mereka ada tujuh orang tiap periode, tidak lebih dan tidak kurang. Alloh membagi bumi menjadi tujuh Iqlim (daerah besar). Al Abdal tersebar pada tujuh iqlim tersebut. Masing-masing memiliki kekuasaan batiniyah pada daerahnya sendiri.
Yang pertama menempuh jalan, perilaku, dan mewarisi ilmu atau mendapat wirotsah Nabi Ibrohim al Kholil ‘alaihis salam. Yang kedua mendapat wirotsah Nabi Musa al Kalim ‘alaihis salam. Yang ketiga mendapat wirotsah Nabi Harun ‘alaihis salam. Yang keempat mendapat wirotsah Nabi Idris ‘alaihis salam. Yang kelima mendapat wirotsah Nabi Yusuf ‘alaihis salam. Yang keenam mendapat wirotsah Nabi Isa ‘alaihis salam. Yang ketujuh mendapat wirotsah Nabi Adam ‘alaihis salam. Kadang salah satu dari mereka ada yang perempuan.
Mereka disebut  al abdal (orang-orang  yang meninggalkan badal / pengganti) karena setiap kali akan bepergian dari satu tempat ketempat lain untuk sebuah urusan atau ibadah, mereka selalu meninggalkan badal (sebentuk jasad pengganti) yang memiliki rupa dan hal-ahwal sama dengan mereka. Orang-orang yang bertemu dengan badal ini akan dengan sangat yakin mengatakan bahwa itu adalah mereka. Padahal tidaklah demikian, itu adalah wujud ruhaniyah yang mereka tinggalkan dengan sengaja.
Syaikh muhyiddin Ibnul Arobi berkata : “Aku pernah betemu tujuh orang itu berkumpul di Makah Al Mukaromah. Sebagian dari mereka ada yang aku kenal bernama Musa Al Baidaroni di Asybiliyah. Demikian pula Syaikh Muhammad bin Asyrof Ar-Rondi, dan seseorang yang ditemui oleh muridku Abdul Majid bin Salamah yaitu Mu’adz bin Asyrosh.”
Salah satu dari mereka menjadi panutan bagi yang lain. Al Abdal memiliki empat amalan yang masing-masing terdiri dari yang dzohir dan yang batin. empat amalan itu adalah diam, sahar (berjaga), lapar, dan uzlah. Diam dzahirnya adalah meninggalkan pembicaraan tanpa dzikrulloh, sedangkan batinnya adalah diamnya hati meninggalkan semua hal merinci-rinci apapun peristiwa dan berita-berita. Sahar, dzahirnya adalah meninggalkan tidur, dan batinnya adalah meninggalkan lalai dari mengingat Alloh. Lapar terbagi menjadi dua, laparnya hamba-hamba yang berbakti (Al Abror) yang berfungsi untuk menyempurnakan suluk[64], dan laparnya hamba-hamba yang terdekat (al Muqorrobin) yang berfungsi sebagai alas untuk menikmati kenyamanan kegembiraan merasakan hadirnya Alloh. uzlah lahirnya adalah meninggalkan pergaulan manusia, dan batinnya adalah meninggalkan perasaan nyaman gembira bersama-sama mereka, karena kenyamanan kegembiraan itu hanya ada ketika bermunajat kepada Alloh.  

An Nuqoba’

An-nuqoba’ adalah jama’ dari an-Naqib. Wali an naqib adalah ahli melihat kepada batin para manusia. Mereka ini hanya dua belas orang dalam setiap periode. Jumlahnya sama dengan dua belas bintang besar yang ada di langit dunia. Masing-masing wali An-Naqib memiliki pengetahuan mengenai khoshiyah[65] masing-masing bintang yang menjadi bagiannya Namun ada yang mengatakan bahwa mereka tiga ratus orang setiap zamannya .
Alloh memberikan anugerah ilmu mengenai syari’at-syari’at yang diturunkan kepada Nabi-nabi dan Rasul-rasul kepada wali An-Nuqoba’ ini. Mereka memiliki keistimewaan dapat mengeluarkan memperlihatkan hal-hal tersembunyi, berbahaya dan menyebabkan kerusakan dalam hati manusia. Mereka memiliki pengetahuan mengenai bermacam-macam model bujukan dan tipuan dari nafsu manusia.
Adapun Iblis la’natulloh moyang dari semua setan bagi mereka adalah terlihat jelas. Mereka mengetahui hal-hal dalam diri iblis yang iblis sendiri tidak mengetahuinya. Mereka dikarunia keluasan ilmu ma’rifat yang dengannya mereka dapat mengetahui hanya dengan melihat bekas telapak kaki yang ada di atas tanah, apakah si pemilik telapak kaki ini termasuk golongan ahli surga atau ahli neraka.
Syaikh Muhyiddin Ibnul Arobi berkata : “Di Mesir aku pernah menjumpai orang-orang yang memiliki ketajaman firasat, yang hanya dengan melihat jejak kaki di atas tanah mereka dapat menunjukkan siapakah pemilik jejak tersebut lengkap dengan namanya. Padahal mereka ini bukan wali. Maka dari sini dapat diketahui bagaimana terperinci dan luasnya penguasaan seorang wali an-Naqib dalam ilmu jejak kaki ini.”

An Nujaba’

An-Nujaba’ adalah jama dari An-Najib (wali yang memiliki kedermawanan). Mereka hanya delapan orang dalam setiap periode. Mereka adalah orang-orang yang dari tingkah lakunya dapat terlihat dengan jelas tanda-tanda bahwa mereka termasuk orang yang diterima di sisi Alloh, walaupun mereka tidak berusaha memperlihatkan itu. Mereka adalah orang-orang yang menyibukkan diri dengan menanggung beban-beban berat manusia. Seperti jika mereka melihat orang yang sakit berat, maka dengan kemuliaan akhlaqnya mereka akan berdoa agar sakitnya berpindah pada mereka, dan berpindahlah penyakit itu pada mereka. Namun wali an-Nujaba’ ini termasuk dikuasai oleh ahwal-nya. Dan tidak bisa mengetahui hal-ihwal mereka selain wali yang memiliki derajat lebih tinggi dari mereka.
Mereka tidak melihat kecuali dalam kebenaran dan hal-hal yang sirri. Para manusia banyak meminta doa kepada mereka. Doa mereka mustajab.
Al Hawariyyun

Wali Al Hawariy ini hanya seorang dalam setiap periode. Jika satu itu wafat maka akan digantikan oleh yang lain. Pada zaman Rasululloh saw al Hawariy ini adalah Az-Zubair ibnul Awwam. Wali al hawariy ini banyak sekali membela agama dengan pedangnya.
Wali al Hawariy adalah wali yang membela agama dengan Hujjah dan pedangnya. Kemudian Alloh memberinya kekuatan Ilmu, Ibadah, dan Hujjah. Diberi pula keistimewaan dalam pedang, keberanian, dan maju ke medan perang. Alloh menegakkan hidup wali Al-Hawariy dalam rangka menegakkan hujjah membela bersihnya agama yang disyari’atkan-Nya.

Ar-Rojabiyyun
Wali Ar-Rojabiy ini ada empat puluh orang dalam setiap periode. Mereka adalah pendekar-pendekar ruhani, yang hidupnya terbentang dalam sifat keagungan Alloh.
Mereka disebut Ar-Rojabiy karena limpahan ahwal mereka hanya terjadi dalam bulan rojab. Yaitu sejak pertama kali terbit hilal Rojab hinga habisnya bulan. Kemudian mereka tidak menjumpai lagi keadaan seperti itu dalam diri mereka hingga masuk lagi bulan rojab di tahun berikutnya. Sedikit sekali orang yang dapat mengenali wali Ar-Rojabiy ini bahkan sekalipun para auliya’ sendiri.
Mereka tersebar di berbagai daerah dan negara. Dan mereka saling mengenal satu sama lain. Sebagian dari mereka ada yang masih bisa tetap merasakan dan mengetahui apa saja yang diberikan Alloh dalam bulan rojabnya sepanjang tahun. Namun ada pula yang jika telah habis bulan rojab tidak merasakan dan mengetahui apapun yang datang pada mereka dalam bulan itu.
Syaikh muhyiddin Ibnul Arobi berkata : “Sebagian dari mereka ada yang aku kenal, dan Alloh memberinya kemampuan mukasyafah untuk mengetahui orang-orang yang melenceng dari agama terutama orang-orang syi’ah. Orang syiah dan yang melenceng dari agama dalam pandangan wali Ar-Rojabiy ini berbentuk babi dan bukan berbentuk manusia lagi. Jika dia telah bertaubat dan berkata di hadapannya : “Saya sekarang telah bertaubat”, maka dilihatnya kembali ke dalam bentuk manusia dan disampaikannya bahwa  taubatnya diterima Alloh.”
Wali Ar-Rojabi ini pada hari pertama bulan rojab akan merasakan bahwa langit serasa runtuh menimpa mereka, hingga mereka merasakan ditimpa beban teramat berat yang menyebabkan mereka tidak bisa bergerak sedikitpun bahkan untuk sekedar mengedipkan kelopak mata. Kemudian hari kedua terasa lebih ringan. Pada hari ketiga terasa lebih ringan lagi, dan mata hati mereka terbuka hingga dapat menyaksikan berbagai mukasyafah, tajalliyah, dan mengetahui hal-hal yang gaib. Namun dalam keadaan ini mereka tidak mampu melakukan apapun selain membaringkan tubuh. Kemudian setelah dua atau tiga hari baru dapat berbicara dan dapat mengungkapkan menceritakan apa yang mereka alami, ketahui dan mereka lihat pada waktu itu. Demikian hingga habisnya bulan rojab.
Ketika telah masuk Sya’ban maka keadaan mereka seperti orang yang baru saja terlepas dari belenggu ikatan. Jika termasuk yang memiliki pekerjaan atau profesi tertentu seperti bertani, berdagang, atau buruh maka mereka akan kembali menggeluti profesinya itu. Dan hilanglah semua perasaan dan pengetahuannya di bulan rojab kecuali yang dikehendaki Alloh tetap berada dalam hati mereka. Ini adalah hal ahwal yang sangat aneh dan tidak diketahui sebabnya, namun mereka adalah kekasih Alloh.

Al Khotmu

Wali Al-Khotmu[66] hanya ada satu dalam setiap periode, bahkan hanya ada satu di alam ini.  Dengan melaluinya Alloh memberikan stempel pengangkatan bagi seorang wali umat Muhammad. Tidak ada yang lebih agung di antara para auliya umat Muhammad selain dia.
Alloh memiliki pula Al Khotmu yang lain. Dengannya Alloh mewisuda para wali sejak masa Nabi Adam hingga wali terakhir di akhir zaman. Beliau adalah Nabi Isa ‘alaihis salam. Nabi Isa besok pada hari kiamat akan memiliki dua tempat di Mahsyar. Satu tempat di antara para rasul karena beliau termasuk rasul Alloh, dan satu tempat di golongan umat Muhammad, karena beliau adalah Al-Khotmu.

Wali Yang Memiliki Hati Nabi Adam

Mereka ada tiga ratus orang dalam setiap periode. Mereka menerima ilmu dan ma’rifat sebagaimana Alloh memberikannya pada Nabi Adam ‘alaihis salam, hingga dikatakan bahwa mereka memiliki hati Nabi Adam ‘alaihis salam. Semua ilmu, akhlaq dan ma’rifat yang terkumpul pada Nabi Adam dibagi-bagi pada tiga ratus orang wali ini. Mereka ini dikarunia tiga ratus macam ahlaq ilahiyah yang menjadi perilaku hidup dan adabiyah tata krama mereka dengan Alloh dan sesama makhluq. Di mana siapapun yang mau berperilaku dengan satu ahlaq saja dari tiga ratus macam adab itu akan memperoleh kebahagiaan di sisi Alloh. mereka adalah hamba-hamba pilihan di antara yang terpilih. Doa yang mereka sukai adalah doa yang diilhamkan Alloh kepada Nabi Adam yaitu :
ربنا ظلمنا انفسنا و ان لم تغفر لنا و ترحمنا لنكونن من الخاسرين
Robbana dzolamna anfusana wa in lam taghfir lana wa tarhamna lanakunanna minal khosirin (Ya robbana…kami telah dzalim menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni dan mengasihani kami, sungguh kami termasuk golongan yang merugi)”.

Auliya Yang Memiliki Hati Nuh

Mereka ada empat puluh orang dalam setiap zaman, tidak kurang dan tidak lebih. Seperti yang disampaikan Rasululloh bahwa terdapat empat puluh orang dari umat beliau yang memiliki hati Nabi Nuh ‘alaihis salam.
Para auliya yang memiliki hati Nabi Nuh ini selalu dalam keadaan hati yang prihatin. Doa mereka adalah doa Nabi Nuh ‘alaihis salam yaitu
رب اغفر لى و لوالدىّ و لمن دخل بيتى مؤمنا و للمؤمنين و المؤمنات و لا تزد الظالمين الا تبارا

Robbighfir li wa li walidayya wa li man dakhola baitiya mukminan wa lil mukminina wal mukminat wa la tazididzolimina illa tabaro “(Ya Robbi…ampunilah diriku, kedua orang tuaku, dan orang yang masuk ke dalam rumahku dalam keadaan beriman serta seluruh mukminin mukminat. Dan jangan engkau tambahkan pada orang-orang yang dzalim selain kebinasaan)”
Maqom para auliya ini aadalah al ghiroh ad-diniyah (kecemburuan pada direndahkannya kehormatan agama), sebuah derajat iman yang sulit sekali dicapai. Seluruh ilmu dan ma’rifat yang terbagi-bagi pada empat puluh orang wali ini semuanya berkumpul pada Nabi Nuh ‘alaihis salam. 
Amalan-amalan yang menjadi perilaku hidup dan wirid-wirid dari para wali inilah yang menjadi amalan dan wirid bagi golongan al Arba’iniyah dalam ruangan kholwat mereka, tidak mereka lebihkan dan tidak dikurangi sedikitpun. Mereka mendasarkan amalan mereka pada Hadis Nabi SAW :
من اخلص لله اربعين يوما ظهرت ينابيع الحكمة من قلبه على لسانه
Man akhlaso lillahi arba’ina yauman dzoharot yanabi’ul hikmati min qolbihi ala lisanihi
“Barang siapa membersihkan diri dan hati karena Alloh selama 40 hari maka keluarlah mata air – mata air hikmah dari hatinya yang terpancar pada lisannya.”

Auliya Yang Memiliki Hati  Ibrohim

Mereka hanya 7 orang setiap zaman, tidak kurang dan tidak lebih. Doa mereka adalah doa Ibrohim ‘alaihis salam:
رب هب لى حكما و الحقنى بالصالحين
robbi hab li hukman wa alhiqni bis solihin
"Wahai Tuhanku berikanlah (pengetahuan) hukum padaku dan pertemukan aku dengan hamba-hamba yang solih"
Maqom mereka adalah As salamah min jami’ir roib was syukuk (terbebas hatinya dari segala macam keraguan dan perkiraan) Alloh telah mencabut perasaan buruk sangka dan kecurigaan dari hati mereka dalam kehidupan dunia ini. Dan manusia selamat dari buruk sangka mereka. Karena mereka, para auliya ini tidak memiliki rasa buruk sangka kepada siapapun, bahkan tidak ada persangkaan apapun dalam hati mereka.
Wali-wali ini adalah ahli ilmu yang benar-benar sohih dan bersih. Karena persangkaan dan pekiraan hanya akan muncul dari orang yang tidak memiliki pengetahuan mengenai sesuatu yang disangkanya. Mereka tidak memandang sesama manusia selain pada sisi baiknya saja, karena mereka benar-benar faham dan mengetahui dengan yaqin bahwa kekurangan adalah watak dasar dari manusia. Dan Alloh menjuntaikan kelambu hijab pada hati mereka dari kejelekan sesamanya, hingga merekapun tidak bisa melihat aib orang lain.
Syaikh Muhyiddin Ibnul Arobi berkata : "Aku pernah bertemu dengan salah seorang dari mereka. Dan aku belum pernah melihat orang yang lebih baik pengetahuan dan pemaafnya dibanding mereka. Saudara-saudara seagama yang memiliki kejujuran. Duduk-duduk dengan mereka bagaikan duduk-duduk berhadapan di atas pembaringan surga, karena yang terlihat dari mereka adalah kebaikan yang tak terkira indahnya. Merekalah orang-orang yang surganya telah diberikan di dunia,  berada dalam keluasan dan keindahan hati mereka".


Auliya yang memiliki hati Jibril ‘alaihis salam

Mereka berjumlah lima orang dalam setiap zaman. Para auliya yang mewarisi hati Jibril ‘alaihis salam ini adalah raja-raja bagi mereka yang menempuh jalan Alloh.  Mereka dikarunia ilmu-ilmu sebanyak jumlah sayap yang diberikan pada Jibril ‘alaihis salam. Ilmu lima orang wali ini tidak melebihi ilmu Jibril ‘alaihis salam. Kedudukan jibril bagi mereka adalah bagaikan talang yang menjadi tempat mengalirnya air hujan dari langit kedalam hati mereka. Mereka akan berdiri berdampingan bersama dengan Jibril ‘alaihis salam besok di hari kiamat.

Auliya yang memiliki hati Mika’il ‘alaihis salam

Mereka hanya tiga orang setiap zamannya.  Mereka dikarunia kemurnian segala kebaikan, kasih sayang, dan belas kasih. Keadaan yang galib dari tiga orang wali ini adalah keceriaan, senyum, lemah lembut, rasa kasih yang berlebih, dan menyaksikan hal-hal yang mendorong munculnya rasa kasih. Mereka dikarunia ilmu-ilmu sebanyak sayap-sayap yang diberikan pada Mika’il ‘alaihis salam.

Auliya yang memiliki hati Isrofil ‘alaihis salam

Hanya satu orang dalam setiap masa.  Diberikan kekuatan memerintah dan sebaliknya. Mampu mengumpulkan dua hal yang berlawanan. Syaikh Abu Yazid Al Busthomi adalah termasuk wali yang memiliki hati Isrofil ini. Dan di kalangan para nabi, Isa ‘alaihis salam adalah yang dikaruniai hati Isrofil ‘alaihis salam. Wali yang mewarisi hati Nabi Isa ‘alaihis salam, maka dia mewarisi pula hati Isrofil ‘alaihis salam.

Auliya yang mewarisi hati Daud ‘alaihis salam

Mereka 18 orang, tidak lebih dan tidak kurang dalam setiap masa. Mereka adalah  para bagaikan para ksatria di kalangan para wali (rijalul anfas). Semua yang dimiliki oleh Nabi Daud ‘alaihis salam terbagi-bagi pada para auliya ini.


Rijalul Ghoib

Mereka ada 10 orang dalam setiap masa. Hamba-hamba Alloh yang ahli khusyu’, mereka tidak berkata-kata kecuali hanya dengan isyarat karena ruh dan mata hati mereka terlindih oleh terangnya Tajalli Dzat yang Rohman. dan ini terjadi selamanya pada mereka. Al Qur’an memberikan isyarat terhadap keadaan mereka dengan ayat :
و خشعت الاصوات للرحمن فلا تسمع الا همسا
Wa khosya’atil aswatu lir rohmani fala tasma’u illa hamsa
“Dan suara-suara tunduk khusyu’ kepada Dzat yang Rahman maka engkau tidak mendengarnya kecuali berupa isyarat”

Mereka adalah wali-wali yang mastur (tidak diperkenalkan status keberadaannya kepada siapapun), orang-orang yang tidak dikenal, Alloh memasukkan mereka dalam pingitan-Nya baik itu di bumi maupun di langit. Karenanya mereka tidak berbisik-bisik kecuali kepada Alloh. dan mereka tidak menyaksikan apapun di alam semesta ini selain Alloh. Al Qur’an memberikan isyarat keadaan mereka ini dengan ayat :
يمشون على الارض هونا واذا خاطبهم الجاهلون قالوا سلاما
Yamsyuna ‘alal ardhi haunan wa idza khotobahumul jahiluna qolu salama
“Mereka berjalan di atas bumi dengan melenggang perlahan dan ketika orang-orang yang tidak mengenal mereka berkata (hal-hal buruk) kepada mereka, mereka akan menjawab : “Keselamatan (semoga diberikan padamu)”.
Mereka dipenuhi dengan rasa malu kepada Alloh. Ketika mereka mendengar seseorang berbicara dengan suara keras, maka gemetarlah seluruh persendian tubuh mereka, dan mereka sangat heran bagaimana bisa orang berbicara sekeras itu dalam keadaan diperhatikan oleh Alloh yang maha agung.

al-Dzohiruna bi amrillah ‘an amrillah

Hamba-hamba yang memperlihatkan diri dengan perintah Alloh untuk menegakkan perintah Alloh.  Mereka 18 orang setiap zaman. Mereka memperlihatkan diri dengan perintah Alloh, selalu menegakkan hak-hak Alloh. Selalu menetapkan diri dalam al asbab[67]. Khoriqul adat bagi mereka adalah lumrah dan biasa-biasa saja, dan terjadi setiap saat.
Al Qur’an mengisyaratkan keadaan mereka dengan ayat
قل الله ثم ذرهم
Qulillah tsumma dzarhum
Ucapkanlah “Alloh !” kemudian tinggalkan mereka….”
Dan ayat
انى دعوتهم جهارا
Inni da’autuhum jiharo
"Sungguh aku mengajak mereka (ke jalan-MU) dengan terang-terangan”
           
Sebagian dari mereka adalah Syaikh Abu Madyan radhiyallohu ‘anhu. Beliau memerintahkan kepada murid-murid beliau :”Perlihatkanlah kepada manusia hal-hal keta’atan kepada Alloh sebagai mereka memperlihatkan kemaksiatan kepada-Nya. Dan tunjukkan kepada mereka nikmat-nikmat dzahir yang Alloh berikan pada kalian (berupa hal-hal luar biasa / khoriqul ‘adat ) dan nikmat-nikmat batin (berupa ilmu-ilmu dan ma’rifatulloh). Karena Alloh telah memerintahkan “Fa amma bini’mati robbika fa haddits[68]” (maka ceritakanlah (kepada mereka ) nikmat Tuhanmu) dan Rasululloh saw bersabda : “At tahaddutsu bin ni’mati syukrun[69] (Bercerita tentang kenikmatan Alloh adalah termasuk mensyukurinya.)

Rijalul Quwwah Al Ilahiyah

Wali-wali Rijalul Quwwah Al Ilahiyah (Para Ksatria Kekuatan Ilahi) ini ada delapan orang seluruh dunia dalam setiap periode. Panji-panji yang menjadi identitas mereka adalah ayat “Asyidda’u ‘alal kuffari” (orang-orang yang sangat keras terhadap orang-orang kafir) dan “dzul quwwatil matin” (memiliki kekuatan yang teramat tangguh). Celaan dan cemoohan dari orang yang mencela tidak akan berpengaruh sedikitpun terhadap mereka jika mereka berjuang membela Alloh.
Terkadang mereka dipanggilkan di kalangan para wali dengan rijalul qohri (satria-satria agresor yang tak terkalahkan). Mereka memiliki keistimewaan himmah (konsentrasi kekuatan pikiran) yang mampu mempengaruhi jiwa manusia. Dengan inilah mereka bisa dikenali.
Syaikh Muhyidin Ibnul Arobi berkata : “Di kota Fas terdapat seorang dari mereka yang bernama Abu Abdillah Ad-daqqoq. Beliau pernah berkata : “Aku tidak pernah menggunjing seorangpun, dan tidak akan pernah digunjingkan seorangpun di hadapanku.”
Delapan ksatria Alloh ini benar-benar orang yang memiliki kekerasan hati tanpa kelembutan terhadap orang-orang kafir. Karena mereka menjadi perwujudan umat Muhammad yang diceritakan Al Qur’an memiliki sifat teramat keras terhadap orang-orang kafir (Al asyidda’u ‘alal kuffar).

Ar-rijal al khomsah

Wali-wali ar-rijal al khomsah (lima ksatria) ini memiliki sifat hampir sama dengan rijalul quwwah al ilahiyah. Hanya saja mereka memiliki kelembutan yang tidak terdapat pada rijalul quwwah al ilahiyah. Mereka mewarisi jalan yang ditempuh oleh Rasul-rasul Alloh dalam derajat ini. Identitas mereka adalah seperti di isyaratkan Al Qur’an “faquulaa lahu qoulan layyinan” (Berbicaralah kalian wahai musa dan harun kepada Fir’aun dengan perkataan yang lembut) dan ayat “fabima rohmatin minallohi linta lahum” (maka sebab adanya belas kasih dari Alloh engkau lemah lembut kepada mereka).
Mereka para wali ini dalam kekuatan dan kekerasannya memiliki kelembutan dalam sebagian tempat dan keadaan. Adapun dalam hal urusan kekerasan tekad lima orang ini sama halnya dengan delapan orang rijalul quwwah ilahiyah, hanya saja mereka memiliki kelebihan yang tidak terdapat pada delapan orang tersebut.

Rijalul hannan wal ‘athfi

Wali-wali rijalul hannan wal ‘athfi (para pendekar penuh welas asih dan kasih sayang) ada lima belas orang dalam setiap zaman. Identitas mereka seperti diisyaratkan Al Qur’an ketika menceritakan angin yang diberikan pada Nabi Sulaiman ‘alaihis salam, yaitu : Tajri bi amrihi rukho’an haitsu ashoba[70] (mengalir berjalan dengan perintah Alloh dengan membawa kelegaan di manapun tempat yang dikenainya). Mereka memiliki welas asih kepada seluruh hamba Alloh, baik yang beriman atau yang kafir. Mereka memandang semua makhluk dengan pandangan dermawan dan menghargai keberadaannya., tidak dengan pandangan memvonis dan menghukumi.
Alloh tidak memberikan kekuasaan dzahir kepada seorangpun dari mereka, baik itu menjadi penguasa hukum atau penguasa pemerintahan. Karena perasaan mereka dan keadaan jiwa mereka tidak akan kuat memikul tugas mengurusi tetek bengek perkara kebutuhan makhluk. Mereka dalam urusan menyayangi semua makhluk tanpa pandang bulu ini seperti diisyaratkan Alloh “wa rohmati wasi’at kulla syai’in[71] (dan kasih sayang-Ku memenuhi seluruh perkara).

Rijalul haibah wal jalal

Wali yang ahli takut dan mengagungkan Alloh. Mereka ada empat orang dalam setiap zaman. Ciri-ciri mereka seperti isyarat Al Qur’an :”Allohul ladzi kholaqo sab’a samawatin wa minal ardli mitslahunna, yatanazzalul amru bainahunna[72](Allohlah dzat yang mencipta tujuh langit dan bumi seperti itu pula, di antara tujuh langit dan tujuh bumi itu turunlah perintah-Nya) dan “Alladzi kholaqo sab’a samawatin thibaqo, ma taro fi kholqir rohmani min tafawut[73] (Dzat yang mencipta tujuh langit dengan berlapis-lapis, engkau tidak melihat ada kesalahan sedikitpun dalam ciptaan Dzat yang maha rahman).
Mereka ini orang-orang yang dipenuhi rasa takut dan terperangkap dalam penampakan keagungan Alloh. Seolah-olah ada burung yang hinggap di kepala-kepala mereka, mereka berjalan menundukkan kepala, dengan langkah yang berhati-hati, dan terlihat seperti takut-takut, namun bukan ketakutan disiksa dizalimi melainkan takut yang berlandaskan rasa ta’dzim dan mengagungkan Tuhannya.
Mereka inilah yang memberikan gemblengan ruhaniyah pada wali-wali al autad. Hati dan jiwa-jiwa mereka melangit, tidak terkenal di bumi namun di kenal di langit. Orang pertama dari mereka hatinya terpancang pada hati Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam. Orang kedua pada hati Nabi Syu’aib ‘alaihis salam. Orang ketiga pada hati Nabi Sholih ‘alaihis salam. Orang keempat pada hati Nabi Hud ‘alaihis salam. Penduduk langit yang memperhatikan dan mengawasi mereka adalah :
  1. Izro’il menjadi pengawas orang pertama.
  2. Jibril menjadi pengawas orang kedua.
  3. Mika’il menjadi pengawas orang ketiga.
  4. Isrofil menjadi pengawas orang keempat.

Keadaan mereka sangat mengherankan. Dan perkara-perkara yang mereka hadapi sangatlah aneh.

Rijalul Fat-hi

Wali rijalul fat-hi (orang-orang pembuka) ini ada 24 empat setiap zaman. Sama dengan jumlah hitungan jam dalam sehari semalam. Pada tiap jamnya diperuntukkan bagi tiap orang dari mereka. Dengan merekalah Alloh membuka hati-hati hamba-hamba yang menjadi ahli-Nya hingga mendapat limpahan ma’rifat dan asror ilahiyah.
Bagi siapapun yang mendapat futuh di waktu manapun dari 24 jam sehari semalam maka itu adalah bagian dari barokah wali rijalul fathi pada jam tersebut.
Mereka terpisah-pisah di seluruh penjuru bumi, tidak pernah berkumpul selamanya. Masing-masing selalu menetap pada tempat tinggalnya dan tidak pernah pergi ke manapun. Di Yaman mereka ada dua orang. Di negara-negara timur ada empat orang. Di negara-negara barat ada enam orang. Sisanya tersebar di seluruh penjuru. Ayat mereka adalah “Ma yaftahillahu lilnnasi min rohmatin fa la mumsika laha[74] (apapun rahmat yang Alloh bukakan bagi manusia maka tiada yang dapat menahannya).

Rijalul ma’arijil ula

Wali Rijalul ma’arijil ula (ahli meniti anak tangga ruhani yang luhur) berjumlah tujuh orang setiap zaman. Mereka seolah menaiki anak tangga maknawi menuju ke hadirat Alloh dalam setiap tarikan nafasnya. Mereka mendapatkan peningkatan derajat di sisi Alloh dalam setiap hembusan nafas mereka. Mereka adalah wali-wali yang memiliki derajat tertinggi. Ayat mereka dari Kitabulloh adalah “wa antumul a’launa wallohu ma’akum[75] (Kalian adalah orang-orang yang paling unggul dan Alloh selalu bersama kalian). Mereka ini Ahli hadir di hadrat ilahiyah dan dawamul muroroqobah dalam hembusan tarikan nafas mereka.

Rijalul tahtil asfal

Wali rijal tahtil asfal (penghuni alam terendah) ada 21 orang setiap zamannya. Mereka tersibukkan oleh nafas yang diberikan Alloh kepada mereka, hingga mereka tidak bisa merasakan nafas yang keluar dari mereka karena seluruh perhatian jiwa mereka terpusat penuh kepada Alloh ketika datangnya anugerah nafas itu. Ayat mereka dari Kitabulloh adalah : “Tsumma rodadnahu asfala safilin[76] (kemudian kami kembalikan mereka kepada keadaan yang paling rendah), keadaan paling rendah yang dikehendaki sehubungan dengan mereka adalah ‘alam thobi’ah (alam watak dasar). Alloh menempatkan mereka di sana untuk menghidupkan ‘alam tersebut dengan cahaya ma’rifat kepada-Nya yang diberikan pada para wali ini. Karena ‘alam thobi’ah berisi ‘kematian’ pada asalnya. Kemudian Alloh menghidupkannya dengan menempatkan jiwa-jiwa yang terpaku pada pancaran kasih sayang-Nya (an-nafsu ar-rohmaniy).
Wali-wali ini tidak melihat apapun dalam pandangan hati dan jiwa mereka selain hal-hal yang datang dari Alloh bersamaan dengan tiap tarikan nafas. Mereka ahli hadir jiwanya di hadapan Alloh secara dawam.

Rijalul imdad al ilahiy wal kauniy

Wali rijal imdad al ilahiy wal kauniy (ahli mengalirkan pemberian dan pertolongan ilahiy kepada alam semesta) ada tiga orang setiap zaman. Mereka mengambil anugerah dari sisi Alloh dan mengalirkannya kepada makhluk. Namun cara memberikannya ini dengan belas kasih, kelembutan, dan kasih sayang tidak dengan jalan kasar, keras, dan memaksa. Mereka menghadapkan jiwa kepada Alloh untuk mengambil manfaat-manfaat, kemudian menghadapkan ruhani mereka kepada makhluk untuk memberikan manfaat-manfaat tersebut. Mereka ini terdiri dari laki-laki dan perempuan pilihan-pilihan Alloh.
Alloh menjadikan mereka ahli berusaha sekuat tenaga dalam rangka memenuhi hajat-hajat kebutuhan manusia dan menyampaikannya ke hadapan Alloh agar mendapat pemenuhan dan kegembiraan hanya dari sisi-Nya tidak dari sisi siapapun selain Dia.
Syaikh Muhyidin IbnuL Arobi berkata :’Aku pernah bertemu salah seorang dari mereka di kota Asybiliyah, Beliau adalah pembesar mereka yaitu Syaikh Musa bin Imron.”
Masing-masing dari tiga orang ini tidak meminta apapun dari semua hajat kepada makhluq Alloh. Ada tersebut dalam riwayat bahwa Nabi saw bersabda :”Man taqobbala li biwahidatin taqobbaltu lahu bil jannah, an la yas’ala ahadan syai’an[77] (barang siapa menerima karena aku satu perkara, maka aku akan membalasnya dengan menuntunnya ke syurga, yaitu tidak meminta sesuatupun kepada makhluq).
Sifat dari wali-wali ini, jika mereka memberikan faidah untuk memenuhi hajat seseorang adalah dengan cara perlahan dan jalan lembut. Hingga dalam persangkaan orang-orang menjadi terbalik, bahwa merekalah yang meminta pertolongan kepada si-makhluk, dan si-makhluk itu yang mengulurkan tangannya untuk mereka. Tidak akan dijumpai seseorang yang lebih baik pergaulannya dengan manusia selain mereka ini.
Ilahiyyun Rohmaniyun

Wali ilahiyun Rohmaniyyun (ahli menerima ilham ilahi yang maha rahman) ada tiga orang dalam setiap zaman. Mereka mirip dengan wali abdal dalam beberapa hal, namun mereka bukan abdal. Ayat mereka dari kitab Alloh adalah : wa ma kana sholatuhum ‘indal baiti illa muka’an wa tashdiyah”.[78](Dan tidaklah solat mereka di sisi Ka’bah itu selain bersiul dan bertepuk tangan)
Mereka memiliki I’tiqod yang teramat mengherankan mengenai kalam Alloh. Mereka ini ahli menerima ilham dan isyarat dari Alloh. dan mereka menangkap ilham dan isyarat ini bagaikan suara rantai yang mengenai permukaan sebuah batu, demikian selamanya, atau seperti dentang dari sebuah lonceng. Inilah maqom para wali tersebut. Terkadang mereka dipanggilkan pula dengan nama Ahli sholsolatil jaros.

Rijal wahid

Hanya satu orang setiap zamannya, dan terkadang seorang wanita.  Ayatnya dari Kitabulloh adalah : “wahuwal qohiru fauqo ‘ibadihi” [79](Dia-lah yang memaksa tak tertolak kehendaknya mengungguli seluruh hamba-hamba-Nya). Mereka dikaruniai penguasaan terhadap segala sesuatu selain Alloh. berjiwa ksatria, teramat berani, selalu berada di depan dalam setiap tantangan, dan teramat banyak mengajak dengan kebenaran. Berkata benar dan menjatuhkan hukum Alloh dengan adil.
Syaikh Muhyidin Ibnul Arobi berkata :”Wali yang memiliki derajat ini adalah Syaikh Abdul Qodir Al-Jiliy di Bagdad. Beliau memiliki penguasaan menegakkan kebenaran terhadap makhluq. Sangat agung keadaan beliau. Berita-berita mengenai beliaupun teramat masyhur. Aku belum pernah bertemu dengan beliau, namun aku bertemu dengan kekasih Alloh yang menduduki derajat ini pada masaku. Namun Syaikh Abdul Qodir lebih memiliki kesempurnaan dalam hal-hal lain di banding orang ini. Dan setelah wali ini wafat aku tidak mengetahui lagi siapakah yang ditempatkan Alloh untuk menduduki derajat ini.”

Rojul murokab mumtazaj

Wali yang memiliki keadaan sebagai mana Isa ‘alaihis salam. Hanya satu orang setiap masanya dan tak ada duanya. Dilahirkan dari ruh dan manusia. Tidak dikenal memiliki ayah dari jenis manusia. Seperti ada diceritakan mengenai Ratu Balqis, bahwa dia lahir dari jin dan manusia. Wali ini tersusun kejadiannya dari dua jenis yang berbeda. Beliau bertempat alam barzakh. Dan Alloh selamanya menjaga alam barzakh dengan menempatkannya di situ.
Dalam setiap masa pasti ada insan yang dilahirkan dengan sifat seperti ini. Terlahir hanya dari sel telur ibu saja. Bertentangan dengan yang dikatakan oleh para ahli ilmu biologi, yang memustahilkan janin bisa terjadi dari sel telur ibu saja. Namun ternyata Alloh itu maha berkuasa atas segala sesuatu.

Ahlud daqo’iq al mumtaddah ila jami’il ‘alam

Hanya ada satu orang setiap zaman dan terkadang seorang wanita. Dikaruniai anugerah yang lembut-lembut dari nikmat batin dan lahir dan menembus ke seluruh alam. Wali ini adalah seseorang yang derajatnya teramat luar biasa. Maqomnya ghorib (aneh tak ada duanya). Dan terkadang para penempuh jalan Alloh yang bertemu dengannya akan menyangka bahwa dia adalah wali al Qutb, padahal dia adalah wali dengan derajat ini.

Ahli saqith ar-rofrof ibnu saqit al-‘arsy

Wali yang ahli menerima perintah-perintah yang turun dari rofrof[80] (untaian kabut) yang menjadi putra dari wali yang ahli menerima perintah yang turun dari Arsy. Hanya satu orang setiap zaman. Ayatnya dari kitabulloh adalah :”Wan najmu idza hawa[81] (ketika bintang berjatuhan).
Perhatian jiwanya hanya disibukkan dengan dirinya sendiri dan Tuhan-nya. Tidak tertoleh kepada selain itu. Teramat agung hal-ahwalnya. Hanya dengan menjatuhkan pandangan kepada wali ini, akan mampu memberikan pengaruh yang besar bagi hati orang yang melihatnya.
Wali ini selalu terpecah berkeping-keping hati dan perasaannya, terpuruk dalam kehinaan menghadap pada kemuliaan Tuhan-nya. Tidak pernah menganggap dirinya adalah ‘sesuatu’. Memiliki lisan yang teramat fasih jika menerangkan hal kema’rifatan kepada Alloh. dan selamanya diselimuti perasaan malu kepada Alloh.

Ahlul ghina billah

Wali yang ahli berkecukupan dengan pertolongan Alloh. Hanya dua orang setiap zaman. Ayatnya dari kitabulloh adalah : “Fa innalloha ghoniyyun ‘anil ‘alamin[82] (dan sungguh Alloh itu tidak membutuhkan pada seluruh alam).  Dengan dua orang wali ini, Alloh menjaga derajat ini yaitu derajat mereka yang tidak berhajat apapun kepada makhluq karena ada pertolongan Alloh (al ghina billah). Terkadang salah satu dari dua orang wali ini adalah perempuan.
Orang pertama memikul beban mengalirkan derajat hati ini kepada ‘alam Syahadah (alam kasat mata). Maka setiap kekayaan hati di alam syahadah berasal dari wali ini.  Orang kedua memikul beban mengalirkan derajat hati ini kepada ‘alam malakut (alam tak kasat mata). Maka setiap perasaan berkecukupan karena Alloh yang ada dalam diri penduduk alam malakut berasal dari wali ini.
Dua orang wali ini mendapatkan luberan ruhani dari Ruh yang berada di alam úlwiy (alam tinggi tempat bertasbih para malaikat). Ruh tadi mendapatkan tempat tersendiri di sisi  Alloh, dan telah dikaruniai derajat tahaqquq billah (berpijak pada haqiqot pertolongan Alloh), yang benar-benar berkecukupan dan dicukupi oleh Alloh dengan segala kecukupan dengan sifat ketidakbutuhan Alloh terhadap segala sesuatu selain Dzat-Nya yang mulia.
Mereka adalah ahlul ghina bin nafsi (ahli berkecukupan pada dirinya sendiri tidak membutuhkan orang lain), ahlul ghina billah (ahli berkecukupan dengan pertolongan Alloh tidak butuh selain Alloh), dan ahlul ghina ghonahulloh (ahli berkecukupan dengan wujudnya Alloh, tidak melihat wujud apapun selain Alloh).
Ahlut tikror fi kulli nafas

Wali yang ahli membolak-balik hatinya dalam setiap nafas. Hanya satu orang setiap zamannya. Tidak ada yang hal-ahwalnya lebih menakjubkan hati dan membingungkan pikiran selain wali ini. Tidak ada ahli ma’rifat billah yang lebih agung kema’rifatannya dibandingkan dengan pemilik derajat ini.
Dia takut kepada Alloh dan mengkhawatirkan dirinya terjatuh ke dalam kemurkaan-Nya setiap saat, bahkan setiap tarikan nafasnya. Ayatnya dari kitabulloh adalah laisa kamitslihi syai’un wahuwas sami’ul ‘alim [83](tiada sesuatupun yang menyerupai-Nya, dan Dia adalah Dzat yang mendengar lagi mengetahui) dan tsumma rodadna lakumul karrota ‘alaihim.[84]

Ahlu ‘ainit tahkim waz zawa’id

            Wali ahli yaqin dalam ilmu hikmah[85]  dan ilmu ziyadah[86] (ilmu ma’rifat) dan menempati derajat keilmuan di sisi Alloh pada tingkatan penjiwaan ‘ainul yaqin. Mereka sepuluh orang setiap zaman. Hal ahwal mereka adalah memperlihatkan dengan jelas sifat khususiyah (kema’rifatan  kedekatan hati dengan Alloh) dengan melukiskannya dengan panjang lebar dalam untaian doa. Dan berbuah menambah keimanan dengan hal gaib serta menambah keyakinan mendapatkan hal gaib tersebut. Semakin dilukiskan semakin bertambah buahnya.
Tidak hal yang gaib bagi mereka. Sebab segala yang gaib bagi orang lain bagi mereka terlihat teramat jelas tanpa tedeng aling-aling.  Dan setiap hal-ahwal bagi mereka menjadi ibadah. Tidaklah setiap yang gaib menjadi terlihat jelas bagi mereka kecuali akan menjadi sebab bertambahnya iman dengan hal gaib lain, dan keyaqinan untuk menghasilkan hal gaib lain itu.
Ayat mereka dari kitabulloh adalah wa qul robbi zidni ilma [87](dan ucapkanlah : ya robbi tambahkanlah ilmu kepadaku), wal yazdaduu imanan ma’a imanihim[88] (dan agar mereka bertambah keimanan lagi bersama keimanan mereka yang lalu) fazadathum imanan wa hum yastabsyirun[89] (maka kenikmatan itu menambah keimanan mereka dan mereka dalam keadaan bergembira) wa idza sa’alaka ‘ibadiy fa inniy qorib ujibu da’watad da’I idza da’aniy[90] (jika hambaku bertanya kepadamu tentang Aku maka sungguh Aku ini Dzat yang dekat. Aku menjawab panggilan doa orang yang berdo’a ketika dia berdoa kepada-Ku.)  
Al Budala’

Mereka ada dua belas orang dalam setiap zaman, tidak lebih dan tidak kurang.  Derajat (maqom) mereka adalah memperlihatkan dengan jelas puncak dari sifat-sifat khususiyah dengan melukiskannya panjang lebar dalam untaian kata-kata doa. Hal-ahwal mereka adalah bertambah iman dengan hal-hal gaib dan yaqin akan hal-hal tersebut. Mereka disebut Al budala’ (orang-orang yang mengganti) karena seorang dari mereka dapat menggantikan posisi-posisi wali-wali al budala’ yang lain jika mereka kebetulan tidak ada. Dan seorang itu saja dapat melakukan seluruh hal-hal yang diemban oleh keseluruhan wali-wali al budala’.

Ahlul Isytiyaq

Wali-wali ahlul isytiyaq (ahli merindukan Alloh) ada lima orang dalam setiap zaman.  Mereka bagaikan raja-raja para ahli menempuh jalan Alloh. dengan kelima orang ini Alloh menjaga agar jagad raya tetap maujud.
Ayat mereka dari Kitabulloh adalah hafidzuu ‘alas sholawati was sholatil wustho[91] (jagalah selalu oleh kalian sholat-sholat dan sholatil wustho). Mereka tidak pernah kendor sedikitpun untuk melakukan sholat, baik siang maupun malam hari.

Ahlul Jihatis Sittiy

            Wali-wali ahlul jihatis sittiy (ahli menempati enam petunjuk arah) ada enam orang. Termasuk salah seorang dari mereka adalah putra khalifah Harun Ar-Rosyid yaitu Ahmad bin Harun Ar-Rosyid As-sabtiy. Mereka dikaruniai kekuasaan kemampuan pengaturan pada daerah enam petunjuk arah (barat, timur, utara, selatan, atas, dan bawah), dan dapat mewujudkan kekuatan itu dengan berupa wujud manusia. Subhanalloh.
            Pada kesimpulannya tidak ada apapun di alam semesta ini yang memiliki jumlah terbatas, melainkan Alloh memiliki wali-wali di situ, sejumlah itu pula, yang dengannya Alloh menjaga agar hal-hal tersebut tetap dapat berlangsung maujud.
           























GELAR AULIYA
YANG JUMLAHNYA TIDAK PASTI

Al Mulamatiyah (Al Malamiyah)

Mereka adalah tokoh-tokoh dari pembesar-pembesar ahli Thoriq ilahiy. Bahkan pemimpin alam semesta ini yaitu Rasulullah Muhammad saw berdiri dalam barisan mereka dan termasuk salah satu dari mereka.
Mereka adalah ahli-ahli hikmah yang selalu menempatkan segala sesuatu pada posisi semestinya. Mereka mengukuhkan posisi usaha-usaha lahir (sababiyah) dalam keadaan-keadaan seharusnya, dan meniadakan melakukan usaha-usaha tersebut dalam keadaan-keadaan tertentu yang menuntut untuk membulatkan tekad hati dan badan agar bisa diam berada dalam genggaman tangan perbuatan Alloh yang Maha Rahman.
Mereka tidak meninggalkan sedikitpun segala hal yang telah ditata oleh Alloh sedemikian rupa bagi kelestarian maujud makhluq-makhluqnya.  Apapun yang yang semestinya dilakukan dan ditinggalkan di dunia mereka lakukan dan tinggalkan. Dan apa yang seharusnya diletakkan dan ditinggalkan untuk kehidupan akhirat mereka lakukan dan tinggalkan.  Mereka melihat segala suatu dengan visi pandangan Alloh tidak dengan visi pandangan makhluq yang terbatas dan penuh prasangka. Mereka tidak mencampur-adukkan kenyataan-kenyataan hakikat segala sesuatu dengan yang lain. Benar-benar menempatkan segala sesuatu  pada porsi dan posisi semestinya. Subhanalloh.
Mereka adalah orang-orang yang dipenuhi dengan ruh ikhlas. Hingga tak bisa terlihat bagaimana keadaan hatinya dari cerminan hal-ahwal lahir dan perbuatan-perbuatan yang tampak. Mereka benar-benar tak ingin diketahui keadaan hal-ahwal ruhaninya oleh siapapun selain Tuan dan Raja mereka, Dzat yang menyembunyikan hikmah dalam hijab semesta.
Wali Mulamatiyyah tidak bisa dikenal siapapun kecuali oleh Alloh sendiri yang menempatkan mereka dalam pingitan kelambu kecemburuan-Nya dan memberi mereka kedudukan khusus dalam derajat ini. Tidak ada jumlah tertentu bagi mereka dalam setiap zaman. Kadang banyak, dan kadang sedikit. 



Al Fuqoro’

            Wali-wali yang menjadi faqir di hadapan Raja nan maha dermawan.  Alloh berfirman dalam rangka memuliakan mereka dan mempersaksikan seluruh maujud dengan  ya ayyuhan nasu antumul fuqoro’u ilalloh[92] (wahai seluruh yang bernama manusia, kalian adalah orang-orang yang teramat butuh kepada Alloh).
            Syaikh Abu Yazid Al Bustomi bermunajat : Ya Robbi dengan apa aku mendekatkan diri kepada-MU ?. maka dikatakanlah kepadanya :”Dengan hal yang tidak ada pada-Ku. Yaitu kehinaan dan kefakiran (sifat membutuhkan)”.
            Alloh berfirman wa ma kholaqtul jinna wal insa illa liya’buduni [93](dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar menghamba pada-Ku). Menghamba di sini adalah agar menjadi hina di hadapan Alloh yang hadir di segala tempat dan keadaan.

As-Shufiyah

            Mereka adalah ahli berhias dengan akhlaq-akhlaq mulia. Ada disampaikan oleh para guru ruhani : “Barang siapa yang bergaul dengannya dapat menambah kebaikan akhlakmu maka dia menambahkan tashowwuf  kepadamu”.
            Maqom (derajat) mereka adalah berkumpul dalam satu hati. Meniadakan tiga kata “milikku”, “di sisiku (menurutku)”, dan “hartaku” dari kehidupan mereka. Mereka meniadakan penyandaran segala sesuatu kepada diri pribadi mereka. Tiada kepemilikan apapun terhadap seluruh perkara di sekeliling mereka di antara para makhluq Alloh. Apapun yang berada di tangan mereka, maka mereka menganggap semua makhluk Alloh memiliki hak yang sama  terhadap hal itu. Namun mereka mengakui kepemilikan orang lain terhadap hal-hal yang berada di tangan mereka.
            Golongan wali-wali as-Shufiyah inilah orang-orang yang diperkenankan mengeluarkan  khoriqul adat sekehendak mereka sendiri. Ada kalanya untuk tujuan menunjukkan kebenaran agama pada keadaan-keadaan tertentu yang teramat membutuhkannya. Bahkan ada sebagian dari wali shufiyah yang melakukan hal-hal di luar nalar (khoriqul adat) sebagaimana kita melakukan hal-hal rutinitas saja. Karena bagi mereka hal seperti itu bukan lagi menjadi perkara hebat yang luar biasa, namun merupakan hal yang biasa-biasa saja dan lumrah. Mereka berjalan di atas air, terbang di udara, mengambil makanan minuman dari alam gaib, bergaul dengan jin dan malaikat, dan melakukan hal-hal aneh lain sama biasanya dengan kita berjalan di atas tanah, dan pekerjaan rutinitas lain.

Al ‘Ubbad

            Wali-wali al-‘ubbad ini ahli melakukan amal-amal yang fardhu secara khusus. Mereka tidak melakukan selain hal-hal yang fardhu baik yang lahir maupun yang batin. Alloh berfirman mengenai mereka dengan wa kanu lana ‘abidin[94] (dan mereka adalah orang-orang yang menghamba pada-Ku).
            Sebagian dari mereka memutuskan hubungan dengan manusia dengan menetap di gunung-gunung, celah-celah sempit, tepi-tepi pantai, di kedalaman lembah-lembah, di hutan-hutan, dan berjalan mengembara di pelosok-pelosok bumi. Ada juga yang menetap dalam rumah dan selalu melakukan sholat fardhu berjama’ah. Mereka sibuk dengan mengurus diri pribadinya dalam hubungannya dengan Alloh. sebagian ada yang memiliki profesi pekerjaan lahiriyah, ada pula yang tidak bekerja sama sekali.
            Mereka adalah orang-orang yang sholih lahir dan batinnya. Alloh menjaga mereka dari  perasaan tidak enak terhadap orang lain, kedengkian, kerakusan, dan tamak terhadap hal-hal yang tercela dalam agama. Mereka mampu membelokkan perasaan-perasaan tadi ke arah yang terpuji menurut agama.
            Tidaklah mereka mencium hal-hal berbau ma’rifat ketuhanan dan rahasia-rahasianya. Tidak pula mereka diperlihatkan keindahan alam malakut (alam gaib), atau diberikan kefahaman dari Alloh mengenai kedalaman makna ayat-ayat Al Qur’an ketika dibaca di sisi mereka. Namun pahala amal-amal sholih itu diperlihatkan nyata di mata mereka. Dan kengerian Qiyamat, Syurga dan Neraka bagi mereka lebih dari sekedar nyata. Air mata mereka mengalir deras di kelopak-kelopak mata mereka ketika mengingat hal-hal tersebut.
            Mereka menjauhkan lambung-lambung dari alas tidur, karena sibuk memanggil dan berdoa kepada Tuhan mereka dengan penuh rasa takut dan pengharapan, dengan merendahkan jiwa dan merendahkan suara. Ketika orang-orang yang tidak mengenal keadaan mereka berkata hal-hal yang tak pantas, maka mereka menjawabnya dengan “keselamatan semoga diberikan padamu”. Ketika mereka berjalan bertemu  dengan perbuatan-perbuatan tak berfaidah maka mereka memalingkan diri dengan cara yang indah. Mereka menghabiskan malam-malam untuk Tuan Raja mereka dengan sujud dan berdiri mengagungkan-Nya.
            Mereka menyibukkan diri mempersiapkan datangnya kejadian besar mengerikan hari yang telah dijanjikan. Mereka mengosongkan perut dengan berpuasa agar dapat berlari cepat dalam keselamatan di atas shirot. Ketika mereka menafkahkan pemberian Alloh, maka tidak dengan berlebihan dan tidak terlalu sedikit, dan dengan ukuran sedang di antara keduanya. Mereka bukanlah ahli perbuatan dosa dan kebatilan sama sekali. Banyak sekali beramal, amal apa saja. Mereka bergaul dengan Alloh yang terlihat nyata dengan penuh ta’dzim dan mengagungkan-Nya.
            Abu Muslim Al Khoulaniy adalah termasuk salah seorang dari wali al-‘ubbad ini, dan termasuk pembesar mereka. Beliau berdiri sholat menghidupkan malam. Ketika tubuh dan kakinya merasa lelah, maka beliau mengambil pentungan yang telah disediakan di sisinya, kemudian dipukullah kedua kakinya sambil berkata :”Kalian berdua lebih pantas dipukul dibandingkan hewan tungganganku itu. Apakah sahabat-sahabat Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam menyangka mereka lebih berhak memperoleh kedekatan dengan beliau sedang aku tidak…Demi Alloh aku akan berdesak-desakan dengan mereka untuk kedekatan itu hingga mereka mengetahui bahwa mereka ada meninggalkan orang-orang yang bersungguh-sungguh sepeninggal mereka.”


Az Zuhhad

            Mereka adalah orang-orang yang meninggalkan dunianya, padahal sebenarnya mereka mampu untuk itu. Mereka membuang hal-hal duniawi yang ada di tangan mereka pada tempat-tempat kerelaan Alloh. Mereka mengambil harta dunia hanya dalam keadaan darurat dan seperti orang yang memakan bangkai ketika tak ada lagi makanan halal. Hanya cukup untuk menegakkan ruh, dan selebihnya disedekahkan.
            Termasuk pembesar mereka adalah Ibrohim bin Ad-ham. Beliau tadinya adalah seorang raja dengan segala kebesaran dan kecukupannya. Kemudian ditinggalkannya seluruh kemegahan itu, dan memilih hidup mandiri dengan mencari kayu bakar. Hasilnya diambil sepertiga untuk bekal berbuka dan sahurnya, selebihnya disedekahkan.
            Syaikh Muhyiddin Muhammad Ibnul Arobi berkisah :”Salah satu pamanku Yahya bin Yafan termasuk mereka. Beliau dulunya adalah raja kecil di kota Tilmisan. Pada zaman beliau hiduplah seorang Faqih ahli mencurahkan umur untuk ibadah dari Tunisia bernama Abdullah At-Tunisiy. Beliau masyhur sebagai penghulu ahli ibadah di waktu itu. Ketika orang saleh ini berjalan melewati Tilmisan, bertemulah Raja Tilmisan Yahya bin Yafan dalam kemegahan dan pakaian kebesarannya dengan beliau. Dari salah seorang pengiringnya berkata :”Ini adalah Abdullah at-Tunisiy orang saleh ahli ibadah zaman ini.”  Beliau kemudian menahan tali kekang kudanya dan berkata.
            Yahya bin Yafan : “Assalamu ‘alaikum warohmatulloh wabarokatuh”.
            Abdullah At-Tunisiy : “Wa ‘alaikumus salam warohmatulloh wa barokatuh.”
            Yahya bin Yafan : “Ya Syaikh apakah pakaianku ini boleh digunakan untuk sholat ”
            Syaikh Abdullah at-Tunisiy mendengar pertanyaan ini tertawa. Dan bertanyalah raja Yahya bin Yafan :”Apa yang engkau tertawakan ?”
            Syaikh Abdullah :”Aku mentertawakan kedunguan akalmu dan ketidaktahuanmu mengenai keadaan dirimu dan hal ahwalmu. Engkau ini menurutku seperti seekor anjing yang bergumul dengan darah bangkai, memakannya dan belepotan kotorannya. Ketika anjing itu akan kencing maka diangkatnya sebelah kakinya agar tidak terkena percikan air kencingnya sendiri. Engkau ini banyak menyimpan dan penuh barang haram, dan Engkau bertanya mengenai pakaian yang pantas dan mengenai kedzalimanmu pada hamba-hamba Alloh yang terpikul pada tengkukmu ?”
            Mendengar ini menangislah Yahya bin Yafan dan segera turun dari kuda. Ditinggalkannya seluruh kerajaannya dan berkhidmah melayani Syaikh Abdullah at-Tunisiy. Kemudian Syaikh Abdullah memberikan gemblengan ruhani selama tiga hari. Setelah hari ketiga, beliau membawa tali dan memberikannya kepada Yahya bin Yafan. Kemudian memerintahkan :”Wahai raja….sekarang telah selesai masa tiga hari untuk memuliakan tamu…sekarang pergilah ke hutan dan carilah kayu bakar..!”
            Sejak waktu itu Yahya bin Yafan masuk hutan dan keluar dengan memikul kayu bakar di atas kepalanya. Beliau masuk ke pasar dengan memikul kayu itu dan orang-orang banyak yang menangis melihat keadaannya. Dijualnya kayu itu. Hasilnya diambil sebagian untuk menegakkan hidup dan selebihnya disedekahkan. Begini terus keadaannya hingga beliau wafat dan dimakamkan di luar kubur gurunya.
            Pada waktu itu, ketika Syaikh Abdullah at-Tunisy di datangi oleh orang yang meminta barokah doanya, beliau menjawab :”Mintalah doa pada Yahya bin Yafan. Dia itu seorang raja yang memilih hidup zuhud. Seandainya aku diberi cobaan Alloh berupa kerajaan dan kemegahan seperti dia, terkadang aku tak bisa berzuhud seperti itu.”

Rijalul ma’

            Mereka adalah wali-wali yang beribadah kepada Alloh di kedalaman laut-laut dan sungai-sungai.  Tak ada seorangpun yang mengetahuinya.
            Syaikh Muhyiddin Ibnul Arobi berkata :”Aku mendapat khabar dari Abul Badri At-Tamasukiy Al-Bagdadi. Beliau adalah pribadi yang sangat jujur dan terpercaya. Beliau mendapat khabar dari Syaikh Abu Su’ud bin As-Syibli. Beliau berkata :”Suatu ketika aku berada di tepi sungai Dajlah di Bagdad. Kemudian terbetiklah dalam hatiku sebuah pertanyaan “Apakah Alloh memiliki hamba-hamba yang beribadah kepada-Nya di dalam air?” Belum selesai aku berucap dalam hati ketika air sungai terbelah dan keluarlah seorang laki-laki yang berucap salam kepadaku dan berkata :”Benar…wahai Abu Su’ud. Alloh memiliki hamba-hamba pilihan yang beribadah kepadanya di dalam air. Dan aku adalah seorang dari mereka. Aku ini berasal dari desa Tikrit. Aku meninggalkan desa itu karena setelah beberapa waktu akan terjadi sebuah peristiwa”. Beliau menyebutkan mengenai sebuah peristiwa yang akan menimpa Tikrit. Kemudian lenyap kembali ke dalam air. Dan ketika telah lewat lima belas hari sejak kejadian itu aku mendengar sebuah berita tentang Tikrit yang persis sama seperti yang dikhabarkan lelaki dari dalam sungai itu kepadaku.”


Al Afrod

Mereka adalah wali-wali yang disendirikan oleh Alloh, hatinya tidak merasa kecuali berkumpul dalam majlis Alloh sang Maharaja. Memiliki kedekatan dengan Alloh dengan kesaksian lisan syariat. Syaikh Muhammad Al-Awaniy rahimahulloh adalah termasuk salah seorang dari mereka. Beliau termasuk salah seorang murid gemblengan Syaikh Abdul Qodir al jilaniy.
Mereka adalah hamba-hamba pilihan Alloh yang berada di luar ruang lingkup pandangan Al-Qutb. Dan Al Khodhir termasuk salah seorang yang berdiri dalam barisan mereka. Malaikat yang memiliki keadaan sama dengan mereka adalah ruh-ruh yang terdampar dalam lingkup keagungan Alloh. Yaitu  malaikat karubiyun yang selalu beri’tikaf di Hadroh ilahiyah. Wali-wali al Afrod dan malaikat karubiyun ini tidak mengenal siapapun selain Alloh. Tidak melihat menyaksikan apapun selain apa yang mereka ketahui dari Alloh.
Kedudukan maqom mereka adalah antara maqom shiddiqiyyah dan nubuwwah tasyri’iyyah. Ini adalah maqom yang agung dan tidak diketahui oleh kebanyakan para ahli thoriq ilalloh.

Al-Umana’

            Al Umana’ adalah jama’ dari al amin. Wali-wali al amin adalah hamba pilihan yang memiliki sifat amanah sesungguhnya, sungguh dapat dipercaya. Nabi Muhammad saw bersabda :”Sungguh Alloh memiliki hamba-hamba kepercayaan.” Beliau bersabda mengenai sahabat Abu Ubaidah Ibnul Jarroh :”Dia adalah orang terpercaya umat ini.”.
            Mereka adalah golongan teristimewa dari wali-wali mulamatiyah. Dan wali-wali al-umana’ memang hanya berasal dari mereka, bahkan termasuk pembesar-pembesar mereka.
            Tak bisa orang lain mengetahui hal-ahwal yang mereka miliki. Karena para wali al-umana’ ini dalam kesehariannya berlaku sama seperti orang biasa dengan segala profesi dan atribut yang biasa disandang oleh orang kebanyakan. Mereka berlaku biasa-biasa saja, hingga dalam urusan pengamalan syari’at hanya memperlihatkan hal-hal yang dilakukan oleh orang biasa sesuai dengan kaidah pokok iman. Yaitu berdiri pada batas perintah Alloh dan menjauh dari larangan Alloh yang fardhu-fardhu. Barulah ketika Qiyamat dihamparkan mereka ini akan terlihat ketinggian derajat dan keagungannya di hadapan seluruh makhluk. Benar-benar mereka insan-insan terpercaya yang memegang kerahasiaan sifat khususiyah yang diberikan pada mereka.
            Wali-wali al amin ini tidak terkenal keistimewaannya di dunia di antara manusia. Bahkan seandainya Al Khodhir tidak diperintahkan oleh Alloh untuk menampakkan karunia keistimewaan yang diberikan Alloh kepada Nabi Musa as. Beliau tidak akan menampakkan sedikitpun hal-hal tersebut kepada Nabi Musa as. Sebab beliau termasuk dalam golongan al umana’. Wali-wali al amin ini memiliki keistimewaan dibanding wali-wali yang lain karena satu sama lain tidak saling mengenal. Jika saling bertemu maka masing-masing selalu berusaha menutupi keadaannya, dan menampakkan diri bahwa mereka orang mukmin yang biasa-biasa saja.

Al Qurro’

            Al Qurro’ adalah jama’ dari al Qori’ (Ahli  Al Qur’an). Mereka memiliki kedekatan dengan Alloh bagaikan raja dengan ahli keluarganya dan orang-orang khusus sang raja.
            Mereka adalah orang-orang yang hafal Al Qur’an dan mengamalkan isinya. Mereka menghafal huruf-hurufnya dan memperlihatkan isi dan makna ayat-ayat Al Qur’an itu dalam amaliyah sehari-hari, hal-ahwal dan budi pekerti mereka.
            Syaikh Abu Yazid Al Busthomi adalah termasuk mereka. Barang siapa yang akhlaqnya adalah Al Qur’an maka termasuk Ahli Al-Qur’an. Barang siapa termasuk Ahli Al Qur’an maka termasuk Ahlulloh dan orang khusus bagi Alloh. Karena  Al Qur’an adalah Kalam Allloh yang mulia. Nabi Muhammad saw. bersabda :
اهل القرآن هم اهل الله و خاصته
Ahlul qur’an hum ahlullohi wa khossotuhu” (Ahli Al Qur’an adalah Ahli Alloh dan orang-orang khusus bagi Alloh).
            Syaikh Muhyiddin Ibnul Arobi berkata :”Syaikh Sahl bin Abdulloh At-Tusturi mencapai derajat ini setelah berusia enam puluh tahun.”

Al Ahbab

            Al Ahbab adalah jama’ dari al habib (kekasih). Wali-wali al habib ini tidak ada jumlah tertentu dalam setiap zaman. Kadang banyak kadang sedikit. Alloh berfirman : “fa saufa ya’tillahu bi qoumin yuhibbuhum wa yuhibbunahu[95] (maka Alloh akan mendatang suatu kaum yang Alloh mencintai mereka dan mereka mencintai Alloh).
            Karena mereka ini termasuk hamba-hamba  yang mencintai Alloh maka Alloh memberikan cobaan-cobaan dan bala’ kepada mereka. Agar Alloh dapat memperlihatkan kepada makhluk-makhluk kadar kecintaan mereka kepada-Nya. Yaitu walaupun mereka berada dalam keadaan serba tidak mengenakkan mereka tetap menghamba dalam cinta dan kerinduan. Sedikitpun keadaan itu tidak menggoyangkan pandangan hati mereka kepada Dzat yang mereka cintai. Sebagaimana keadaan pencinta yang rela mengorbankan dirinya dalam kesengsaraan demi cintanya kepada kekasih.
            Kemudian karena mereka termasuk dalam golongan yang mendapat balasan cinta dan dicintai oleh Alloh, Alloh memilih mereka dan mengistimewakan mereka.
            Golongan ini ada dua. Yaitu mereka yang mendapat cinta sejak permulaan. Dan satu lagi, orang-orang yang hidupnya dijalankan oleh Alloh dalam ketaatan kepada Rasulullah saw dan taat kepada Alloh, hingga kemudian barulah berbuah kecintaan Alloh kepada mereka. Alloh berfirman :”Qul in kuntum tuhibbunalloha fattabi’uuni yuhbibkumulloh”[96] (Katakanlah wahai makhluk termulia : “Jika kalian benar-benar mencintai Alloh maka ikutilah aku, pasti Alloh akan mencintai kalian”). Ini adalah mahabbah (kecintaan) yang merupakan buah dari pohon ketaatan. Yang tidak keluar begitu saja, namun perlu perawatan terhadap pohon dan penjagaan terhadapnya. Namun bagaimanapun mereka semua adalah hamba-hamba yang tercinta (al ahbab).
            Derajat-derajat (maqomat) mereka di sisi Alloh tidak samar lagi. Wali-wali al habib ini ciri-cirinya adalah kebersihan cinta dalam hati mereka. Kecintaan itu tidak dikeruhkan oleh apapun. Mereka menetapi perasaan cinta ini bersama Alloh. Dalam pergaulannya dengan sesama makhluq, wali-wali ini menghadapi mereka sesuai keadaan yang di berikan Alloh baik itu terpuji atau terjela dalam syari’at. Dan wali-wali ini menghadapi mereka dalam keadaan masing-masing itu sesuai dengan adab tata krama syari’at.
            Mereka mencintai siapapun karena Alloh, dan memusuhi karena Alloh. Alloh mensifati mereka dalam sebuah Hadis Qudsi yaitu : Alloh berfirman : Hai hamba-Ku apakah engkau ada beramal amalan untuk-Ku ? maka si hamba menjawab :” Ya Robbi aku melakukan sholat, dan berperang. Aku melakukan ini dan itu … dan disebutkannya amal-amal yang baik. Alloh berfirman :”Itu semua akan menjadi bagianmu”. Si hamba bertanya : “Ya Robbi apakah amalku yang menjadi bagian-Mu ?” Alloh menjawab :”Apakah engkau ada mencintai karena-Ku pada orang-orang yang aku cintai. Atau engkau memusuhi karena Aku pada orang-orang yang Aku musuhi?”.
            Hal seperti inilah yang dapat disebut dengan menomorsatukan Dzat yang dicintai. Yaitu dengan menyukai apa dan siapapun yang disukai oleh-Nya. Dan membenci apa dan siapapun yang dibenci oleh-Nya. Alloh berfirman ; Ya ayyuhal ladzina amanu la tattakhidzu ‘aduwwi wa ‘aduwwakum auliya’a tulquna ilaihim bil mawaddati[97]” (hai orang-orang yang beriman..Janganlah kalian mengambil musuh-Ku dan musuh kalian sebagai kekasih-kekasih yang kalian jatuhkan kecintaan itu pada mereka). Alloh berfirman :”la tajidu qouman yu’minuna billahi wal yaumil akhiri yawadduna man chaaddalloha wa rosulahu wa kanu aba’ahum au abna’ahum au ikhwanahum au ‘asyirotahum ula’ika kataba fi qulubihimul imana wa ayyadahum bi ruhin minhu[98](Engkau tidak akan menjumpai orang-orang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir dalam keadaan mencintai orang-orang yang memusuhi Alloh dan Rasul-Nya walaupun mereka (yang memusuhi Alloh dan Rasul-Nya) itu adalah orang tua sendiri, anak-anak sendiri, saudara-saudara sendiri, atau teman sepergaulan sendiri. Mereka itulah orang-orang yang telah Alloh tetapkan keimanan dalam hatinya dan Alloh kuatkan mereka dengan ar-ruh dari sisi-Nya.)
            Mereka para wali al-‘ahibba’ ini adalah ahli mendapat penopang kekuatan dari Alloh. Diriwayatkan dalam sebuah hadis Qudsi bahwa Alloh berfirman :”wajabat mahabbati lil mutahabbina fiyya wal mutajalisina fiyya wal mutabadzilina fiyya wal mutazawirina fiyya” (kecintaan (mahabbah)-Ku akan Aku berikan kepada orang yang saling mencintai karena-Ku, orang yang duduk-duduk karena-Ku, orang-orang yang saling memberi karena-Ku, dan mereka yang saling mengunjungi karena-Ku).

Al Muhaddatsun

            Mereka adalah wali-wali yang di ajak berbicara atau menerima pembicaraan dari sisi Alloh. Sahabat Umar bin Khotob adalah seorang dari Pembesar golongan ini. Syaikh Muhyiddin Ibnul Arobi berkata :”Pada zamanku yang termasuk dalam golongan mereka dan aku mengenalnya adalah Abul ‘Abbas Al Khossyab dan Abu Zakariya al-bucha’iy dari Ma’arroh yang sehari-hari berada di Zawiyah Umar bin Abdul Aziz di Dir al Baqoroh.
Wali-wali al Muhaddatsun ini ada dua golongan yaitu :
  1. Mereka yang menerima pembicaraan dari sisi Alloh dari balik hijab. Alloh berfirman wa ma kana libasyarin an yukallimahullohu illa wahyan au min waro’i hijab[99] (dan tidaklah Alloh berbicara kepada manusia melainkan berupa wahyu (ilham / isyarat) atau dari balik hijab). Mereka yang termasuk golongan ini terbagi ke dalam tingkatan-tingkatan yang banyak sekali.
  2. Mereka yang menerima pembicaraan dari ruh-ruh dan malaikat dalam hatinya. Terkadang bisa mendengar dari kedua telinganya atau berupa tulisan yang diperlihatkan kepada mereka.

Golongan yang bisa mendengar pembicaraan ruh-ruh ini menempuh jalannya dengan riyadhoh-riyadhoh nafsiyah (latihan-latihan penggemblengan kejiwaan) dan riyadhoh badaniyah (gemblengan fisik) dengan jalan mereka masing-masing. Karena hati dan jiwa ketika telah bersih dari kekeruhan terikat dengan watak nafsu akan bertemu dengan alam yang sesuai dan seharusnya ditempatinya. Maka di sanalah ruh itu akan menemukan apa-apa yang ditemukan oleh ruh-ruh yang luhur berupa ilmu-ilmu yang tersebar di alam malakut dan sir-sir yang hanya bisa terlihat dari alam malakut itu. Kemudian akan terukirlah dalam hati si pemilik jiwa yang bersih ini segala makna-makna yang tersimpan dalam seluruh alam. Dan akan hasil pengetahuan-pengetahuan gaib menurut kadar kekuatan yang diberikan Alloh pada masing-masing jiwa tersebut.
Karena walaupun ruh-ruh dan jiwa-jiwa itu memiliki satu persamaan, namun telah maklum bahwa masing-masing ruh atau jiwa memiliki kedudukan dan tingkat yang berbeda-beda. Sebagian dari mereka ada yang mendapat kedudukan agung di sisi Alloh. namun ada pula yang mendapatkan kedudukan lebih agung dari yang lain.
Jibril ‘alaihis salam misalnya. Walaupun beliau adalah salah satu yang terbesar di antara mereka, namun Mikail ‘alaihis salam  lebih agung dari Jibril dan kedudukannya di atas Jibril. Dan Isrofil lebih besar dari Mikail. Barang siapapun wali  yang dikaruniai hati seperti Isrofil akan mendapat hal-ahwal dan pemberian Alloh melalui hati Isrofil ‘alaihis salam. Wali ini lebih agung dari wali yang memiliki hati Mikail. Inilah. Setiap jiwa mendapat bagian masing-masing dari ruh malaikat yang sebangsa dengan mereka.  Tetapi banyak juga dari wali muhaddats ini yang tidak mengetahui malaikat siapa yang berbicara kepadanya.
Hal-hal yang digambarkan di atas tadi adalah merupakan hasil dari kebersihan jiwa dan hati. Dan pengaruh dari menjauhnya hati dan jiwa itu dari pengaruh unsur-unsur campuran badan yang mengikatnya. Ruh-ruh insan yang menerima pembicaraan malaikat-malaikat ini adalah ruh yang telah berada di luar susunan campuran badannya.
Akan tetapi kemampuan ruh untuk menerima pembicaraan malaikat-malaikat  (ilham malakiyah) ini bukan jaminan untuk memperoleh keberuntungan di sisi Alloh dan kebahagiaan akhirat. Karena kemampuan itu hanyalah hasil dari riyadhoh membersihkan hati dari kotoran-kotoran yang melekat padanya. Namun jika kemampuan ini dihasilkan dari riyadhoh melalui jalan yang di ajarkan Syariat dan mengikuti perilaku Nabi saw dan disertai dengan keimanan yang kuat maka dia mendapatkan dua hal sekaligus, yaitu kemampuan menerima pembicaraan (al hadits) dari ruh-ruh dan malaikat serta mendapatkan janji Alloh akan kebahagiaan hidup di akhirat.
Jika kemampuan menerima memaham ini tidak terbatas pada pembicaraan ruh-ruh dan malaikat saja, namun dikaruniai pula kemampuan untuk menerima memaham kalam Alloh yang berupa ilham robbaniyah, maka dia termasuk dalam golongan awal seperti di isyaratkan ayat Al Qur’an wa ma kana li basyarin an yukallimahullohu illa wahyan au min waro’ii hijab.

Al Akhilla’

            Al Akhilla’ adalah jama’ dari Al Kholil. Wali al kholil ini tidak memiliki jumlah tertentu. Kadang banyak dan kadang sedikit dalam setiap zamannya. Wali al-Kholil mendapat karunia seperti halnya Nabi Ibrohim Al Kholil, nama derajatnya sama hanya saja tidak tidak seagung dan sebesar milik Nabi Ibrohim ‘alaihis salam. Alloh berfirman wattakhodzallohu ibrohima kholilan[100] (dan Alloh menjadikan Ibrohim sebagai kesayangan).
            Nabi Muhammad saw bersabda (lau kuntu muttakhidzan kholilan lattakhodztu aba bakrin kholilan, wa lakin sohibukum kholilulloh) ”Seandainya aku boleh mengangkat orang tersayang (al Kholil) maka aku akan mengangkat Abu Bakar, namun sahabat kalian itu adalah kesayangan Alloh (Kholilulloh).”

As-Sumaro’

            Wali-wali as-sumaro’ ini adalah orang-orang istimewa dari wali-wali ahli hadits (al muhaddatsun). Mereka ini tidak ada pembicaraan sama sekali dengan ruh-ruh dan malaikat. Pembicaraan dan munajat mereka hanya bersama Alloh yang maha tinggi.




Al Warotsah

            Al warotsah adalah jama’ dari al warits (pewaris nabi). Wali al warits ini adalah ulama-ulama. Mereka ini ada tiga golongan yaitu dzolimun li nafsihi, muqtashid, dan sabiqun bil khoirot. Alloh mengisyaratkan dalam Al Qur’an : tsumma aurotsnal kitabal ladzinastofaina min ‘ibadina faminhum dzolimun linafsihi wa minhum muqtashid wa minhum sabiqun bil khoirot bi idznillahi dzalika huwal fadhlul kabir[101] (kemudian Aku wariskan Al-kitab kepada orang-orang yang Aku pilih dari hamba-hamba-Ku, sebagian dari mereka menganiaya terhadap dirinya sendiri, sebagian berlaku sedang-sedang seimbang, dan sebagian lain berlomba untuk beramal baik dengan idzin Alloh. itulah dia anugerah yang teramat agung). Nabi saw bersabda :”al ulama’u warotsatul anbiya’” (orang-orang alim yang sempurna adalah pewaris para Nabi).
            Adapun Firman Alloh mengenai pewaris Nabi Al Mustofa saw yang dzalim terhadap dirinya sendiri berkenaan dengan hal-ahwal sahabat Abu Darda’ dan ulama-ulama yang memiliki hal-ahwal sama dengan beliau. Mereka menganiaya dirinya demi kepentingan dirinya pula di akhirat dan di sisi Alloh. yaitu agar memperoleh kebahagiaan hidup di akhirat itu. Sebutan dzalim ini dikarenakan Rasululloh bersabda :inna linafsika alaika haqqon, wa li’ainika alaika haqqon” (sungguh dirimu memiliki hak atasmu, dan matamu memiliki haq atasmu). Jika seseorang berpuasa di siang hari sepanjang tahun selain hari-hari haram berpuasa, dan tidak memejamkan mata sepanjang malam, maka dia telah menganiaya badannya demi kepentingan badannya pula dan menganiaya matanya demi kepentingan si mata itu besok di akhirat. Wali-wali al warits yang termasuk dzolimun linafsihi ini menghendaki dan ahli untuk beramal yang berat-berat dan mengamalkan ‘azimah tanpa mengambil rukhsoh sama sekali. Jika mereka ditawari dua amal yang satu ringan dan satunya lagi berat, mereka akan memilih yang berat. Sebab mereka tahu dengan memayahkan diri dan beramal yang berat-berat terdapat hikmah memerangi nafsu yang selalu berkeinginan untuk mengambil yang enak-enak dan menganggurkan diri.  Mereka adalah orang-orang kuat sesungguhnya. Dan dzalim terhadap diri seperti ini bukan dzalim yang tercela dalam agama. Sebab Abu Darda’ tetap dalam keadaan seperti itu hingga meninggal dunia dan Rasulullah tidak mengharamkan perbuatannya. Serta Al Qur’an memberikan kesaksian bahwa amalan seperti itu termasuk ke dalam perilaku hamba-hamba Alloh yang terpilih dan mewarisi ilmu dari Al Qur’an (Al-Kitab).
            Adapun sunnah nabi datang dengan membawa dua hal yaitu rukhsoh (keringanan) dan azimah (berat) ini merupakan salah satu perwujudan rahmah Alloh dalam syari’at bagi seluruh muslimin. Karena diantara mereka terdapat pula orang-orang yang lemah yang tidak akan kuat jika dibebani amal-amal yang berat-berat terus menerus.
            Golongan kedua dari wali al warits adalah al muqtasid. Hamba Alloh ini memberikan hak-hak nafsunya menikmati enaknya dunia dengan tujuan menyemangatkan untuk beramal demi akhiratnya dan berkhidmah kepada Tuhannya. Mereka mengambil keadaan tengah-tengah di antara rukhsoh dan ‘azimah. Mereka beramal ‘azimah namun juga mengambil rukhsoh dan memandangnya sebagai suguhan dari Alloh yang tak pantas untuk di tolak.  Dan dalam urusan menghidupkan malam mereka disebut dengan mujtahid (orang-orang yang bertahajud) sebab mereka tidur di malam hari dan bangun pula di dalamnya. Mereka berpuasa namun mereka juga berbuka (tidak puasa). Demikian seterusnya menurutkan hal tengah-tengah inilah amalan dari wali al waris al muqtashid.
            Golongan ketiga yaitu sabiqun bil khoirot adalah hamba-hamba yang bersegera untuk mengerjakan amal baik sebelum masuk waktunya. Mereka berwudlu dengan sempurna dan menghadirkan hati di hadapan Alloh sebelum masuk waktu sholat, agar setelah masuk waktu sholat itu mereka benar-benar telah siap dan dapat menikmatinya dengan sempurna serta tidak ada urusan apapun yang mengganggunya. Mereka masuk dan duduk i’tikaf di masjid telah dalam keadaan sempurna dan suci sebelum adzan diserukan. Mereka bersegera mempersiapkan diri untuk amal sholih sebelum masuk waktu melakukan amal itu. Dalam urusan zakat mereka juga demikian. Mereka membayarkan zakat di awal waktu wajibnya tanpa menunda-nunda. Demikianlah mereka bersegera mempersiapkan diri melakukan segala amal saleh tanpa menunda-nunda walaupun diperbolehkan.
            Nabi saw bersabda kepada Bilal bin rabah :”Dengan  apa engkau mendahuluiku di surga ?” Bilal menjawab :”Saya tidak pernah berhadas kecuali bersegera wudlu, dan tidak pernah saya wudlu kecuali bersegera sholat dua raka’at.” Nabi berkata :”Nah ..itulah..”
           



AKHLAQ, SIFAT-SIFAT
DAN
PERILAKU HIDUP WALI- WALI KEKASIH ALLOH
DAN
PARA ULAMA PEWARIS NABI



            Ulama yang mampu menjadi pewaris nabi adalah penerang dalam kegelapan, pegangan di kala kebingungan, dan penyejuk di tengah kehausan jiwa kaum muslimin. Merekalah wali-wali kekasih Alloh yang menjadi pintu rahmat kasih sayang-Nya di muka bumi. Kerinduan umat kepada figur-figur ulama seperti ini telah tak tertahankan lagi. Umat ini rindu bertemu seorang alim yang berpakaian akhlaq-akhlaq Rasululloh. Dan berperilaku benar-benar seorang hamba Alloh bukan hamba dunia dan segala kemegahannya.
            Apalagi di zaman sekarang ini, zaman yang telah teramat dekat dengan waktu yang dijanjikan Alloh, bahwa dunia dengan segala kehidupannya akan  tergulung dan berakhir. Bermunculan banyak sekali pembohong-pembohong dalam agama. Mereka menyandang nama seorang alim nan pertapa, guru rohani, dan sederet lain identitas agama. Namun jika diperhatikan dengan seksama, identitas lahir dan perbuatannya bagaikan minyak dengan air, bertentangan. Mereka memakai pakaian serba putih, kepala berikat serban, dan jari-jari tak pernah lepas dari untaian biji-biji tasbih. Namun mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kelezatan kehidupan dunia dan kedekatan dengan penguasa. Bahkan sampai hati menjual ayat-ayat Tuhan-nya dengan imbalan materi yang teramat sedikit bahkan dengan harta yang haram pula.
            Rindu sekali rasanya ingin bertemu dengan ulama yang memiliki pijakan kuat dalam zuhud, ibadah, wira’iy, dan mencegah anggota tubuh yang lahir dan yang batin dari terjatuh ke dalam perbuatan yang dilarang Alloh. Ingin sekali rasanya menjumpai seorang alim yang mau menolak pemberian penguasa dan menghindar bertemu dengan kepala pemerintahan yang dzalim. Di manakah kita bisa menjumpai lagi ulama-ulama yang berperi laku Qur’ani dan terlihat ketakutannya kepada Alloh di wajah dan hal ahwalnya sehari-hari…. Ya Robbi… Pertemukanlah kami dengan wali-wali kekasihmu. Berilah kami pertolongan, kekuatan, dan keteguhan untuk berhias dengan akhlaq budi pekerti mereka. Hingga benar-benar engkau perlihatkan kepada kami kejernihan mata air ilmu, mahabbah, dan takut kepada-Mu dalam hati dan badan kami. La haula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim.
            Berikut ini adalah akhlaq-akhlaq dan perilaku yang selalu dimiliki oleh para ulama pewaris nabi dan wali-wali kekasih Alloh. inilah akhlaq-akhlaq dan perilaku hidup yang membedakan mana emas dengan loyang, mana yang benar-benar ulama kekasih Alloh dan ulama kekasih setan. Dengan memohon pertolongan Alloh Dzat Penguasa Alam Raya, inilah taman penuh bunga dalam keindahan hati para wali-wali Alloh, ulama-ulama yang ahli mengamalkan ilmu, dan para pencari ridho Tuhan Pencipta semesta.






I

Termasuk akhlaq dan perilaku hidup waliyulloh dan ulama salaf yang sholih adalah selalu menetapkan diri pada Al Qur’an dan Sunnah seperti halnya sebuah benda dengan bayangannya. Tidak ada seorangpun dari mereka yang mengajukan diri membimbing manusia menuju ke jalan Alloh (irsyad) kecuali setelah memiliki keluasan ilmu-ilmu syari’at seluas samudera.
            Syaikh Abul Qosim Al Junaid Rodhiyallohu ‘anhu berkata : “ Kitab kita ini (Al Qur’an dan Sunnah) adalah penghulu segala kitab dan mengumpulkan makna semua kitab itu. Syari’at kita ini adalah Syari’at yang paling jelas terang dan paling lembut. Thoriqoh kita ini (thoriqoh Shufiyah) ditegakkan dikuatkan oleh Al Qur’an dan Sunnah. Oleh karena itu barang siapa yang tak bisa baca Al Qur’an, tidak menjaga sunnah, dan tidak bisa memahami makna keduanya tidak sah dijadikan panutan. Beliau bahkan juga berkata kepada murid-muridnya :”Seandainya kalian menyaksikan seseorang yang mampu duduk bersila di awang-awang maka janganlah kalian jadikan dia sebagai panutan sampai kalian mengetahui perilaku hidupnya terhadap perintah dan larangan Alloh. Jika  kalian telah melihat orang itu melakukan seluruh perintah Alloh dan menjauhi semua larangan-Nya, maka kalian boleh meyakininya dan menjadikannya sebagai panutan. Jika kalian melihatnya tidak melaksanakan perintah Alloh dan menerjang larangan-larangan-Nya maka jauhilah dia !”
Akhlaq seperti ini, yaitu berdiri tegak tetap dalam jalur ayat-ayat Al Qur’an dan Sunnah telah menjadi sesuatu yang sulit sekali ditemukan berada dalam fuqoro’[102] zaman ini. Banyak sekali orang-orang sekarang ini mengikuti orang yang mengaku syaikh atau guru rohani yang sama sekali tidak memiliki pijakan dalam thoriqoh, tidak memiliki dzauq dalam ilmu dan amalan-amalan hati, serta tidak tertib dalam amalan lahiriyah. Namun syaikh-syaikh karbitan ini dengan nekad menggerakkan lisan mereka berbicara tentang fana’, baqo’, mahabbah, dan khouf. Yaitu hal-hal yang tidak pernah sekalipun mereka alami atau mereka cicipi rasanya.
Mereka mempesona murid-murid mereka dengan keindahan kata-kata yang mereka anggap taushiyah namun sejatinya mereka mengajukan diri menghadang bahaya kengerian kemurkaan Alloh. Bagaimana tidak demikian, karena kedudukan mereka sebagai ‘mursyid thoriqoh’ ini mereka jadikan alat mencari wibawa di hadapan para penguasa dan kedekatan pergaulan dengan mereka. Terkadang mereka mendatangi pejabat-pejabat itu dengan atribut ke-syaikh-an mereka hingga kemudian sang pejabat memberikan sepotong harta rakyat yang berada di tangan mereka. Dan jadilah sang syaikh memakan harta yang haram, karena dia mendapatkan pemberian itu dengan cara yang berbau penipuan, yaitu dengan membungkus nanah dan borok dalam hati mereka dengan pakaian alim nan saleh. Benar-benar nyata firman Alloh dalam diri mereka :
الذين ضل سعيهم فى الحياة الدنيا و يحسبون انهم يحسنون صنعا
“Orang-orang yang tersesat perjalanannya dalam kehidupan dunia namun mereka merasa bahwa mereka memperbagus dengan sempurna dalam amal mereka.”
            Sungguh jalan yang ditempuh oleh ulama shufiyah (Alim ahli Tasawuf) adalah jalan yang benar-benar bersih, berlandasan dan berpagar kitabulloh dan sunah rosul. Jalan ini berhias dengan adab-adab  dan hal-ahwal Rosululloh dan para sahabatnya.
Syaikh Ali al Khowas rahimahulloh guru dari Wali Qutb Syaikh Abdul Wahab As-Sya’roni menyampaikan bahwa jalan yang ditempuh kaum shufiyah rodhiyallohu ‘anhum ini benar-benar dikukuhkan dan dipilah-pilah dengan kaidah-kaidah Al Kitab dan As-Sunnah sebagai halnya pemilahan emas dan mutiara. Karena dalam setiap gerakan dan diam bagi seorang alim nan sufi terdapat satu niat sholih yang sesuai dengan timbangan syari’at. Dan tidak akan bisa mengerti cara memasukkan niat dan menempatkan niat-niat itu kecuali orang-orang yang memiliki pemahaman ilmu syari’at seluas samudera.
            Dan bohong besar orang yang mengatakan bahwa thoriqoh shufiyah tidak bersumber dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Karena hakikat seorang shufi adalah hamba yang ahli ilmu dan mengamalkan ilmunya dengan penuh keikhlasan. Hanya itu…bukan yang lain.
            Dan yang diharapkan seorang guru dari murid thoriqoh dengan mujahadah-mujahadah, riyadhoh, berpuasa, ‘uzlah, mengunci lisan, wira’iy, zuhud, dan lain-lain adalah agar mereka menjalankan diri dalam penghambaan kepada Alloh menyerupai amalan pendahulu-pendahulu mereka yang saleh-saleh. Namun ketika amalan-amalan itu telah banyak hilang dari muka bumi karena matinya para pengamalnya, maka sebagian orang menyangka bahwa amalan itu telah keluar dari lingkup Al Kitab dan As-Sunnah. Mereka lupa bahwa memaham perilaku syari’at yang dicontohkan Nabi dan para sahabat dengan berupa perbuatan-perbuatan tidak akan bisa sempurna kecuali dengan melihat praktek perbuatan-perbuatan itu secara nyata dengan bergaul dengan orang-orang yang mengamalkannya. Tidak cukup dengan membaca keterangan berupa teks-teks tulisan saja. Karena “kata-kata” sebagaimana diketahui memiliki keterbatasan dan memiliki potensi salah tafsir teramat besar. Sementara mengambil ilmu dengan memperhatikan langsung praktek pelaksanaannya akan lebih mendatangkan kesempurnaan pemahaman dan pengaruh kejiwaan yang besar.
            Karena inilah, para guru-guru thoriqoh yang sesungguhnya adalah tauladan-tauladan dengan amalan-amalan mereka. Menularkan perasaan-perasaan ke-hamba-an (adzwaq al ‘ubudiyah) dengan ungkapan-ungkapan hati berupa kata-kata berselimut cahaya. Orang-orang yang hanya dengan bertemu dan berkumpul dengan mereka telah menarik rasa tenteram. Orang-orang yang dengan diamnya mampu mengajak siapapun di sekelilingnya untuk berdzikir dan mengukir nama Alloh dalam hatinya. Mereka tidak berucap apapun melainkan telah ber-istikhoroh kepada Tuhan-nya dan dengan idzin-Nya. Mereka inilah emas sebenarnya, dan mutiara sebening-beningnya. Mereka yang menjadikan makna la haula wa la quwwata illa billah sebagai pengganti darah mereka. Maha suci Alloh Dzat yang melimpahkan rahmat kasih sayangnya dengan menampakkan wali-wali-Nya. Memagari mereka dengan adab dan tata krama, hingga orang yang memiliki mata hati benar-benar akan dapat membedakan mereka dari musang berbulu domba.





















II

            Termasuk perilaku hidup para auliya adalah keengganan mereka terhadap apapun perbuatan dan perkataan hingga mereka mengetahui kesesuaiannya dengan Al Qur’an dan As-Sunnah.
            Dari ini, diketahui dengan yakin bahwa seseorang yang termasuk dalam lingkungan shufiyah tidaklah mencukupkan hanya dengan melihat amalan orang banyak untuk dasar perilaku mereka. Bahkan mereka tidak segan berseberangan dengan amalan orang banyak yang tidak memiliki kesesuaian dengan Al Qur’an dan As-Sunnah.  Terutama pada zaman akhir di mana keadaan pengamalan agama telah demikian bercampur aduk dan terbalik-balik. Yang sunnah dianggap bid’ah dan bid’ah dianggap sunnah karena banyak orang yang mengamalkannya.
            Syaikh Abdul Wahhab As-Sya’roni dalam ungkapan keprihatinannya terhadap fuqoro’[103] menuqil sebuah hadis yaitu :
لا تقوم الساعة حتى تصير السنة بدعة فاذا تركت البدعة يقول الناس تركت السنة
“Tidak akan tegak hari Qiyamat hingga amalan sunnah menjadi bid’ah dan ketika bid’ah ditinggalkan maka orang banyak akan berkata “Telah ditinggalkan sebuah sunnah”.
            Bahkan ada sebagian dari ahli thoriq yang ketika mereka tidak menemukan petunjuk sebuah amal dari sunah Nabi SAW yang tertulis dalam kitab-kitab ilmu hadis yang ada, mereka kemudian ber-tawajuh kepada Nabi saw. dengan hati mereka. Dan ketika ruhani mereka telah hadir di hadapan Nabi saw. Merekapun bertanya mengenai permasalahan tersebut dan mengamalkan apapun keterangan dan jawaban yang diberikan Nabi saw. Hanya saja keistimewaan seperti ini hanya khusus dimiliki oleh pembesar-pembesar rijal ahli thoriq saja.
            Lalu apakah boleh bagi seorang yang telah dikaruniai Alloh kedudukan derajat mampu bertawajuh kepada Nabi saw untuk memerintahkan orang lain dengan perkara yang di dapat dari perintah Nabi saw. kepadanya dengan jalan tawajuh ini ?
            Allohumma..sebaiknya dia tidak melakukan hal seperti itu. Karena perintah Nabi yang didapat dari tawajuh ini adalah sesuatu yang merupakan tambahan dari sunnah yang telah ditetapkan terkumpul dengan jalan penuqilan dan periwayatan ilmiyah syar’iy. Sementara membebani orang lain dengan hal-hal yang lebih dari itu adalah termasuk takalluf dan memberatkan umat, hal seperti ini tidak sesuai dengan akhlaq seorang pembimbing rohani yang dicontohkan oleh Rasulullah yang diutus dengan membawa rahmat kasih sayang dan agama yang murah serta penuh kemurahan.
            Benar-benar teruji dalam sejarah bahwa para ulama salaf yang saleh selalu menganjurkan murid-murid dan pengikutnya untuk berpegang teguh mengikatkan diri dan perilaku mereka pada Al Qur’an dan As-Sunnah. Bahkan terkadang mereka bermaksud untuk memerintahkan sebuah perkara yang mereka pandang sohih dalam ilmu mereka, namun ketika ada yang menyampaikan bahwa Nabi tidak pernah memerintahkan hal seperti itu, mereka pun menarik diri dari keinginannya tersebut. Seperti terjadi pada Khalifah Umar bin Khotob yang berkeinginan untuk memerintahkan orang-orang agar tidak memakai jenis pakaian tertentu yang pewarnaannya menggunakan campuran pewarna dan air kencing wanita tua. Namun ketika ada orang yang bersaksi dan mengatakan bahwa pakaian ini telah dipakai sejak zaman Nabi dan beliau tidak pernah memerintahkan untuk menanggalkannya, maka Khalifah-pun menarik diri dari keinginannya itu.
            Sayid Ali Zainul Abidin radhiyallohu ‘anhu pernah berkata kepada putranya agar beliau dibuatkan pakaian khusus yang akan dipakainya untuk membuang hajat. Beliau bermaksud agar tidak memakai pakaian yang sama untuk sholat menghadap Alloh dan memakainya lagi ketika berada dalam keadaan buang hajat. Putra beliau menjawab bahwa hal seperti ini tidak pernah dilakukan oleh Rasululloh. Dan Sayid Ali Zainul Abidin pun menarik diri dari keinginannya tersebut.
            Karena itu … Marilah pelajari Al Qur’an dan As-Sunnah seluas-luasnya. Kemudian renungkan dan jadikan pedoman seluruh perkataan dan perbuatan. Jangan dahulu ingkar dan berburuk sangka terhadap suatu amalan sebelum melakukan penelitian sedalam-dalamnya dan meminta keterangan langsung dari yang bersangkutan. Agar kita tidak terjebak dalam fitnah mem-bid’ah-kan sunnah dan men-sunnah-kan bid’ah. Jika jalan yang ditempuh para ahli thoriqoh shufiyah adalah bid’ah, jika mereka yang senantiasa takut menjalani sebuah perkara hingga mengetahui kesesuaiannya dengan Al Qur’an dan As-Sunnah adalah ahli bid’ah, maka sungguh tak ada lagi sunni di muka bumi ini. Alhamdulillahi robbil ‘alamin.


III

Termasuk akhlaq dan perilaku para auliya’ radhiyallohu ‘anhum adalah banyaknya menyerahkan urusan kepada Alloh baik urusan diri mereka sendiri, anak-anak mereka,  murid-murid, dan lingkungan mereka. Tidak ada tumpuan dalam urusan menarik hidayah bagi diri mereka, anak-anak mereka, murid-murid, dan masyarakat sekitar mereka selain perbuatan Alloh yang memiliki segala keagungan dan kemuliaan.
Syaikh Abdul Wahhab As-Sya’roni berkisah :”Sungguh anakku si Abdurrohman itu tidak memiliki sedikitpun semangat dan keinginan untuk menuntut ilmu agama. Dan aku sangat prihatin dan bersedih karenanya. Berbagai usaha telah aku lakukan namun sedikitpun tidak merubah keadaaannya. Hingga terbetik ilham dalam hatiku untuk menyerahkan urusan si Abdurrahman kepada Alloh Dzat yang menciptakannya. Dan akupun berdoa, bermunajat kepada-Nya pada malam itu. Aku serahkan urusan kebaikan putraku kepada Raja-nya. Dan sejak malam aku bermunajat itu aku melihat putraku mau muthola’ah ilmu tanpa diperintah dan dengan keinginannya sendiri. Bertambah lagi rasa syukur itu karena aku melihat putraku ini telah menemukan manisnya ilmu, dan memiliki kecerdasan ketajaman pemahaman yang mengalahkan para penuntut ilmu yang telah bertahun-tahun bergelut dengan ilmunya. Ternyata Alloh memberikan aku kelonggaran dari kepayahan dengan menyerahkan bulat-bulat urusan ini kepada-Nya. Semoga Alloh menjadikannya termasuk ulama’ul ‘amilin yang ahli mengamalkan ilmunya. Amien.”
Syaikh Ali Al Khowwas berkata :”Tidak ada sesuatu yang lebih bisa bermanfaat bagi putra-putra para ulama dan sholihin selain mendoakan mereka dari kejauhan dan menyerahkan urusan kebaikan anak-anak itu kepada Alloh”.
Syaikh Abil Hasan Asy-Syadzili ketika diberikan berita kelahiran putrinya juga melakukan hal yang sama. Beliau kemudian masuk ke dalam ruangan kholwat. Selama tujuh hari di dalamnya beliau berdoa, bermunajat kepada Alloh menyerahkan urusan kebaikan putrinya ini kepada-Nya. Pada hari ketujuh ketika tiba hari penyembelihan aqiqoh beliau-pun meminta agar putrinya di bawa mendekat. Kemudian dipondong dan dikecup bibir putrinya sambil berdoa dan beliau berkata :”Marhaban…selamat datang putriku..Wajihah..jadilah engkau yang terkenal kebaikannya (Arifatul Khoiriyah).” Dan setelah besar Sayyidah Wajihah ini menjadi wanita ahli al Qur’an yang menjadi tujuan para penuntut ilmu dan guru-guru di seluruh Mesir dan sekitarnya untuk men-tajwid-kan bacaan Al Qur’an dalam Qira'at tujuh dengan beliau mengajar mereka (yang bukan muhrim) dari balik hijab. tanpa berhadapan wajah.


IV

Termasuk perilaku hidup para auliya’ adalah besarnya keikhlasan mereka dalam ilmu dan amal. Dan selalu mengkhawatirkan masuknya riya dalam ilmu dan amalnya itu.
Wahab bin Munabbih rahimahulloh berkata :”Barang siapa mencari dunia dengan amalan akhirat maka Alloh akan membalikkan hatinya dan menuliskan namanya dalam buku induk daftar ahli neraka.”
Dan termasuk sebagian dari tujuan dunia adalah mencari ketenaran, mencari nama baik, agar dikenal sebagai orang saleh, agar dipilih dalam kampanye calon anggota legislatif  atau dalam kampanye-kampanye mencari jabatan lain, dan berbagai wajah memamerkan diri atau menonjolkan diri dalam pergaulan masyarakat manusia. Jika maksud-maksud tersembunyi seperti disebutkan di atas disertakan dalam sebuah amal kebaikan sebangsa akhirat maka jadilah itu sebagai kegiatan mencari dunia dengan amalan akhirat.
Imam Sufyan As-Tsauri rahimahulloh sering sekali mencela dirinya sendiri dengan berkata :”Hai Sufyan..Engkau ini berbicara dengan pembicaraan orang-orang saleh yang ahli berbuat ketaatan dan ahli beribadah namun amalan-amalan-mu adalah amal orang-orang fasiq, munafiq, dan suka memamerkan diri. Ini bukanlah sifat-sifat orang yang ikhlas.”
Ada orang bertanya kepada Dzun Nun Al Mishri rahimahulloh :”Kapankah seseorang bisa mengetahui bahwa dirinya telah menjadi hamba yang ikhlas ?” Beliau menjawab :”Jika dia telah berusaha sekuat tenaga untuk beramal ketaatan dan menyukai kejatuhan derajatnya di antara sesama manusia.”
Syaikh Muhammad ibnul Munkadir rahimahulloh berkata :”Aku lebih menyukai saudara-saudara seagamaku menampakkan tanda-tanda kebaikan mereka di malam hari. Karena ini lebih mulia dari pada memperlihatkannya di siang hari. Sebab di siang hari hal itu dapat dilihat oleh orang banyak dan di malam hari diperuntukkan bagi Tuan semesta alam.”
Ada seseorang bertanya kepada Syaikh Yunus bin Ubaid rahimahulloh :”Apakah masih ada seseorang yang beramal seperti amalan Syaikh Al Hasan Al Bashri ?” Beliau menjawab :”Aku tidak melihat ada yang mampu berbicara seperti pembicaraannya, bagaimana ada yang beramal seperti amalannya ? Mau’idhoh Syaikh Al Hasan Al Bashri mampu membuat hati menangis, sedang mau’idhoh selainnya tidak bisa membuat mata menangis."
Imam Sufyan bin Uyainah rahimahulloh pernah memberikan mau'idhoh dalam sebuah pertemuan Qori'-qori' penghafal Al Qur'an :"Bagaimana seorang yang hafal Al Qur'an dapat mengamalkan isi Al Qur'an sementara dia di malam harinya tidur, siangnya tidak berpuasa, dan mau mengambil hal-hal haram dan syubhat..?"
Syaikh Mansur bin Al Mu'tamir rahimahulloh dalam sebuah majlis ulama menyampaikan : "Kalian semua bukanlah ulama' tapi orang-orang yang bergembira dalam kelezatan dengan ilmu-ilmu. Seorang dari kalian mendengar sebuah masalah agama kemudian diceritakannya kepada orang-orang. Jika benar-benar kalian ini beramal dengan ilmu-ilmu itu, maka akan merasakan dan menelan kepahitan-kepahitan dan hal-hal yang menyakitkan tenggorokan. Jika benar-benar kalian mengamalkan ilmu maka ilmu kalian akan mendorong kalian untuk berlaku wira'iy dan berhati-hati hingga dengan ilmu itu kalian akan melihat dan tidak bisa menemukan sepotong roti yang enak untuk dimakan…"
Al Fudhail bin 'Iyadh berkata :"Seandainya tidak ada kekurangan yang menghinggapi para ahli Al Qur'an dan Ahli Hadis maka pastilah mereka telah menjadi manusia-manusia pilihan. Namun mereka menjadikan ilmu mereka itu sebagai profesi dan alat mencari penghidupan, dan karena inilah mereka menjadi remeh tidak terhormat di kalangan alam malakutlangit-langit dan bumi. [104]
Imam Muhammad bin Idris As-Syafi'iy berpesan :"Sebaiknya seorang alim  memiliki simpanan amal saleh yang tidak diketahui siapapun selain dirinya sendiri dan Alloh ta'ala. Karena sungguh apapun yang terlihat oleh orang banyak baik berupa ilmu atau amal akan sedikit sekali manfaatnya di akhirat. Dan tidaklah seseorang bertemu dengan seorang alim dalam mimpi yang berkata :"Alloh mengampuniku karena ilmuku" melainkan hanya sedikit.
Wali agung Syaikh Abdul Wahhab As-Sya'roni berpesan :"Karena itu …Wahai Saudaraku…telitilah dirimu sendiri dalam urusan ilmu dan amalmu… Tangisilah dirimu sendiri jika Engkau melihat ada riya' atau sum'ah dalam hatimu…Karena Engkau telah melihat orang-orang besar yang termasuk ulama' amilin dan ahli ikhlas memposisikan diri mereka menjauhi riya' dan sum'ah sedemikian kerasnya.."


V
Termasuk perilaku hidup para auliya' radhiyallohu anhum adalah mereka selalu mendiamkan saudara sesama ulama yang bergaul rapat dengan penguasa atau bolak-balik mendatangi pintu rumah mereka tanpa dhorurot Syar'iyah dan kemaslahatan seperti dalam usaha memerintah penguasa untuk berbuat ma'ruf dan mencegah mereka berbuat dzalim.
Mereka berlaku seperti itu karena mengamalkan hadis Nabi yang artinya kurang lebih :"Sungguh di dalam Neraka Jahanam ada jurang yang disebut Haihab. Alloh menyediakannya bagi para pemegang kekuasaan yang sewenang-wenang dan Qori' – Qori' (orang yang menguasai ilmu Al Qur'an) yang tukang menjilat. Mereka masuk bergaul dengan penguasa-penguasa yang lalim."
            Gubernur (wali negeri) Basrah pernah berkata kepada Syaikh Malik bin Dinar :"Apakah Tuan mengerti, apa yang membuat tuan berani berkata keras kepada kami dan kami tak kuasa untuk menandingi membalasnya ? Yaitu tidak adanya pengharapan Tuan akan harta benda yang berada pada kami dan ketidaksukaan Tuan akan akan itu."


VI
Temasuk perilaku hidup para auliya' adalah usaha mereka untuk meninggalkan kemunafikan. Yaitu menyamakan keadaan lahir dan batin mereka agar tetap dalam kebaikan. Tidak ada dalam kamus mereka memperlihatkan kebaikan pada dzahirnya dan dalam hati mereka menyimpan kebusukan. Lahir dan batin selalu sama. Hingga tak ada satupun amal mereka yang akan dipermalukan besok di akhirat.
Termasuk wasiat Al Khodhir alaihissalam kepada Umar bin Abdul Aziz ketika keduanya bertemu di Madinah Al Musyarofah adalah :"Wahai Umar…Jangan sampai engkau ini menjadi waliyulloh dalam tampak lahirnya dan menjadi musuh Alloh dalam tampak batinnya. Karena orang yang lahir dan batinnya tidak sama adalah munafik. Dan orang munafik akan berada di lapisan paling bawah dari neraka." Mendengar ini Umar bin Abdul Aziz menangis tersedu hingga air mata membasahi jenggotnya.
Dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa Rasululloh SAW bersabda :
يخرج فى اخر الزمان اقوام يحتالون (اى يطلبون الدنيا بعمل الاخرة اى الدنيا بالدين) يلبسون جلود الضأن من اللين السنتهم احلى من العسل و قلوبهم قلوب الذئاب يقول الله تعالى  ا بى يغترون ام على يجترئون فبى حلفت لابعثن على اولئك فتنة تدع الحليم فيهم حيران

“Akan muncul di akhir zaman suatu kaum yang ahli khilah (yaitu mencari dunia dengan amalan akhirat yaitu mencari dunia dengan alat agama) mereka memakai kulit-kulit domba dalam hal kehalusan bulunya, lisan-lisan mereka lebih manis dari madu dan hati mereka adalah hati-hati harimau. Alloh berkata (tentang mereka) :”Apakah mereka tertipu oleh-Ku atau mereka benar-benar berani menentang-Ku. Maka Demi Aku, Aku bersumpah akan benar-benar aku bangkitkan fitnah pada orang-orang tersebut yang membuat orang-orang yang bersabar di antara mereka dalam keadaan bingung..”

Ungkapan Rasululloh “mereka memakai kulit-kulit domba dalam hal kehalusan bulunya” ini sungguh ungkapan yang paling mampu melukiskan tampak lahir dari ulama-ulama dan qori-qori yang ahli ber-khilah. Dalam hal pakaian, mereka itu sungguh bagai alim nan pertapa. Pakaian mereka mensyiarkan kezuhudan terhadap dunia dan kehalusan budi pekerti. 
Rasululloh melukiskan lagi sifat mereka dengan “Lisan mereka lebih manis dari pada madu”. Sungguh ungkapan ini sangat tepat. Karena ulama-ulama, qori-qori, dan ahli ilmu agama yang menjadi budak dunia ini ketika mereka menggerakkan lisan mereka dan ‘bercerita’ tentang ilmu agama dan keindahan akhirat sungguh teramat manis di telinga dan melenakan. Namun ketika telah selesai ‘pertunjukan tausiyah’ ini tak ada satupun yang berbekas baik di hati orang-orang yang mendengar lebih-lebih pada si alim sendiri. Status ustad, guru agama, guru spiritual, kyai, ustadzah, ahli qiro’ah, dan berbagai sebutan lain bagi mereka adalah sama dengan profesi yang berujung pada popularitas dan merupakan alat untuk mencari kemakmuran dan gemerlap keuntungan finansial. Semakin besar nilai uang yang diperoleh untuk sebuah bentuk acara yang bernuansa religi, maka mereka-pun akan berlomba dan tak  sungkan melamar bahkan mengikuti audisi untuk itu. Dan mereka pun tak perduli dengan siapa mereka manggung. Bahkan satu panggung dengan penyanyi-penyanyi pun mereka lakoni dengan dalih berdakwah sambil bermusik. Mereka lupa bahwa kebatilan dan haq tak dapat berkumpul dalam satu tempat. Inilah wajah ahli-ahli tausiyah zaman akhir. Muslimin banyak tertipu dan lebih banyak lagi mereka yang tertegun dalam kebingungan tiada akhir.
Rasululloh melukiskan lagi sifat mereka :”Hati-hati mereka adalah hati-hati macan  (Raja dari binatang buas).” Sungguh keadaan jiwa mereka tidak sekedar mirip hewan yang buas, bahkan di antara sekian hewan-hewan buas merekalah rajanya. Memiliki kebuasan dan keserakahan melebihi yang lain. Kegelapan hati mereka sungguh tak terkira. Hingga dengan enteng mereka menipu orang lain dengan kemunafikan. Mereka memperlihatkan kebaikan dan kata-kata bijak namun mereka menyimpan kerakusan nafsu dunia dan kebusukan rohani. Dan memang inilah yang disebut dengan hakikat munafik. Lebih parah lagi mereka berani menghadang pedihnya azab akhirat dengan keadaan tersenyum. Yaitu dengan menjual ayat-ayat Alloh ditukar imbalan materi yang tak seberapa.
Syaikh Abu Abdillah Al Antoqiy rahimahulloh berkata :”Amalan yang paling utama adalah meninggalkan maksiat-maksiat yang batiniyah (tersembunyi dalam hati).” Kemudian ada yang bertanya pada beliau :”Mengapa bisa demikian ?” Beliau menjawab :”Ketika maksiat-maksiat batiniyah ini dijauhi maka orang tersebut terhadap maksiat-maksiat yang lahir akan lebih menjauh. Karena barang siapa yang keadaan batinnya lebih baik dari hal-ahwal lahir yang terlihat umum maka inilah keutamaan sesungguhnya. Barang siapa yang lahir dan batinnya sama maka inilah keadilan keseimbangan sesungguhnya. Barang siapa yang tampak lahirnya lebih baik dari keadaan batinnya maka inilah kejahatan sesungguhnya.”
Syaikh Malik bin Dinar berkata :”Barang siapa yang memerintah orang lain dengan perkara yang hal-ahwalnya sendiri tidak mampu menjangkaunya maka orang ini munafiq. Kecuali jika ada orang yang menanyakan mengenai hokum dari hal tersebut.” Beliau juga menyampaikan :”Janganlah dirimu menjadi hamba Alloh yang saleh di siang hari, dan menjadi setan yang durhaka di malam hari”.
Sahabat Az-Zubair bin Al ‘Awwam berkata :”Jadilah kalian orang yang memiliki simpanan amal-amal saleh yang tidak diketahui manusia sebagaimana kalian memiliki kejelekan-kejelekan yang tidak pula diketahui oleh mereka.” Artinya hendaklah kita memiliki amal-amal saleh yang hanya dapat dilihat oleh Alloh saja, dan jangan sampai diketahui oleh orang lain sebagaimana kita memiliki kejelekan dan cacat yang sekuat tenaga kira sembunyikan agar jangan sampai orang lain mengetahuinya.
Subhanalloh…sungguh zaman kita ini telah benar-benar terbalik-balik, dan kusut masai tak terurai. Hal-hal sunnah dianggap bid’ah dan sebaliknya. Kebaikan, kesuksesan, dan keindahan hanya dilihat dari kepingan-kepingan emas, dan butiran beras. Allohu akbar…ya Alloh lindungilah kami dari kesesatan..Dekatkan kami..Kenalkan kami dengan kekasih-kekasih-Mu..Wali-wali pilihan-Mu…agar kami terhindar dari beratnya kemarahan-Mu..amin.



























MANAQIB PARA AULIYA’
DI TANAH JAWA

  1. Sunan Muria (Raden Umar Said)

Beliau adalah putra dari Sunan Kalijogo. Hasil perkawinan dengan putri Syaikh Ali Rahmatulloh, Sunan Ampel. Pendidikan yang diberikan Sunan Kalijogo kepada Raden Umar Said sejak bayi hingga usia tamyiz adalah dengan menanamkan tata karma adabiyah kepada orang tua. Untuk meletakkan dasar birrul walidain kepada Raden Umar said sejak kecil, agar supaya birrul walidain ini dapat menyatu dengan darah dan terpancar dalam hal-ahwal sehari-hari dengan tanpa paksaan karena telah menjadi kebiasaan. Hingga diceritakan bahwa adab tata karma Raden Umar Said kepada kedua orang tuanya ini melebihi tata karma murid kepada gurunya. Sunan Kalijogo dalam mendidik Raden Umar Said kecil ini memang pertama kali hanya mengkhususkan tata karma kepada orang tua dan mengenalkan asma-asma Alloh hingga menancap ke dalam hati Raden Umar said sejak kecil. Tidak ada yang lain selain dua hal ini.
Barulah ketika beliau telah berumur 5 tahun mulai mengaji Al Qur’an kepada kedua orang tuanya sendiri. Hingga pada umur 9 tahun, Raden Umar said telah hafal Al Qur’an beserta tafsir lafad-lafadnya dan penjelasan maknanya. Subhanalloh.
Setelah itu beliau dititipkan kepada Sunan Ampel untuk mengaji. Namun ini tidak berlangsung lama karena Sunan Ampel kemudian Wafat. Beliau kemudian dibawa mengaji kepada Sunan Ngudung oleh Sunan Kalijogo. Di sana beliau mengaji bersama dengan ulama-ulama dan wali-wali yang lain.

Raden Umar said ini mewarisi keluwesan dakwah dari Sunan Kalijogo. Beliaulah yang menggubah dua tembang macapat yaitu Sinom Parijoto dan Maskumambang.

Setelah Sunan Kalijogo membaca dan menyimak dua hasil karya Raden Umar Said ini, beliau kemudian memberikan perintah agar Raden Umar Said membuat pesantren di Gunung Muria. Dan sejak ini mulailah beliau mengajar dan berdakwah kepada Masyarakat banyak.

Raden Umar Said ini termasuk wali yang tergolong dalam “Ad-Dzohiruna bi amrillah ‘an amrillah”. Wali yang memperlihatkan diri dan status khususiyahnya karena diperintahkan oleh Alloh untuk menegakkan hukum-hukum dan kalimah-kalimah Alloh. Wali-wali yang bersifat seperti ini hanya ada 18 orang dalam satu periode yang tersebar ke seluruh penjuru dunia. Dan Sunan Muria adalah salah satunya. Jika di tanah arab yang pernah terkenal dari golongan ini adalah Syaikh Abu Madyan Su’aib Al Andalusi dari Andalusia (Spanyol).

Khoriqul adat bagi beliau Sunan Muria adalah hal lumrah dan terjadi setiap saat. Murid-murid beliau banyak yang menjadi pendekar-pendekar pembela agama dan syari’at yang kuat-kuat dan perkasa.

Beliau hingga saat ini masih bertasarruf seperti halnya dahulu. Masih mengajar ilmu kepada orang-orang yang dikehendakinya, masih memberikan barokah doa dan karomahnya kepada siapapun yang berkunjung ke ‘rumah kediamannya’ di puncak Muria.

Karena beliau termasuk wali yang karomahnya teramat dzahir maka su’ul adab dan perbuatan tidak baik di lingkungan Muria akan mendapatkan balasan seketika dari Alloh. Pernah diceritakan bahwa ada seseorang yang sedang kesulitan dalam usaha. Kemudian dia berdoa kepada Alloh bertawassul dengan Syaikh Umar Said dan bernadzar kepada Alloh “Jika usaha saya mengalami keberhasilan maka saya akan berziarah kepada Sunan Muria.” Dan Alloh mengabulkan doa orang ini dengan barokah doa Syaikh Umar Said. Namun ketika sedang dalam perjalanan untuk berziarah ke Muria, orang ini mampir dulu berziarah ke Sunan Kudus. Yang seharusnya menurut tata karma yang baik tidaklah demikian. Utamakanlah berkunjung dulu ke Muria baru kemudian ke Kudus. Benarlah…ketika telah selesai dan dalam perjalanan pulang dari Muria, belum begitu jauh dari Muria, stir mobil yang dikendarai orang ini berserta rombongannya macet tidak dapat dibelokkan ke kanan maupun ke kiri. Demi keselamatan akhirnya mobil di hentikan..dan seluruh penumpang turun. Kemudian si empunya hajat pun teringat bahwa dia telah su’ul adab terhadap Syaikh Umar Said. Lalu di ajaklah seluruh penumpang untuk membaca surat Al Fatihah dan dihadiahkan kepada Syaikh Umar Said dan dalam hati masing-masing mohon ampunan kepada Alloh atas su’ul adab kepada wali-Nya. Setelah selesai semua rombongan naik kembali dan ketika mobil mulai dijalankan telah normal lagi seperti biasanya.

Alhamdulillah..karena barokah cinta kepada auliya’ penulis mendapatkan pemberian Alloh pernah menerima wejangan beliau ketika berkunjung bersama rombongan kepada beliau. Beliau berkata :”Yen podho kepingin keparingan awak kang sehat lan ati kang tetep urip nalikane akeh ati  kang podho mati, mongko ngamal sholat sunah fajar rong roka’at nuli moco “ya hayyu ya qoyyum la ilaha illa anta” kaping patang puluh siji. Nuli sholato subuh kelawan berjama’ah senajan namun wong loro[105].” 

Jika berziarah ‘sowan’ ke Sunan Muria, maka dalam hati mohonlah kepada Alloh agar mendapat barokah beliau, hingga Alloh memberikan kita kekuatan yang besar untuk membela agama ini dari orang-orang yang dzalim, dan mereka yang menyesatkan umat, dan Alloh memasukkan kita ke dalam golongan tentara-tentara Alloh yang mendapat kemenangan dunia akhirat. Amien.

  1. Kyai Parak Awal (Pangeran Benowo) dan Raden Ahmad (Kyai Parak Tsani)

Beliau adalah Putra Mahkota kerajaan Pajang. Putra dari Sultan Hadiwijoyo. Calon pemangku tahta sepeninggal ayahandanya. Beliau adalah seorang ahli ilmu agama baik yang lahir maupun batin. Pada waktu itu ketika terjadi kemelut di kerajaan Pajang. Dikisahkan bahwa setelah Sultan Hadiwijoyo (sultan Pajang) mangkat, para putera sentana, para Bupati, Sunan Kudus dan Panembahan Senopati berkumpul untuk membicarakan siapa yang akan menjadi sultan Pajang yang baru. Sultan Kudus bertanya kepada para Bupati, dan mereka menjawab : “Prayoginipun ingkang jumeneng nata punika inggih Kanjeng Pangeran Benowo, sebab Pangeran Benowo punika Putera Jaler sarta sampun wajibipun” (sebaiknya yang menjadi raja adalah Pangeran Benowo, sebab Pangeran Benowo adalah putera laki-laki sultan yang telah meninggal dan menurut hukum menjadi orang yang berhak atas tahta kerajaan.) Namun Sunan Kudus menolak usul tersebut, dan mengajukan Adipati Demak sebagai raja pengganti Sultan Hadiwijoyo, sebab sekalipun Adipati Demak itu putra menantu, namun masih sama-sama keturunan raja, dan istri Adipati Demak adalah putra tertua Sultan Hadiwijoyo. Adapun Pangeran Benowo hendaknya menjadi Adipati di daerah Jipang.

Pada waktu itu Panembahan Senopati mau menyambung untuk mengemukakan usulnya, namun dicegah oleh Kyai Jurumertani. Panembahan Senopati akhirnya diam, dan kehendak sunan kudus menjadi kenyataan.

Pangeran Benowo kemudian bermukim di Jipang dengan rasa terpaksa “sarta sanget sakit galihipun” (merasa sakit hati). Panembahan Senopati kemudian pulang ke Mataram, dan dihibur dengan nasehat dari Kyai Jurumertani, katanya : “Ananda janganlah engkau banyak suka mencampuri perebutan kenikmatan duniawi antara Pangeran Benowo dan Adipati Demak, karena mereka sama-sama saudara sendiri, sekalipun mereka sampai berperang, biarkan saja. Lebih baik engkau bersedekah dan mengabdi pada almarhum, agar engkau mendapatkan sawabnya”.

Kemudian karena melihat kehidupan politik perebuatan kekuasaan ini hati beliau yang dipenuhi cahaya ilmu agama tidak kuat. Ditambah lagi beliau memperhatikan kehidupan para bangsawan telah jauh dari tuntunan ilmu agama. Merasakan hal ini beliau sangat bersedih hingga akhirnya beliau memutuskan dengan tekad bulat untuk meninggalkan segala kemewahan kerajaan termasuk jabatan Pangeran Pati (putra mahkota) dan memilih untuk hidup mendekatkan diri kepada Alloh (Ngeparak ing Gusti).

Pangeran Benowo pergi meninggalkan jabatannya dan mengembara ke Gunung Munggut (sekarang sekitar Desa Pringapus Kec. Klepu Kab. Semarang) hingga sampai di hutan Kendal dengan dikawal empat orang abdinya yaitu Kyai Bahu dan Kyai Wiro, sedang yang kedua orang lagi tidak diceritakan namanya.

Selama dihutan itu Pangeran Benowo merasa sejuk hatinya melihat padang yang luas, sedang tanahnya baik dan rata. Hanya sayang di tempat tersebut tidak ada sungai yang mengalirinya.kemudian Pangeran Bemowo menyampaikan kepada para abdinya mengenahi masalah tidak adanya sungai itu. Lalu para abdi Pangeran Benowo menjawab, sebaiknya kita membuat sungai yang dimaksud Pangeran Benowo itu.

Dalam hal ini maka Kyai Bahu dan Kyai Wiro lalu mendapat perintah membuat aliran sungai secepatnya, agar dapat segera mengaliri hutan disekitar itu sehingga dapat menyenangkan hati orang-orang yang  bermaksud ikut tinggal di hutan itu. Kemudian Pangeran Benowo bersama empat orang abdinya pergi ke sungai Lotud. Ditempat ini mereka menemukan tempat yang agak datar yang dapat memudahkan mengalirnya air. Dengan barokah dan izin Alloh, sungai itu lalu disudat[106]  pangeran Bendowo dengan menggunakan tongkat, kemudian mengalirlah sungai yang bergerak ke arah timur laut sampai ke hutan yang akan dijadikan tempat pemukiman tersebut.

Pada waktu itu kebetulan telah masuk waktu subuh, maka Pangeran Benowo kemudian berhenti di suatu tempat untuk menunaikan sholat yang dengan terlebih dahulu dikumandangkan adzan. Ketika adzan dikumandangkan Pangeran Benowo pun melaksanakan sholat sunah. Seusai sholat, Pangeran Benowo mengatakan kepada keempat orang abdinya bahwa selama melakukan Sholat, beliau mendengar suara orang menjawab adzan yang dilakukan. Suara itu berasal lurus dari sebelah timur, lalu Pangeran Benowo mememerintahkan abdinya untuk mencarinya. Setelah dicari di tempat di mana suara itu terdengar , ternyata mereka hanya menemukan tiga buah makam, di mana ketiga makam tersebut hanya bertandakan batu biasa, dan di sebelah barat makam itu terdapat sebuah pohon Kendal yang besar dan berlubang.

Melihat kenyataan itu, keempat orang abdi, lalu kembali menuju tempat Pangeran Benowo dan memberitahukan bahwa di sana mereka hanya menjumpai tiga buah makam yang bertandakan batu. Mendengar laporan itu, Pangeran Benowo kemudian pergi untuk memeriksa sendiri. Setiba ditempat itu Pangeran Benowo memang benar-benar melihat ketiga buah makam tersebut dan di sebelah baratnya terdapat pohon Kendal yang amat besar dan berlubang. Kemudian Pangeran Benowo memerintahkan kepada salah satu abdinya yaitu Kyai Bahu untuk tinggal ditempat itu dan menjadikannya sebagai tempat pemukiman. Desa itu lalu diberi nama desa Kendal, (sekarang menjadi Kabupaten Kendal).

Kemudian Pangeran Benowo melanjutkan perjalanannya menuju hutan yang berada di sebelah selatan yang letaknya berdekatan dengan sudatan sungai dengan dikawal oleh ketiga abdinya. Ketika sampai di hutan Tiga Layang, Pangeran Benowo berhenti dengan maksud untuk riyadhoh dengan cara mengubur dirinya dalam sebuah lubang. Kemudian setelah lubang tersebut jadi dan beliau masuk ke dalamnya, dan  beliau memerintahkan ketiga abdinya menutup lubang itu kembali.

Setelah lebih dari satu bulan lamanya berada dalam riyadhoh, Panembahan Panembahan Senopati mengutus  dua orang Bintara Prajurit untuk mencari Pangeran Benowo. Dua orang Bintara tersebut kemudian mencari Pangeran Benowo hingga sampai di hutan Kendal, namun keduanya tidak menemukan Pangeran Bendowo di sana. Malah mereka bertemu dengan seorang pandai besi bernama Kyai Jebeng Pagondan yang tinggal di tempat tersebut. Hingga karena kedua Bintara tadi belum pernah bertemu Pangeran Benowo mereka menyangka bahwa Kyai Jebeng Pagondan adalah Pangeran Benowo. Kemudian mereka memberikan surat dari Panembahan Panembahan Senopati kepada Kyai Jebeng Pagondan dengan mengatakan bahwa Kanjeng Pangeran diundang oleh Kanjeng Panembahan. Kyai Jebeng Pagondan berkata dalam hati “Mestinya kedua orang ini keliru”. Dan menjawab : “Bawalah surat ini pulang, aku tidak mau diundang dan tidak akan mengabdi kepada raja.” Kemudian kedua Bintara tadi kembali dan menyampaikan kepada Panembahan Panembahan Senopati mengenai jawaban Kyai Jebeng Pagondan apa adanya.

Panembahan Panembahan Senopati setelah mendengar laporan jawaban tersebut kemudian berkata :”Kalian telah keliru, bukan orang itu yang kami undang”. Kemudian dua orang Bintara tadi diperintahkan lagi untuk mencari di hutan sebelah selatan hutan Kendal. Keduanya juga diperintah untuk mendatangi kembali orang yang menjawab undangan dengan keliru tadi dengan membawa Wedung Panelasan (Pisau raut besar bersarung untuk menghabisi nyawa seseorang) untuk memancung leher Kyai Jebeng Pagondan.

Sesampai di hutan Kendal mereka langsung mendatangi Kyai Jebeng Pagondan dan menyampaikan bahwa mereka diperintah Kanjeng Panembahan untuk meminta nyawanya. Kemudian seketika itu juga dibunuhlah Kyai Jebeng Pagondan. Dan jenazahnya dirawat oleh anak muridnya serta dikuburkan di tempat tersebut. Pada masa berikutnya kemudian desa tempat menguburkan Kyai Jebeng Pagondan itu dinamakan Pegandon.

Setelah selesai membunuh Kyai Jebeng Pagondan kedua Bintara tadi berjalan menuju ke arah selatan dan sampai di hutan Tiga Layang. Di sana mereka bertemu dengan tiga orang abdi Pangeran Benowo dan bertanya di manakah gerangan tuan mereka berada. Para abdi menjawab bahwa Pangeran Benowo sedang riyadhoh tapa ngluweng (mengubur diri), dan baru berjalan satu bulan lebih empat hari. Mereka menyampaikan kepada kedua Bintara tersebut untuk menunggu hingga riyadhoh Pangeran Benowo genap empat puluh hari. Karena mereka telah mendapat perintah untuk membuka lubang jika telah berumur empat puluh hari.

Kemudian genap pada hari ke empat puluh riyadhoh Pangeran Benowo, lubang pun di buka oleh Kyai Wiro. Namun mereka tidak menjumpai Pangeran Benowo di dalam lubang, dan lubang itu dalam keadaan kosong. Kemudian mereka berlima mencari Pangeran Benowo di sekitar tempat tersebut yaitu ke arah selatan dan ke arah barat dengan menaiki gunung. Hingga di sekitar gunung itulah pangeran Benowo ditemukan sedang duduk tafakur menghadap ke arah barat di tempat antara dua sungai besar (Sungai Brangkongan dan Sungai Galeh), beribadah mendekatkan diri kepada Alloh. Dengan ditemukannya Pangeran Benowo dalam keadaan mendekatkan diri kepada Alloh (Ngeparak :jw) ini, kemudian tempat tersebut dinamakan PARAKAN (tempat mendekatkan diri kepada Alloh). dan beliaulah cikal bakal pembuka daerah Parakan hingga kemudian hari beliau terkenal dengan sebutan Simbah Kyai Parak.

Konon menurut cerita, setelah para abdi menyampaikan bahwa ada dua orang Bintara Mataram utusan Panembahan Panembahan Senopati datang menghadap,  maka diterimalah keduanya oleh Pangeran Benowo. Keduanya kemudian menyampaikan surat Panembahan. Setelah surat dibaca oleh Pangeran Benowo ternyata isinya adalah bahwa Pangeran Benowo diminta pulang dahulu, pertama karena kakaknya (Panembahan Panembahan Senopati) telah merasa rindu, dan kedua apapun kehendak Pangeran Benowo  Kanjeng Panembahan akan menyerah dan mau melakukannya.

Selesai membaca surat, Pangeran Benowo menyampaikan kepada Bintara utusan Kanjeng Panembahan, dan berkata : “Ingsun ora ngersa’ake kondur ing negari. Yen kangmas ya ratu gustimu kagungan kerso opo wahe ingsun wakilake marang si –Bahu. Lan kangmas ora susah kirim nawala susulan. Nuli pusaka iki aturno marang kakangmas minangka pratondho yen siro sakloron wus ketemu marang ingsun lan Pengeran Benowo ora kagungan rasa kang ora narima’ake[107] .” Pusaka ini kemudian disimpan di keraton Mataram dan dinamakan Kyai Ragil Parak. Kedua Bintara tersebut kemudian berkata mengiyakan dan mereka membawa serta Kyai Bahu pulang ke Mataram.

Pangeran Benowo kemudian bertempat tinggal di gunung Kukulan. Beberapa hari kemudian beliau meninggalkan gunung Kukulan untuk mencari tempat yang baik yang berada di pinggir sungai (di lereng gunung Sindoro dan gunung Sumbing). Kemudian bertempatlah Beliau di tempat tersebut bersama ketiga orang abdinya.

Lama-kelamaan banyak orang berdatangan menghadap Pangeran Benowo, mereka bermaksud ingin membuka tanah dan membuat tempat kediaman serta masuk menjadi muridnya. Tempat itu akhirnya menjadi pemukiman yang bernama PARAKAN.

 

“Amargi kathah tiyang ingkang sami marak dhumateng kanjeng Pangeran” (karena banyak orang yang berdatangan menghadap Kanjeng Pangeran).


Sesampainya Kyai Bahu di Mataram, kemudian menerima perintah dari Kanjeng Panembahan Panembahan Senopati agar usahanya membuka tanah dan membuat pemukiman di daerah Kendal diwujudkan menjadi negeri, sedang penghasilan negeri itu di haturkan pada Pangeran Benowo. Disamping itu Pangeran Benowo dijunjung derajatnya dengan diberi gelar Sesuhunan Parakan, sedang nama Kyai Bahu mendapat gelar nama Kyai Hangabehi Bahurekso (makamnya ada dilereng gunung Kendali sodo dengan sebutan Kyai Singo Yudo) sekarang ada di desa bergas, kec. Klepu Semarang.

Pangeran Benowo ini karena berkah perilaku zuhudnya mendapatkan balasan kemuliaan dari Alloh hingga beliau diangkat derajatnya sebagai wali kekasih Alloh yang termasuk Ahlud daqo’iq Al Mumtadah ila jami’il ‘Alam. Diberikan karunia ilmu yang lembut-lembut dan pandangan yang menembus ke seluruh alam. Jika wali ini menginginkan maka beliau akan dapat menyampaikan informasi apapun baik yang telah terjadi sedang terjadi atau kan terjadi di seluruh alam cipta’an Alloh. Hanya sa Alloh memberikan pakaian sifat malu kepada Alloh yang teramat besar yang mendorong untuk tetap menyimpan pengetahuan itu serta tidak membuka apa yang menjadi rahasia Alloh kecuali kepada ahlinya.

Alloh juga memberikan karunia ilmu ma’rifat yang lembut-lembut dan mukasyafah yang luar biasa beningnya  kepada Simbah Kyai Parak. Dan dibukakan pula sir-sir dan makna-makna serta keistimewaan yang terkandung dalam Surat Al Fatihah yang merupakan induk dari semua ilmu karena Al Fatihah adalah Ummul Qur’an. Alloh menganugerahi ilmu tentang Surat Al Fatihah ini kepada Simbah Kyai Parak sebagai mana beliau pernah membukanya kepada Sayyidah Nafisah Al Mishriyah. Sayidah nafisah ini adalah orang yang selalu dimintai barokah doa oleh Imam Syafi’iy ketika beliau merasa berat dengan penyakitnya. Beliau memiliki doa teramat mustajab lebih-lebih jika berdoa dengan surat Al Fatihah.

Salah satu wejangan Simbah Kyai Parak tentang Surat Al Fatihah yaitu :”Ora ana aurad kang luwih cepet lan luwih gedhe neka’ake futuh kejobo fatihah. Yen kepingin ngamal fatihah mongko asor-asore diwaca sedina sewengi kaping satus. Saben-saben tekan ayat ihdinas shirotol mustaqim ing njero ati ndonga Ya Alloh gusti kawulo nyuwun futuh...”

Setelah semakin lama semakin ramai maka, datanglah seorang pemuda dari Surakarta yang masih terhitung keponakan Pangeran Benowo, yaitu Raden Ahmad. Beliau bertempat tinggal di dalam lingkungan beteng keraton dan pernah menikah dengan putri bangsa sayid (syarifah) serta termasuk orang yang dekat kepada raja. Raden Ahmad ini juga seorang ahli ilmu agama. Adapun kepergian beliau meninggalkan lingkungan beteng keraton adalah karena beliau memandang bahwa kehidupan para bangsawan di sekelilingnya tidak cocok dengan ilmu agama yang dimilikinya. Hingga beliau amat bersedih dan bertekad bulat untuk meninggalkan segala kehidupan kebangsawanan yang penuh dengan kemewahan kenikmatan untuk mengamalkan ilmu agama mendekatkan diri kepada Alloh. Beliau berdoa kepada Alloh agar dipertemukan dengan seseorang yang bisa menjadi pembimbing rohaninya yang kehausan. Hingga Alloh mempertemukannya dengan Pangeran Benowo yang telah bermukim di Parakan.

Kemudian Pangeran Benowo mengangkat Raden Ahmad sebagai menantu untuk membantu tugas beliau menyebarkan agama dan mendidik masyarakat Parakan dan sekitarnya. Pada akhirnya Pangeran Benowo wafat Raden Ahmad kemudian menggantikannya sebagai sesepuh daerah Parakan. Dan kemudian terkenal sebagai ulama yang mustajab doanya. Bahkan dikisahkan dalam urusah karomahnya beliau tidak kalah dari Pangeran Benowo. Beliau termasuk ke dalam golongan kekasih Alloh yang diisyaratkan dalam ayat “Fa amma bini’mati robbika fa haddis.” Khoriqul ‘adat bagi Raden Ahmad adalah lumrah dan terjadi seperti peristiwa biasa. Karomah beliau berupa berbagai macam ilmu yang bermacam-macam, dan keramat badaniyah yang lahir dan dapat dilihat walaupun oleh orang awam sekalipun. Hingga kemudian masyhur bahwa dalam urusan karomah Raden Ahmad melebihi ayah mertuanya, Pangeran Benowo. Namun Pangeran Benowo lebih unggul dalam urusan kema’rifatan dan karomah batiniyah.

Termasuk Karomah beliau yang besar adalah ketika beliau telah merasa umurnya hampir sampai pada ajalnya. Beliau kemudian mengumpulkan seluruh ahli keluarga, dan berwasiat. Setelah berwasiat beliau berkata kepada putra-putra dan keluarga yang berada di sekelilingnya :”Kalian semua keluarlah dari kamar ini. Tinggalkanlah  aku sendirian. Sebab aku malu kepada Alloh. Dan aku ingin menemuinya dalam keadaan sendirian. Nanti jika aku telah mati barulah kalian boleh masuk lagi ke sini.” Kemudian keluarlah seluruh putra-putra dan ahli keluarga dari kamar beliau. Namun setelah beberapa saat putra-putra beliau menjadi tidak tega meninggalkan Raden Ahmad sendirian dan kemudian bersama-sama masuk ke dalam kamar ayah mereka. Dan ternyata Raden Ahmad telah meninggal dan telah memakai kafan dengan rapi dan berbau harum. Karomah sejenis ini pernah terjadi pada Syaikh Al Kabir Ahmad  Ar-Rifa’iy Guru dari Syaikh al Kabir Ahmad Al Badawi, gemblengan Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qodir al Jilaniy rodhiyallohu ‘anhum wa alaina ajma’in. Tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan pastinya beliau meninggal, dan siapa yang memandikan dan mengkafaninya. Bahkan diceritakan jika dalam peristiwa Syaikh Ahmad Ar-Rifa’iy, setelah dinyatakan meninggal beliau mandi sendiri dan tidak dimandikan oleh orang lain.

Kemudian setelah disolati Raden Ahmad dimakamkan dan perjuangan beliau diteruskan oleh putra-putra dan keturunannya.

Karena berkah perilaku zuhud beliau sebagaimana halnya Pangeran Benowo, maka Alloh memberikan kemuliaan berupa keturunan-keturunan yang terkenal sebagai ulama-ulama yang sholih dan ikhlas. Hampir seluruh ulama di daerah Pegunungan Menoreh masih memiliki hubungan keturunan dengan beliau. Raden Ahmad dimakamkan di sebelah timur makam Pangeran Benowo (Simbah Kyai Parak Awal) dan terkenal dengan panggilan Simbah Kyai Parak Tsani. Makam Simbah Kyai Parak Awal ini berada tepat di sebelah barat Pondok Pesantren Kyai Parak Bambu Runcing. Dan makam Kyai Parak Tsani berada di sebelah timur pondok.

  1. Maulana Ahmad Jumadil Kubro

Beliau adalah putra Raja Samarkand. Raja Samarkand ini disamping seorang raja juga seorang ahli ilmu agama dan ahli ibadah. Dikisahkan bahwa ketika itu ibunda beliau yang tengah hamil dalam keadaan tertidur dan ayahanda beliau sedang dalam keadaan duduk berdzikir kepada Alloh, ketika itu ayahanda beliau melirik ke arah sang ibu dan melihat Rasululloh saw hadir di kamar itu dan mengelus-elus perut sang ibu yang sedang mengandung. Dan fahamlah sang ayah bahwa putra beliau akan menjadi seorang kesayangan Rasululloh saw.

Ketika benar terlahir seorang bayi laki-laki maka diberilah nama Ahmad. Nama yang sama dengan nama Rasululloh. Dan dikemudian hari beliau dipanggilkan Maulana Ahmad Jumadil Kubro atau Syaikh Jumadil Kubro.

Masa kecil Maulana Ahmad adalah seorang anak yang dikaruniai Alloh kecerdasan ladunni. Cerdas luar biasa. Hingga dalam usia masih belasan tahun beliau telah mengungguli ulama-ulama yang ada di Samarkand dalam hal penguasaan ilmu dan keluasan pemahaman. Beliau ini mahir dan ahli hampir semua cabang ilmu. Bahkan kemahiran dan keahlian ini bukan hanya dalam ilmu-ilmu agama saja termasuk dalam berbagai bidang ilmu yang lain.

Ketika itu Khalifah di Baghdad mengadakan sayembara untuk mengirimkan ulama-ulama yang telah memiliki karomah sebagai juru dakwah ke tanah jawa. Karena disampaikan oleh wali Agung di tanah Baghdad bahwa dinegeri timur ada sebuah tempat bernama jawi yang besok akan menjadi tempat perkembangan agama Islam yang teramat besar. Karenanya beliau meminta kepada Khalifah untuk mengirimkan ulama-ulama yang telah memiliki karomah agar berdakwah ke sana.

Oleh sang ayah, Raja Samarkand beliau diperintah untuk mengikuti sayembara ini dan berdakwah menyebarkan agama Alloh. Ini berarti menjauhi kehidupan istana dengan segala kemudahan dan kenikmatannya menuju kehidupan berjuang di jalan Alloh yang penuh tantangan dan cobaan.

Beliau kemudian pergi ke Tanah Jawi dan mendapat bagian dakwah daerah Jawa bagian utara. Beliau berdakwah dengan metode yang luar biasa dan teramat luwes. Yaitu mendatangi daerah-daerah tandus kemudian beliau mengunjungi keramaian orang dengan membawa sebatang lidi aren. Lidi ini beliau tancapkan ke tanah dan dicabut dengan membaca dua kalimah Syahadat. Dari bekas cabutan ini keluarlah mata air yang menyembur keluar. Orang-orangpun menjadi heran dan tertarik hatinya. Hingga kemudian bertanya bagaimana caranya mengeluarkan air dari dalam tanah seperti itu dan ilmu apa yang digunakan. Beliau menjawab ini adalah Islam dan dengan Syahadat. Orang-orang kemudian tertarik mempelajari Syahadat itu dan tata cara beribadah muslim yang beliau sampaikan sebagai syarat dari Ilmu Syahadat. Dan jadilah mereka muslim dengan sendirinya. Teristimewanya semua murid-murid yang berguru pada Maulana Ahmad ini bisa mengeluarkan mata air dengan lidi aren sambil membaca dua Kalimah Syahadat. Kemudian setelah kaum di situ menjadi muslim beliau menunjuk salah seorang yang terpercaya untuk menjadi pemimpin dan beliau melanjutkan perjalanan untuk berdakwah lagi.

Suatu ketika beliau berjalan melewati hutan di daerah Salatiga Jawa Tengah sekarang. Di sana beliau dicegat oleh gerombolan perampok yang meminta harta perhiasan emas. Beliau menjawab :”Aku tidak membawa emas. Tapi jika kalian menginginkan emas…sebentar akan aku panggilkan teman-temanku. Beliau kemudian bertepuk tangan dan memanggil “Macan…Macan..Macan”. seketika itu berdatanganlah macan-macan yang besar-besar mengelilingi Maulana Ahmad dengan masing-masing menggigit sebongkah emas di mulutnya. Perampok-perampok inipun ketakutan setengah mati..dan mereka meminta ampun dan bertobat di tangan Maulana Ahmad serta mohon agar dijadikan murid. Beliaupun menyanggupi. Dan jadilah perampok-perampok itu murid-murid beliau yang dikemudian hari menjadi juru dakwah-juru dakwah yang menyebarkan agama islam seperti gurunya.

Beliau ini adalah Ayah dari Maulana Ishaq dan Maulana Ibrahim As-Samarqondi atau Syaikh Ibrohim asmorokondi. Maulana Ishaq adalah ayah dari Sunan Giri. Dan Syaikh Ibrohim As-Samarqondi adalah ayah dari Syaikh Ali Rahmatulloh (Sunan Ampel).

Keistimewaan Maulana Ahmad adalah menjadi guru agung dari banyak Thoriqoh Mu’tabaroh. Mengumpulkan berbagai hal-ahwal auliya dalam hatinya. Dengan hanya bertemu beliau saja hati sekeras apapun akan menjadi lembut. Memiliki haibah dan mahabbah yang luar biasa. Luberan tarbiyah ruhani beliau bisa dirasakan dari manapun berada sekalipun jauh. Memiliki mukasyafah yang teramat bersih, memiliki ma’rifat billah yang bening, dan ahli isyarah yang baligh. Adab kepada Alloh yang sempurna. Menempatkan segala sesuatu benar-benar pada tempatnya. Memiliki karomah dalam lisan yang luar biasa. Siapapun itu..sekeras apapun watak seseorang jika telah mendengar kata-kata beliau pasti akan menjadi lunak hatinya dan menerima cahaya dari Alloh. Jika beliau mengeluarkan kata-kata maka dari mulut beliau mengeluarkan cahaya maknawi..terlebih jika beliau berdoa atau membaca ayat-ayat Al Qur’an. Sangat mustajab doanya. Dan penuh belas kasih, keramahan, kelembutan, dan keindahan ahlaq Rasululloh sangat tercermin dari diri beliau. Siapapun yang datang berkunjung akan diterima dan dimuliakan tanpa pandang bulu. Hingga siapapun yang bertamu kepada beliau akan merasa menjadi orang yang istimewa.

Keagungan wibawa beliau yang teramat besar itu terbungkus oleh pancaran cahaya rahmah ilahiyah, hingga mampu menghidupkan hati yang mati karena banyak lupa kepada Dzat Pencipta Semesta. Benar-benar beliau adalah ulama yang menjadi perwujudan kasih sayang Alloh kepada Alam Semesta. Benar-benar ahli melembutkan hati yang keras membatu. Ya robbi limpahkan rahmat dan ridha kepada Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dengan limpahan yang sederas cucuran air langit di musim hujan dan terus-menerus tanpa putus hingga besok Engkau kumpulkan kami bersama dengan beliau..

Salah satu petuah beliau yang pernah penulis terima adalah “Donga kang paling bagus iku donga kang den faham. Dene donga kang paling didemeni dening Alloh iku donga kelawan nganggo ayat-ayat Al Qur’an. Sebab Al Qur’an iku kalame Alloh. Nanging bisoho yen moco Al Qur’an iku duwe hal koyo ngene….[108].” Allohumma tancapkanlah barokah hal Maulana Ahmad ketika membaca Al Qur’an dalam hati ini dan jangan pernah Engkau cabut dari sana…Sungguh kenikmatan ini tak kuat rasanya jika Engkau tutupi dari hati-hati kami…

  1. Syaikh Abdul Jalil (Syaikh Siti Jenar)
  2. Syaikh Panjalu
  3. Mbah Kyai Ahmad Kadirejo Solo
  4. Mbah Kyai Siradj Solo
  5. Mbah Kyai Dalhar Watucongol



Bersambung..silahkan tunggu artikel berikutnya.......


[1] Q.S. As-Syu’aro : 88-89
[2] Hal menurut istilah ulama shufiyah adalah sesuatu yang dialami oleh seorang hamba dan berubah-rubah yang berasal dari perkara yang datang dalam hatinya dari sisi Alloh. sebagai contoh seseorang mengalami perasaan takut kepada Alloh namun perasaan ini tidak lama. Maka orang tersebut disebut memiliki hal khouf. Namun menurut ulama lain, seseorang bisa disebut memiliki hal jika perasaan khouf  itu telah menetap dan tidak berubah lagi.
[3]  عن أبي هريرة قال قال رسول الله  صلى الله عليه وسلم  إن الله تعالى قال من عادى لي وليا فقد آذنته بالحرب وما تقرب إلي عبدي بأفضل من أداء ما افترضت عليه وما يزال عبدي يتقرب إلي بالنوافل حتى أحبه فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به وبصره الذي يبصر به ويده التي يبطش بها ورجله التي يمشي بها ولئن سألني لأعطينه ولئن استعاذني لأعيذنه وما ترددت عن شيء أنا فاعله ترددي عن نفس المؤمن يكره الموت وأنا أكره مساءته رواه البخاري
[4]  وعن أنس بن مالك عن النبي  صلى الله عليه وسلم عن جبريل عن ربه عز وجل قال من أهان لي وليا فقد بارزني بالمحاربة وما ترددت عن شيء أنا فاعله ما ترددت في قبض نفس مؤمن أكره مساءته ولا بد له منه وإن من عبادي المؤمنين من يريد بابا من العبادة فأكفه عنه لئلا يدخله عجب فيفسده ذلك وما تقرب إلي عبدي بمثل أداء ما افترضت عليه وما يزال عبدي يتنفل حتى أحبه ومن أحببته كنت له سمعا وبصرا ويدا ومؤيدا دعاني فأجبته وسألني فأعطيته ونصح لي فنصحت له وإن من عبادي المؤمنين من لا يصلح إيمانه إلا الفقر وان بسطت حاله أفسده ذلك وإن من عبادي من لا يصلح إيمانه إلا الغنى ولو أفقرته لأفسده ذلك وإن من عبادي المؤمنين من لا يصلح إيمانه إلا السقم ولو أصححته لأفسده ذلك وإن من عبادي المؤمنين من لا يصلح إيمانه إلا الصحة ولو أسقمته لأفسده ذلك إني أدبر عبادي بعلمي بقلوبهم إني عليم خبير
[5]     ورواه عبد الكريم الجزري عن أنس مختصرا وقال فيه إني لأسرع شيء الى نصرة أوليائي إني لأغضب لهم أشد من غضب الليث الحرب
[6]   وعن انس قال قال رسول الله  صلى الله عليه وسلم إن من عباد الله من لو أقسم على الله لأبره
[7]    وعن عطاء بن يسار قال موسى عليه السلام يا رب من أهلك الذين هم أهلك الذين تظلهم في عرشك قال هم البريئة أيديهم الطاهرة قلوبهم الذين يتحابون بجلالي الذين إذا ذكرت ذكروا وإذا ذكروا ذكرت نذكرهم الذين يسبغون الوضوء في المكاره ينيبون إلى ذكري كما تنيب النسور إلى وكورها ويكلفون بحبي كما يكلف الصبي بحب الناس ويغضبون لمحارمي إذا إستحلت كما يغضب النمر إذا حرب
[8]  وعن وهب بن منبه قال لما بعث الله موسى وأخاه هارون إلى فرعون قال لا تعجبنكما زينته ولا ما متع به ولا تمدا إلى ذلك أعينكما فإنها زهرة الحياة الدنيا وزينة المترفين ولو شئت أن أزينكما من الدنيا بزينة ليعلم فرعون حين ينظر إليها أن مقدرته تعجز عن مثل ما أوتيتما لفعلت ولكني أرغب بكما عن ذلك وأزويه عنكما وكذلك أفعل بأوليائي وقديما خرت لهم فإني لأذودهم عن نعيمها ورخائها كما يذود الراعي الشفيق غنمه عن مراتع الهلكة.  وإني لأجنبهم سلوتها وعيشها كما يجنب الراعي الشفيق إبله عن مبارك العرة وما ذاك لهوانهم علي ولكن ليستكملوا نصيبهم من كرامتي سالما موفرا لم تكلمه الدنيا ولم يطغه الهوى     واعلم أنه لم يتزين العباد بزينة أبلغ فيما عندي من الزهد في الدنيا فانها زينة المتقين عليهم منها لباس يعرفون به من السكينة والخشوع سيماهم في وجوههم من أثر السجود أولئك هم أوليائي حقا حقا فإذا لقيتهم فاخفض لهم جناحك وذلل لهم قلبك ولسانك واعلم أنه من أهان لي وليا أو أخافه فقد بارزني بالمحاربة وباراني وعرض لي نفسه ودعاني اليها وأنا أسرع شيء الى نصرة أوليائي أفيظن الذي يحاربني أن يقوم لي أو يظن الذي يعاديني أن يعجزني أو يظن الذي يبارزني أن يسبقني أو يفوتني وكيف وأنا الثائر لهم في الدنيا والآخرة لا أكل نصرتهم إلى غيري
[9] Maksud Melihat batin dunia adalah melihat bahwa dunia itu semuanya adalah ujian keimanan. Melihat seluruh keindahan dunia jika dipakai akan menjauhkan dari akhirat. Dan melihat dunia dengan kacamata ayat-ayat Al Qur'an dan Hadis yang melukiskan dunia itu hanyalah permainan dan hal yang remeh. Dunia diciptakan Alloh untuk menguji siapakah yang lebih baik amal untuk akhiratnya. Dan berbagai keterangan yang dapat dirujuk pada Al Qur'an dan hadis-hadis Nabi tentang itu.
[10] Maksud melihat dzahir dunia adalah melihat bahwa dunia penuh berisi keindahan, kemewahan, kelezatan, dan dan merupakan sarana untuk hidup yang sempurna. Oleh karena itu mereka berjuang sekuat tenaga, mencurahkan segenap pikiran untuk mengumpulkan harta untuk kemudian menikmati "kesuksesan" itu, dan tak membiarkan siapapun untuk mengambilnya. 
[11] Maksud melihat kesudahan dunia adalah melihat bahwa semua kenikmatan dunia selalu berujung pada penyesalan dan kehilangan. Melihat bahwa semua kenikmatan dunia tidaklah abadi dan berganti dengan keadaan sebaliknya di akhirat.
[12] Maksud melihat ke-kini-an dunia adalah melihat memegang harta dunia akan memudahkan segala kesulitan dan memuaskan segala keinginan. Tanpa uang tidak ada kemudahan. Tanpa uang tidak ada harga diri. 
[13]   وعن وهب بن منبه قال قال الحواريون يا عيسى من أولياء الله الذين لا خوف عليهم ولا هم يحزنون فقال عيسى عليه السلام الذين نظروا الى باطن الدنيا حين نظر الناس الى ظاهرها والذين نظروا إلى آجل الدنيا حين نظر الناس إلى عاجلها فأماتوا منها ما خشوا أن يميتهم وتركوا ما علموا أن سيتركهم فصار استكثارهم منها استقلالا وذكرهم إياها فواتا وفرحهم بما أصابوا منها حزنا فما عارضهم من نائلها رفضوه أو من رفعتها بغير الحق وضعوه خلقت الدنيا عندهم فليسوا يجددونها وخربت بينهم فليسوا يعمرونها وماتت في صدورهم فليسوا يحيونها يهدمونها فيبنون بها آخرتهم ويبيعونها فيشترون بها ما يبقى لهم رفضوها وكانوا برفضها فرحين وباعوها ببيعها رابحين نظروا الى أهلها صرعى قد حلت بهم المثلات فأحيوا ذكر الموت وأماتوا ذكر الحياة يحبون الله ويحبون ذكره ويستضيئون بنوره لهم خبر عجيب وعندهم الخبر العجيب بهم قام الكتاب وبه قاموا وبهم نطق الكتاب وبه نطقوا وبهم علم الكتاب وبه علموا فليسوا يرون نائلا مع ما نالوا ولا أمانا دون ما يرجون ولا خوفا دون ما يحذرون رواه الإمام أحمد
  [14]  الذى خلق الموت والحياة ليبلوكم ايكم احسن عملا ( Al Mulk : 2)
  [15] يا ايها الرسول بلغ ما انزل اليك من ربك  (Al Ma’idah :70)
  [16] و ما على الرسول الا البلاغ  (Al Ma’idah : 102)
[17]   و الذين امنوا بالله و رسله اولئك هم الصديقون   (Al Hadid : 19)
  [18]     شهد الله انه لا اله الا هو و الملائكة و اولوا العلم قائما بالقسط
  (Ali  Imron : 18)
[19]  المسلم من سلم المسلمون من لسانه و يده
[20]   نورهم يسعى بين ايديهم و بايمانهم  (at-tahrim : 8)
[21]   المؤمن من امنه الناس على اموالهم و انفسهم
[22]   المؤمن من امن جاره بوائقه
[23]  و قوموا لله قانتين (Al Baqoroh : 238)
[24]   رجال صدقوا ما عاهدوا الله عليه  ( Al Ahzab  : 23 ) 

[25]   رب انى مسنى الضر و انت ارحم الراحمين (Al Anbiya’ : 83)
[26]  انا وجدناه صابرا نعم العبد انه اواب (Shod : 44)
[27]  فاذكرونى اذكركم (Al Baqoroh : 152)
[28]   من ذكرن فى نفسه ذكرته فى نفسى و من ذكرنى فى ملإ ذكرته فى ملإ خير منه 
[29]   من تقرب الى شبرا تقربت اليه ذراعا
[30]   فاتبعونى يحببكم الله (Ali Imron : 31)
[31]  ان الله يحب التوابين و يحب المتطهرين (Al Baqoroh : 222)
[32]   سياحة امتى جهاد فى سبيل الله
[33]  و اسجد واقترب (Al ‘Alaq : 19)
[34]   من تقرب الى شبرا تقربت اليه ذراعا
[35]   وطهر بيتى للطائفين و العاكفين والركع السجود (Al Hajj : 26)
[36]   فسبح بحمد ربك وكن من الساجدين  (Al Hijr : 98)
[37]   ولئن سألتهم من خلق السموات والارض ليقولن الله  (Luqman : 25)
[38]   ما نعبدهم الا ليقربونا الى الله زلفى  (Az-Zumar : 3)
[39]   من عرف نفسه فقد عرف ربه
[40]   ان ابراهيم لحليم اواه منيب (Hud :75)
[41]   و لا يلدوا الا فاجرا كفارا (Nuh : 27)
[42]   و ان جندنا لهم الغالبون   (As-Shoffat : 173)
[43]   و انهم عندنا لمن المصطفين الاخيار (Shod : 47)
[44]   و اولئك لهم الخيرات (At Taubah : 89)
[45]   فانه كان للاوابين غفورا     (Al Isro’ : 25) 
[46]   ولكن ليطمئن قلبى (Al BAqoroh : 260)
[47]    وبشر المخبتين  الذين اذا ذكر الله وجلت قلوبهم و الصابرين على ما اصابهم و المقيمى الصلاة و مما رزقناهم ينفقون (Al Hajj :35)
[48]    الذين اتقوا اذا مسهم طيف من الشيطان تذكروا فاذا هم مبصرون  (Al A’rof : 200)
[49]   من يخرج من بيته مهاجرا الى الله و رسوله ثم يدركه الموت فقد وقع اجره على الله (An-Nisa’ : 99)
[50]   الذين هم من خشية ربهم مشفقون (Al Mukminun : 58)
[51]   من عذاب ربهم مشفقون ان عذاب ربهم غير مأمون  (Al Ma’arij : 27)
[52]   و الذين يصلون ما امر الله به ان يوصل (Ar-Ro’du : 23)  
[53]   يخافون يوما تتقلب فيه القلوب والابصار (An-Nur : 37) 
[54]   يخافون سوء الحساب  (Ar-Ro’du : 23)
[55]   يخافون ربهم من فوقهم و يفعلون ما يؤمرون (An-Nahl : 50)
[56]    و الذين هم عن اللغو معرضون (Al Mukminun : 3)
[57] Wali kang dadi puncere jagat : jw
[58]Wali yang menjadi pusat jagad raya yang menyendiri dalam keramaian semesta karena tidak mengenal selain Alloh yang satu serta mengumpulkan seluruh maqomat dan ahwal seluruh auliya’illah
[59] Sebutan bagi wali yang mendapat tajalli asma’ dan sifat jalal dari Alloh.
[60] Sebutan bagi wali yang mendapat tajalli asma’ dan sifat jamal dari Alloh
[61] Sebutan bagi wali yang mendapat tajalli Dzat dari Alloh
[62] Mengintip-intip kehadiran Alloh dalam setiap tempat dan keadaan
[63] Wali kang dadi pathoke jagad : jw
[64] Perjalanan ruhani menuju ke hadrat ilahiyah. Hadrat ilahiyah adalah sebuah keadaan di mana seorang mukmin akan merasakan kehadiran dirinya di hadapan Alloh yang maha mulia lagi maha agung. Ini adalah kenikmatan surgawi yang disegerakan di dunia. Yang hanya diberikan kepada hamba-hamba pilihan, siapapun yang dikehendaki oleh Alloh untuk masuk dalam lingkup rahmat dan ridho-Nya.
[65] Keistimewaan, khasiat dan hikmah penciptaan serta manfaat yang dapat diambil untuk memudahkan berbagai urusan kehidupan. Karena Alloh tidaklah menjadikan apapun di dunia ini sia-sia.
[66] Wali kang pungkasan : jw
[67] Al Asbab adalah hal yang mengiringi musabab. Makan adalah sabab dan kenyang adalah musabab. Bekerja adalah sabab dan mendapatkan hasil uang adalah musabab.
[68]   فاما بنعمة ربك فحدّث (Ad-Dhuha : 11)
[69]    التحدّث بالنعمة شكر
[70]    تجرى بامر ه رخاء حيث اصاب   (Shod : 36)
[71]    ورحمتى وصعت كل شىء (Al A’rof : 155)
[72]    الله الذى خلق سبع سموات و من الارض مثلهن يتنزل الامر بينهن  (At Tholaq : 12)
[73]   الذى خلق سبع سموات طباقا ما ترى من خلق الرحمن من تفاوت   (Al Mulk : 2)
[74]    ما يفتح الله للناس من رحمة فلا ممسك لها (Al Fatir : 2)
[75]    و انتم الاعلون و الله معكم  (Ali Imron : 139)
[76]    ثم رددناه اسفل سافلين       ( At Tin : 5)  
[77]    من تقبل لى بواحدة تقبلت له بالجنة ان لا سيأل احدا شيأ  
[78]     وما كان صلاتهم عند البيت الا مكاء و تصدية  (Al Anfal : 35)
[79]     وهو القاهر فوق عباده   (Al An’an : 18)
[80] Ampak-ampak : jw
[81]   و النجم اذا هوى  (An-Najm : 1)
[82]   و الله عنى عن العالمين   (Ali Imron : 92)    
[83]   Q.S. Al Baqoroh : 137
[84]  Q.S. Al Isro : 6
[85] Ilmu yang dianugerahkan Alloh sebagai buah dari mengamalkan ilmu. Yaitu berupa makna-makna kalam Al-Qur’an, Hadis Nabi, dan rahasia dari ayat-ayat kauniyah yang terhampar dalam penciptaan semesta beserta isinya. Berdasar pada hadis Nabi yang maknanya :”Barangsiapa yang beramal dengan ilmunya maka Alloh akan mengajari ilmu yang belum diketahuinya.”
[86] Ilmu yang dianugerahkan Alloh sebagai buah bersihnya hati dari seluruh kotoran najis dan hadas ruhani serta ahlak-ahlak yang tercela. Yaitu berupa terbukanya hijab maknawi yang menghalangi kehadiran seorang hamba di hadrat ilahiyah, serta pengetahuan-pengetahuan yang muncul dari perbuatan Alloh memperkenalkan diri-Nya kepada hamba yang dimaksud itu hingga si hamba pun menjadi lebih mengenal sifat-sifat Tuan-nya yang penuh keindahan dan keagungan dengan pengetahuan yang bersifat dzauqiyah (meresap penuh ke dalam seluruh relung jasad dan ruhani serta ruang dan waktu yang ditempatinya) dan ini akan memantek menyedot habis seluruh perhatian jiwanya pada penyaksian keagungan, keindahan, dan wujud Alloh. Allohu akbar…tenggelam dalam kedalaman samudera wahdaniyatillah yang tak bertepi dan tidak berdimensi…Allohu akbar…tiada wujud haqiqi selain Alloh… 
[87] Q.S. Toha : 114
[88] Q.S. Al Fath : 4
[89] Q.S. At Taubah : 124
[90] Q.S. Al Baqoroh : 186
[91] Q.S. Al Baqoroh : 238
[92] Q.S. Al Fathir : 15
[93] Q.S. Ad-Dzariyat : 56
[94] Q.S. Al Anbiya : 73
[95] Q.S Al Ma’idah : 57
[96] Q.S. Ali Imron : 31
[97] Q.S. Al Mumtahanah : 1
[98] Q.S. Al Mujadalah : 22
[99] Q.S. As-Syuro : 51
[100] Q.S. An Nisa’ : 124
[101] Q.S. Al Fathir : 32
[102] Sebutan untuk para ahli thoriqoh Shufiyah
[103] Fuqoro’ dalam istilah tasawuf adalah sebutan yang ditujukan kepada orang-orang yang mengamalkan thoriqoh dan suluk ruhani untuk dapat wushul kepada Alloh.  Mereka yang dapat beramal dengan sempurna akan dipanggil dengan sebutan Ahli Thoriq, ahlit thoriqoh atau ahli Thoriq ilalloh.
[104] Alam yang tak kasat mata, tempat para malaikat dan arwah-arwah suci berkumpul.
[105] “Jika ingin memiliki badan yang sehat dan hati yang tetap hidup ketika banyak hati yang mati, maka beramallah sholat sunah fajar dua rokaat kemudian setelah selaesai membaca “Ya hayyu ya qoyyum la ilaha illa anta” empat puluh satu kali. Kemudian setelah itu sholatlah subuh dengan berjamaah walaupun hanya dua orang.”
[106] Di gali tanah di tepinya
[107] Aku tidak mau pulang ke negeri, Jika kakanda….tuanmu mempunyai kehendak apapun, aku hanya mewakilkan diri kepada si Bahu saja, dan kakanda tidak usah membuat surat lagi, dan pusaka ini agar dihaturkan kepada kakanda, sebagai tanda bahwa kalian telah bertemu denganku, dan Pangeran Benowo tidak memiliki rasa yang tidak enak yang artinya telah ridla.”
[108] Doa yang paling bagus adalah doa yang bias difaham (oleh orang yang berdoa) sedang doa yang paling dicintai Alloh adalah doa dengan ayat-ayat Al Qur’an. Sebab Al Qur’an itu adalah Kalam Alloh. Namun usahakanlah jika membaca Al Qur’an itu keadaan hatimu seperti ini…….bersambung-----------------------

2 komentar:

  1. yrsn fair play bt vr mf1a
    bt 바카라 사이트 vr mf1a - Yrsn Fair Play 메리트 카지노 쿠폰 Casino has been available in your country and now available. Best online casino in the country to play with 메리트카지노 a

    BalasHapus
  2. Subhanallah walhamdulillah.... blog jossekali isinya sangat bagus ... dan bermanfaat buat saya....

    BalasHapus